Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mencari Popularitas di Tengah Keprihatinan

7 Agustus 2021   05:57 Diperbarui: 7 Agustus 2021   05:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk Tokoh Partai (Kompas.com )

Bukan malah membuat isu- isu yang meresahkan yang membuat situasi dan kondisi semakiin ruwet. Menyebar hoaks bahwa pandemi hanyalah konspirasi, bagian dari strategi pemerintah menakut- nakuti masyarakat. Bagaimana logikanya. 

Pemerintah sudah keluar banyak untuk membantu masyarakat, menalangi biaya kesembuhan mereka yang terjangkit covid, terpaksa membuat kebijakan tidak populer untuk mencegah wabah semakin parah. 

Tetapi kenyataannya banyak masyarakat tidak taat aturan, termakan hasutan, termakan oleh berita yang berseliweran yang ternyata omong kosong belaka. Ujaran kebencian menyeruak, banyak yang akhirnya lebih suka menanggapi kata- kata nyinyir dari oposisi.

Oposisi saat ini kadang konyol, menciptakan antagonisme dengan memanfaatkan wabah untuk memojokkan penguasa atau lawan politiknya. Seringkali politisi memanfaatkan agama untuk membangun dukungan dan agama yang seharusnya menjadi pendamai dan penyebar kebaikan terkadang dan sering menjadi biang konflik. 

Para pemuka agama ( oknum tertentu ) malah membuat statemen menyesatkan sehingga lebih mempercayai upaya pencegahan menjadi percuma saat para pemuka agama itu lebih mengedepankan ego daripada kepentingan bersama.

Contohnya ketika ada larangan beribadah di tempat ibadah, ada beberapa pemuka agama menentang keras dengan dalil dan tafsir yang seakan mengandung kebenaran mutlak. Akibatnya banyak orang tidak patuh dan cenderung menggugat kebijakan pemerintah yang kalau dipatuhi bersama badai pasti cepat berlalu.

Kini saat kepatuhan dilanggar dan ada bom penngkatan penderita dan korban wabah, tudingan malah dialamatkan penentu kebijaksanaan. Mereka menganggap pemerintah tidak becus mencegah terjadinya peningkatan korban. 

Seharusnya masyarakat introspeksi, apakah semua salah pemerintah. Apa yang terjadi ketika jauh - jauh hari pemerintah melarang mudik tapi banyak masyarakat dengan bangga melanggarnya? 

Mereka tidak menyadari munculnya kuster baru wabah covid saat mereka pulang kampung. Daerah yang semula aman menjadi zona merah penularan covid. Daerah- daerah yang menjadi daerah tujuan mudik menjadi kluster baru wabah dan banyak korban bertumbangan, korban meninggal pun meningkat tajam.

 Para politisi, pekalah. Berhenti sejenak membuat blunder. Mari bersama- sama dulu menyatukan visi untuk menghentikan wabah. Beri bantuan menyebarkan vaksin, terutama di daerah- daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Vaksin itu sangat berguna untuk membangun imun dan bila prosentasi penduduk yang mendapatkan vaksin sudah lebih dari 80 % lebih maka masyarakat lebih nyaman bekerja di luar dan menggeliatkan kembali perekonomian yang sempat terpuruk. Sabar sedikit, toh masyarakat akan mencatat jasa politisi. Bukan sekedar perusuh, tetapi tercatat sebagai penyumbang utama pencegahan wabah itu khan lebih baik daripada gencar membangun nama dengan pemasangan spanduk di mana- mana.

Maaf masukan saya ini hanya suara lirih dari angin yang berhembus dari sisi masyarakat. Mungkin bagi para politisi hanyalah omong kosong. Mereka jauh lebih pandai dan hal strateji, mereka lebih cerdas dalam pemikiran global, tapi toh apa salahnya mendengar suara lirih tersebut, Barangkali berguna. Salam Merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun