Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tragedi Tiang Listrik

19 November 2017   05:10 Diperbarui: 19 November 2017   06:26 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ada Mobil Mewah telah menabrakku (Tribunnews.com)

Sang waktu telah mengantarkanku   menikmati  hari dengan cuaca amat sangat panas, hampir mencapai 40 celcius. Aku terpanggang di antara trotoar penuh rumput  dan sekitarku perumahan besar namun sepi karena telah banyak ditinggal penghuninya. Telah terjadi peristiwa besar di kota ini. Banjir besar melanda kota yang penuh berisik ini. Aku satu-satunya  yang masih berdiri dengan fisik penuh luka. Sepanjang malam sejak puluhan tahun lalu, Setiap kali orang-orang yang berjalan melewatiku dengan iseng memukul badanku.  Timbul suara nyaring. Dalam panas terik dan suasana sunyi seperti ini apa yang harus kulakukan. Apakah harus mengumpat, harus memaki, harus teriak-teriak. Siapa yang mau mendengar. Apakah mereka mendengar jeritanku. Orang-orang yang kebetulan lewat di sini adalah orang-orang yang terlalu sibuk dengan dirinya sendiri.

Kota ini aku kira sudah menjadi kota individualis. Mereka bukan bicara pada orang-orang sesamanya, mereka bicara pada benda, kecil, dalam genggaman praktis, tipis, tetapi multifungsi. Sebetulnya sudah puluhan tahun, kurang lebih sejak tahun 2010, ketika booming telpun genggam telah mengubah kebudayaan manusia. Mereka mulai tidak peduli dengan lingkungannya. Mereka telah tergila-gila pada benda kecil yang mampu menghipnotis mereka dengan berbagai  informasi yang menjangkau hampir  seluruh pelosok dunia dalam waktu singkat. Seiring waktu, benda itu mampu mengganti beberapa fungsi komunikasi sehingga orang-orang tidak harus ke mal, ke jalan hanya sekedar memesan sesuatu. Manusia telah masuk dalam dunia maya, dunia kecil yang mampu menyihir mereka  untuk  menggerakkan jari, menggesek-gesek kaca, melihat- gambar-gambar, video tentang salah satu sudut dunia, bisa berkomunikasi dengan melihat wajah dan latar belakangnya. Dari satu dimensi ke dimensi lain. Amazing.

Kini aku tidak heran malah semakin lama merasa aneh, ada apakah dengan manusia, ada apakah dengan jiwa-jiwa mereka yang telah kosong oleh kepedulian. Ketika dunia bisnis, aktifitas kehidupan,  telah dikuasai oleh teknologi. Ketika gedung-gedung hanya mempekerjakan sedikit manusia, dan ketika manusia akhirnya  terlalu gendut karena kurang bergerak dan semakin banyak anak-anak mengalami obesitas, dan penyakit-penyakit aneh yang datang dari dampak radiasi benda berteknologi tinggi. Aku kangen suasana ketika  taman-taman masih penuh teriakan anak, dengan memainkan permainan bersama seperti petak umpet, dan permainan tradisional lain yang memberi rangsangan mereka peduli satu -- sama lainnya.

Aku berdiri, dengan tatapan kosong. Orang-orang yang melihatku seperti melihat benda antik, melihat kenangan sejarah masa lalu barangkali. Apakah mereka tahu peristiwa di tahun 2017, sekitar bulan November. Kalau tidak salah tanggal 16. Senja itu tiba-tiba terjadi peristiwa entah sudah direncanakan atau memang  sebuah takdir. Ada mobil mewah telah menabrakku. Tidak begitu keras, Mobil mewah itu tidak parah rusaknya hanya bamper depan, mesinnya sedikit rusak di bagian depannya. 

Sopirnya masih bisa keluar dan kemudian menelepon rumah sakit terdekat. Ada bos di kursi belakang pingsan entah karena terbentur atau hanya sekedar shock. Tidak jelas, tapi ia kemudian diangkut oleh ojek entah menuju ke mana. Dari selentingan orang-orang yang mengerubungi aku dan mobil mewah itu ,Bos itu adalah seorang petinggi negeri ini, sangat terkenal. Orangnya anteng, tidak telalu banyak bicara.  Tahun tahun belakangan kata orang-orang yang mengrumpi di depanku sambil terheran-heran melihat aku dan mobil yang masih mencium tubuhku. 

Bos itu punya harta yang susah dihitung. Satu rumahnya saja berharga lebih dari ratusan milyar, belum lagi rumah-rumah lainnya. Hartanya tersebar tidak terhitung.  Begitukah sengsaranya orang --orang kaya harus memainkan skenario supaya tidak terjerat hukum. Konon ia sedang menjadi tersangka dan menjadi buron lembaga rasuah bernama KPK. KPK memburunya karena  katanya terlibat korupsi.

Itulah flashback yang terjadi puluhan tahun silam. Entah kasusnya  bagaimana aku tidak tahu. Ada ada saja lelakon manusia itu. Kini aku seperti dijadikan monumen. Ketika  hampir semua besi-besi  tinggi di kota ini telah hampir susah ditemui karena kabel-kabel listrik telah tertanam di perut bumi aku masih berdiri, berkarat, rapuh dan hampir rubuh. Sampai kapankah gerangan aku bisa disingkirkan. Aku ingin memulai hidup baru, bukan sebagai monumen pengingat tingkah laku koruptor, aku ingin dicatat sejarah karena kebaikanku, bukan karena akulah penyebab munculnya lawakan-lawakan untuk menyindir  tingkah laku pejabat korup.

Jakarta, 2030

Seri Catatan Sang Pengkhayal(novel)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun