Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdamai dengan Diri Sendiri

27 Maret 2017   12:52 Diperbarui: 27 Maret 2017   21:00 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dalam keruwetan hidup selalu ada jalan buat diri sendiri lepas dari kesulitan"][/caption]

Hidup dalam Tekanan

Umur semakin merangkak, tapi tekanan hidup ternyata semakin keras lalu apakah harus mengutuk dan mengeluh.  Memilih bungkam tanpa keluhan.  Jika hidup  terus dirasa berat  pikiran semakin kusut dan penyakit  datang menyergap. Hidup di kota besar dengan uang sebagai tolok ukur kebahagiaan kadang terasa menyakitkan. Apalagi ditambah  teror jiwa dari orang orang terdekat yang ingin mengecap kegembiraan sementara uang yang hadir di kantong pas-pasan. Lalu jika bicara kesenangan yang tertunda membuat hati teriris-iris seakan-akan kita adalah orang yang paling menderita sejagat raya. Ah, betapa susahnya memahami kehidupan ini. Pekerja-pekerja yang kehidupannya pas-pasan mesti berhitung uang untuk satu bulan, berhitung utang dan pajak-pajak yang mengiringi. Uang sekolah anak, kebutuhan-kebutuhan tidak terduga yang membuat emosi tiba-tiba menyambar jika tidak kuat menanggung penderitaan.

Jika setiap  manusia bisa berbagi, bolehlah kesedihan itu terbagi, tapi jika  tidak bisa memberi motivasi hanya memberi rasa takut dan ketidakpercayaan diri bagaimana bisa menyambut hari depan dengan tenang. Inilah salah satu teror yang mengancam ketenangan jiwa, segala ketakutan, kekhawatiran akan hidup  membuat hidup selalu merasa kurang, kurang dan kurang. Apakah itu yang disebut mental orang miskin.

Kehidupan itu sebuah Ujian

Hidup itu penuh resiko, hidup itu penuh ujian. Tidak perlu menyesal jika telah memilih, yang terpenting adalah menjalani dengan penuh syukur. Manusia akan semakin dewasa ketika ujian-ujian terberat bisa dilalui. Rasa bahagia itu adalah saat ketika kita kekurangan tapi masih bisa bersyukur atas rejeki yang yang telah diperoleh. Tersenyum itu adalah siraman motivasi untuk menyambut ujian kehidupan dengan penuh optimisme.

Jika stres datang segeralah berdialog dengan diri sendiri, bertanyalah apa yang membuat stres. Apakah persoalan keuangan, apakah persoalan itu karena pasangan hidup, apakah perasaan menderita itu karena nasib yang membuat kita beda dengan teman, saudara, tetangga dan lingkungan. Jika karena persoalannya adalah nasib yang membuat kita beda kembalilah ke diri sendiri. apakah kita tak pernah merasa bahagia.

Cobalah sebagai sebuah keluarga ( suami, istri,anak, kakek, nenek) masih ada,  tapi mengapa masih merasa sedih dan kurang. Rumah, kita sudah tidur dan berteduh di tempat yang lebih nyaman daripada pengemis kota yang hanya tidur beralaskan koran dan tumpukan barang bekas di gerobak karatan, siapa yang lebih menderita. Gaji, gaji sudah cukup besar untuk sebuah keluarga dengan konsep sederhana, tidak perlu harus meniru kehidupan glamour tetangga, artis dan publik figur. Ukur saja baju sendiri, apakah ukuran kebahagiaan itu karena  nasib membuat manusia merasa selalu terlilit dalam kekurangan demi kekurangan dan karena kepala rumah tangga tidak berusaha keras memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin besar dalam himpitan ekonomi di kota besar semacam Jakarta.

Kebahagiaan itu sederhana, tidak rumit, jika ada masalah pecahkan bersama jika ada kegelapan nyalakan pelita. Tidak usah terjebak dalam melankoli kehidupan. Nasib itu di tangan Tuhan. Hak manusia adalah bersyukur dan bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan sepanjang hari. Tapi di atas semua ini setiap manusia selalu harus berusaha keras untuk mengais rejeki, semampu dan sekuat yang manusia bisa, tidak terlalu ngoyo dan ngotot, tapi juga tidak terlalu santai.

Jika terlalu ngotot dan memaksa diri hasilnya hanyalah penyakit tapi jika terlalu santai rejeki yang diperoleh juga tidak akan sesuai harapan kita. Fokus kerja, berdedikasi, ringan tangan, hilangkan kebiasaan mengeluh dan merasa tidak puas atas yang diterima selama ini. Tuhan sudah membagi adil kebahagiaan, Tuhan sudah memberi setimpal usaha manusia. Sujud syukur, rasa bahagia meski pendapatan tidak seberapa membuat Tuhan akan melipatgandakan rejeki dalam bentuk lain.

Teror Jiwa harus di lawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun