Sistem politik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan partai politik sebagai aktor utama dalam demokrasi. Dalam konteks Pemilu 2024, terdapat 24 partai politik yang terdaftar, terdiri atas 18 partai nasional dan 6 partai lokal di Aceh. Partai-partai ini memainkan peran sentral dalam menentukan arah demokrasi bangsa melalui mekanisme pemilihan umum. Menariknya, sistem pemilu di Indonesia berlandaskan prinsip sistem mayoritas yang diimplementasikan dalam berbagai bentuk, seperti ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan mekanisme perolehan suara terbanyak bagi calon legislatif maupun eksekutif. Sistem mayoritas ini membuat partai politik berlomba-lomba untuk memperoleh dukungan terbesar dari rakyat agar dapat mendominasi kursi di lembaga legislatif atau memenangkan jabatan eksekutif. Dengan demikian, memahami peran partai politik dalam kerangka sistem mayoritas menjadi kunci untuk melihat bagaimana demokrasi Indonesia bekerja dalam praktiknya.
Dalam sistem mayoritas, partai politik berfungsi sebagai sarana representasi rakyat dan sekaligus pintu utama partisipasi politik. Setiap warga negara yang ingin berkontribusi dalam politik praktis harus menyalurkan aspirasinya melalui partai politik. Representasi ini penting, sebab sistem mayoritas mensyaratkan akumulasi suara yang besar untuk dapat memperoleh kursi atau jabatan publik. Artinya, aspirasi individu maupun kelompok kecil perlu disalurkan melalui organisasi politik agar bisa diperhitungkan dalam arena pemilu. Tanpa partai politik, suara rakyat akan tersebar dan tidak efektif dalam menentukan hasil pemilu. Oleh karena itu, partai politik berperan mengonsolidasikan suara rakyat dalam sebuah wadah yang jelas, memperbesar kemungkinan untuk menang dalam sistem mayoritas. Hal ini juga memastikan bahwa berbagai kepentingan masyarakat dapat diakomodasi dalam proses politik, meskipun pada akhirnya hanya suara mayoritas yang menentukan pemenang dalam kontestasi pemilu.
Sistem mayoritas mendorong partai politik untuk merumuskan platform dan visi politik yang mampu menarik dukungan luas dari masyarakat. Karena kemenangan ditentukan oleh jumlah suara terbesar, partai harus mampu menawarkan program yang relevan, realistis, dan mudah dipahami oleh pemilih. Platform ini biasanya dituangkan dalam bentuk janji kampanye, agenda pembangunan, hingga sikap politik terhadap isu-isu nasional. Dalam sistem mayoritas, keberhasilan partai dalam menyusun platform akan sangat menentukan jumlah suara yang bisa diraih. Pemilih pun dapat menilai apakah visi dan misi yang ditawarkan selaras dengan kepentingan mereka. Oleh karena itu, partai politik bukan sekadar kendaraan elektoral, melainkan juga aktor yang membentuk arah kebijakan publik di masa depan. Platform inilah yang kemudian menjadi pegangan bagi rakyat untuk menilai kinerja partai, baik sebelum maupun setelah memenangkan pemilu. Dengan kata lain, sistem mayoritas menuntut kejelasan dan konsistensi platform partai.
Dalam sistem mayoritas, rekrutmen calon dan strategi kampanye menjadi faktor krusial bagi partai politik. Partai tidak hanya bertugas menyeleksi kader berkualitas, tetapi juga memastikan bahwa calon tersebut memiliki elektabilitas tinggi di mata rakyat. Karena kemenangan ditentukan oleh suara terbanyak, kandidat yang diusung harus mampu menarik perhatian publik secara luas. Proses kampanye kemudian menjadi arena utama untuk memperkenalkan calon serta mempromosikan platform partai. Bentuk kampanye bervariasi, mulai dari tatap muka langsung, iklan media, debat publik, hingga penggunaan media sosial. Dalam sistem mayoritas, kampanye bukan sekadar formalitas, melainkan medan pertempuran ide dan popularitas. Partai yang gagal menyusun strategi kampanye biasanya akan kesulitan menembus dominasi partai besar. Sebaliknya, kampanye yang efektif dapat mendorong partai meraih suara signifikan dan memenangkan kursi di legislatif maupun jabatan eksekutif. Dengan demikian, sistem mayoritas menempatkan rekrutmen calon dan kampanye sebagai instrumen vital dalam kontestasi politik.
Selain berfungsi elektoral, partai politik dalam sistem mayoritas juga memiliki tanggung jawab dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Partai bertugas meningkatkan kesadaran rakyat tentang hak memilih, kewajiban sebagai warga negara, serta arti penting partisipasi dalam pemilu. Pendidikan politik ini penting karena sistem mayoritas sering kali menimbulkan konsekuensi bahwa suara minoritas bisa terabaikan. Dengan kesadaran politik yang lebih tinggi, rakyat dapat menggunakan hak pilih secara bijaksana dan kritis. Selain itu, partai juga berperan dalam pengawasan pemilu. Mereka membentuk tim pemantau untuk memastikan jalannya pemilu berlangsung adil, jujur, dan transparan. Jika terdapat indikasi kecurangan, partai politik memiliki hak konstitusional untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu, sistem mayoritas tidak hanya menghasilkan pemenang, tetapi juga memastikan integritas demokrasi terjaga melalui fungsi pengawasan yang dijalankan oleh partai politik. Referensi umum menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia juga diharapkan melakukan ini, misalnya dalam laporan-laporan pemantauan Pemilu oleh lembaga independen dan peran partai dalam advokasi penyelenggaraan Pemilu yang adil.
Dalam sistem mayoritas, partai politik yang memenangkan suara terbanyak memperoleh legitimasi untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan politik. Kemenangan tersebut memberikan akses untuk menduduki kursi di legislatif maupun eksekutif. Di legislatif, partai akan terlibat dalam pembentukan undang-undang, pengawasan pemerintah, serta penentuan arah kebijakan nasional. Di eksekutif, partai berhak membentuk pemerintahan, menunjuk kabinet, dan melaksanakan program kerja. Sistem mayoritas menjadikan partai pemenang sebagai penentu utama jalannya roda pemerintahan, sementara partai minoritas berada dalam posisi oposisi. Dengan demikian, sistem ini mendorong terjadinya konsolidasi kekuasaan pada partai mayoritas, yang diharapkan mampu memberikan stabilitas politik. Namun, dominasi mayoritas juga berisiko menimbulkan eksklusi terhadap suara minoritas. Karena itu, partai politik dituntut untuk tetap mengakomodasi kepentingan yang lebih luas agar keputusan politik mencerminkan aspirasi seluruh rakyat, bukan hanya kelompok mayoritas semata.
Secara keseluruhan, peran partai politik dalam pemilu Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kerangka sistem mayoritas yang berlaku. Sistem ini menuntut partai untuk mampu merepresentasikan rakyat, merumuskan platform yang jelas, merekrut calon berkualitas, serta melakukan kampanye yang efektif. Selain itu, partai juga berfungsi sebagai agen pendidikan politik dan pengawas jalannya pemilu. Ketika berhasil meraih mayoritas, partai berperan dalam pengambilan keputusan strategis dan pembentukan pemerintahan. Sistem mayoritas memberikan keuntungan berupa stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan, namun juga menyimpan tantangan berupa potensi marginalisasi kelompok minoritas. Oleh karena itu, partai politik di Indonesia harus menjalankan fungsinya dengan penuh tanggung jawab, memastikan bahwa demokrasi tidak hanya dimaknai sebagai kemenangan mayoritas, tetapi juga sebagai proses inklusif yang menghargai keberagaman suara rakyat. Dengan cara ini, Pemilu tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga sarana memperkuat demokrasi bangsa.
Referensi: https://pojokjakarta.com/2023/07/31/peran-partai-politik-dalam-pemilihan-umum-di-indonesia/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI