Mohon tunggu...
Dwiki Setiyawan
Dwiki Setiyawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

#Blogger #Solo #Jakarta | Penyuka #Traveling #Sastra & #Politik Indonesia| Penggiat #MediaSosial; #EventOrganizer; #SEO; http://dwikisetiyawan.wordpress.com https://www.facebook.com/dwiki.setiyawan http://twitter.com/dwikis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Asal Usul Istilah 100 Hari Pertama

5 Oktober 2012   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:13 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

100 hari pertama bukanlah takaran sempurna untuk menilai suatu kinerja pemerintahan. Akan tetapi 100 hari pertama dalam terminologi politik merupakan konvensi untuk mengukur efektivitas suatu pemerintahan baru. Dengan demikian, lantaran suatu konvensi, sesungguhnya tidak ada keharusan bagi siapapun yang baru memerintah untuk menjanjikan capaian-capaian kerja pemerintahan dalam kurun 100 hari pertamanya.

Argumen yang mendasari kebenaran tentang 100 hari pertama adalah bahwa eksekutif puncak (presiden, gubernur, bupati/walikota) cenderung paling efektif ketika pertama kali mengambilalhih kekuasaan, ketika langgam kepemimpinan mereka masih baru dan segar, ketika aura kemenangan masih kuat, ketika dampaknya terhadap legislatif biasanya mencapai puncaknya, dan ketika harapan konstituen mereka masih terngiang-ngiang di telinga pemimpin barunya.

Lantas, bagaimana asal usul munculnya istilah 100 hari pertama? Istilah ini digunakan oleh masyarakat, media massa dan akademisi di Amerika Serikat sebagai ukuran keberhasilan pemerintahan sejak Franklin D. Roosevelt (FDR) memelopori konsep 100 hari ketika ia menjabat presiden pada tahun 1933. Lebih jauh tentang FDR, lihat tulisan lama saya di Kompasiana: Mendambakan Pemimpin Ala Franklin D Roosevelt.

Perlu pembaca ketahui, bahwa keadaan Amerika Serikat dan dunia ketika FDR mulai memerintah sedang mengalami depresi besar bermula dari jatuhnya harga-harga saham dilantai bursa New York pada Kamis 24 Oktober 1929. Keterpurukan ekonomi Amerika Serikat akhirnya merebet ke berbagai belahan dunia lainnya. Menyeret dunia ke jurang malaese umum (orang Indonesia jaman itu menamakannya jaman meleset), yang makin lama menjalar. Makin hebat. Dan makin dalam pula (ekonomi) terperosoknya.

Ekonomi Amerika mengalami inflasi sampai 600 % dan terjadi krisis persediaan bahan makanan. Angka pengangguran meningkat dari 1,5 juta pada akhir 1929, menjadi 13 juta orang saat FDR dilantik menjadi presiden pada Maret 1933. Penganggur-penganggur kelihatan pada malam hari bertiduran di taman-tamann kota atau serambi gedung-gedung umum. Untuk melindungi jangan sampai kedinginan, mereka berselimutkan kertas surat kabar. Bahkan ibu-ibu ada yang meninggalkan anaknya di kolong jembatan lantaran tidak mampu memberi makan.

Kejahatan merajalela di seluruh Amerika Serikat, dan polisi hampir tak berdaya memberantasnya. Herbert Hoover yang kala itu menjabat Presiden Amerika Serikat dijadikan ‘kambing hitam’ bagi kekacauan yang kami gambarkan sekilas di atas. Para buruh mengejek Presiden Amerika ini. Kalangan industrialis melemparkan kritik yang amat pedas kepada Hoover atas ketidakmampuannya memimpin. Berkali-kali Hoover berpidato tentang keadaan masa itu. Semua yang diucapkannya memang benar dan logis, tetapi tidak pernah apa yang dikatakannya itu dikehendaki oleh rakyat yang sedang menderita itu.

Berlainan halnya dengan FDR. Ia mengerti yang dikehendaki oleh rakyat dan hal ini terbukti dari pidato-pidato kampanye pemilihan untuk jadi presiden Amerika yang diadakan pada 1932. Tema-tema kampanye yang disampaikannya sesuai dengan keadaan masa itu. Ia berbicara denga segala lapisan masyarakat dan berkeliling ke penjuru Amerika, dengan program-program kampanyenya yang memikat hati rakyat. Dari masalah penyediaan sarana-sarana umum, perluasan kesempatan kerja, perlindungan kelestarian alam, pemulihan hak-hak suku Indian, upah minimum buruh, pensiun hari tua, regulasi pasar modal dan sebagainya

Setelah FDR mengalahkan Hoover pada pemilihan presiden dan dilantik sebagai presiden, ia menjanjikan kepada rakyat Amerika, tentang apa yang akan dilakukannya selama “seratus hari” pertama masa kepresidenan. Dalam “seratus hari” pertama kepemimpinannya ia mengusulkan, dan disetujui Kongres, sebuah program besar-besaran untuk menghidupkan kembali kegiatan perusahaan yang terancam gulung tikar, dan mereformasi sektor pertanian.

FDR memberi bantuan kepada penganggur, dan kepada mereka yang terancam akan kehilangan ladang dan tempat tinggalnya. Ia juga membuka kembali bank-bank yang tutup selama kekacauan ekonomi berlangsung. Lapangan kerja berbasis padat karya diperbanyak di seluruh negeri agar rakyat yang kehilangan mata pencaharian dapat menghidupi keluarganya. Pendek kata, FDR berjuang habis-habisan untuk mengentaskan negerinya dari lilitan krisis..

Setelah masa “seratus hari” pertama, FDR telah menunjukkan diri sebagai pemimpin negara yang cakap. Ia memperoleh dukungan rakyat yang unik dalam sejarah Amerika, dalam melancarkan sebuah program percobaan yang bertujuan mencapai apa yang disebut orang-orang yang menyetujuinya suatu sistem yang bersifat lebih sosial dan lebih demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun