Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Kain Robek Persatuan Menggunakan Jarum Pancasila

1 Juni 2019   14:15 Diperbarui: 1 Juni 2019   14:23 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila sedang diuji oleh merebaknya radikalisme dan Pancasila menjadi perajut persatuan dan Kesatuan bangsa. Ilustrasi gambar karya Joko Dwiatmoko

Tahun 2019 adalah tahun ketegangan politik. Ketika proses pemilu berlangsung dari pembentukan koalisi, penentuan Presiden dan Wakil Presiden, kampanye sampai pencoblosan calon Presiden dan Wakil Presiden, caleg serta anggota DPD masyarakat seperti terbelah. Persatuan terganggu oleh robekan- robekan isu, ujaran kebencian, berita hoaks yang memanaskan suasana.

Hoaks dan Ujaran Kebencian Terus Merebak

Elite politik saling melontarkan opini,saling serang dengan munculnya berita- berita yang tidak sesuai kenyataan. Ada beberapa elite politik sengaja memanaskan suasana dengan melontarkan kecurigaan pada lawan politiknya. Isu- isu lama tentang PKI, Asing, Aseng amat marak. Gong memanasnya suasana pemilu muncul ketika ada gerakan 212 dan suasana pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI. Sejak pemilu kada DKI rasanyanya pembelahan mulai nyata. Politik identitas menguat dan peran agama besar dalam penentuan arah politik.

Balutan agama yang kental membuat suasana memanas, apalagi disinyalir muncul peran organisasi radikal, dan bibit ISIS yang ikut menunggangi suasana politik tanah air. Begitu gencarnya politik identitas sampai melibatkan buzzer, netizen pegiat media sosial saling bersautan melontarkan kata- kata yang memanaskan jiwa dan membuat emosi. Seperti berbalas pantun komentar di media sosial  perang seru yang tidak pernah habis. Ngeri rasanya membaca status  facebook, juga komentarnya yang sangat tidak mencerminkan budaya timur yang katanya santun dan ramah.

Umpatan - umpatan penuh kedengkian, makian- makian sadis bahkan bernada ancaman dengan enteng muncul di media sosial. Lama- lama para pengguna gadget, pegiat media sosial terbiasa untuk melontarkan kritikan dengan melewati batas nalar. Jika mengikuti perkembangan media sosial rasanya kain persatuan telah tercabik- cabik. Susah merajut persatuan ketika setiap orang boleh melontarkan sumpah -- serapah.

 Konflik menjadi buntut dari  degradasi sosial, politik dan memanasnya hubungan antar elite hingga muncul isu bahwa Indonesia akan musnah. Muncul wacana referendum setelah tidak menerima kekalahan pada kontestasi Capres dan Wakil Presiden.

Gaung Pancasila Meredup, Media Sosial Memanas

Gaung Pancasila meredup dengan munculnya ujaran kebencian, hoaks sebagai panggung untuk melawan hegemoni pemerintah. Elite politik yang sebenarnya cerdas dan perpendidikan seperti lupa pelajaran Pancasila. Mereka sengaja memanaskan suasana dengan kritik- kritik tajam yang cenderung mengarah ke fisik. Seorang Profesor doctor yang sebetulnya ilmunya tentang negara dan Pancasila sudah "sundul langit" namun praktiknya mereka malah memprovokasi masyarakat untuk hidup dalam konflik.

Kalau melihat perkembangan politik sekarang ini, rasanya hanya orang- orang muda yang bisa diharapkan untuk menggaungkan kembali nilai- nilai dasar Pancasila. Dengan menguatnya identitas berarti ada ancaman pada rajutan Binneka Tunggal Ika yang bermakna berbeda- beda tetapi tetap satu.

Manusia Indonesia boleh berbeda pendapat, berbeda kepercayaan dan agama. Tetapi Masyarakat tidak boleh melupakan patriotisme bela negara. Jangan Sampai Indonesia terbelah dan terpisah- pisah gara- gara referendum, hal yang mula -- mula muncul ketika ada kontestan pemilu tidak terima dirinya kalah lalu menggaungkan referendum yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pilihan boleh beda, idola boleh beda tetapi saat keputusan hukum mengatakan bahwa Pemenangnya adalah 01 misalnya, Segala persaingan tu sudah usai, yang ada adalah bersama membangun bangsa.

Dalam setiap pertandingan dan kontestasi selalu ada yang menang dan kalah. Seperti layaknya olah raga setiap laga harus ada pemenangnya. Jika kalah ya harus legowo menerima kekalahan. Dengan kekalahan dan kegagalan klub, tim, seseorang harus mau belajar dari kegagalan.

Saatnya Pancasila Kembali Mempersatukan Rakyat

Para Pendiri bangsa ini merumuskan Pancasila tidak mudah. Berat. Mereka harus mengalahkan ego agama, mengalahkan ego suku, etnis, bahasa untuk suksesnya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, telah menyatukan bangsa ini selama hampir 74 Tahun.

Jika elite politik merasa mempunyai jiwa patriot sudahi sengketa, sudahi saling olok mengolok. Segera rajut persatuan dengan selalu berpijak pada Pancasila. Jarum- Jarum Pancasila akan merajut, menyatukan robekan yang membuat persatuan dan kesatuan terpisah.Lambang Negara Garuda Pancasila akan gagah berdiri di barisan paling depan untuk mencegah ormas, ormas, organisasi yang tidak mau mengakui Pancasila sebagai dasar negara.

Hari Ini diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila (Tribunnews.com)
Hari Ini diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila (Tribunnews.com)

Indonesia bukan negara agama dengan balutan identitas yang memisahkan.  Berbeda suku, berbeda agama, berbeda pilihan politik seharusnya dianggap sebagai dinamika bukan ancaman. Kritik dan perdebatan itu wajar tetapi jika sudah mengarah untuk menghina fisik, fanatik, radikal bersikeras memaksa keyakinan ke orang lain harus ditumpas sampai ke akarnya. Tidak ada toleransi kepada mereka yang berusaha mengarahkan negara berubah ideologi karena dasar negara sudah final.

Tidak ada manusia sempurna. Kesempurnaan hanya bisa terjadi jika manusia bisa bekerja sama, saling menyokong untuk kemajuan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun