Mohon tunggu...
Dwi Putri Vidiastuti
Dwi Putri Vidiastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemimpi(n)

Sharing is caring

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Inovatif Nadiem Makarim dalam Menetapkan Kebijakan Pendidikan di Indonesia

25 Oktober 2023   16:15 Diperbarui: 25 Oktober 2023   16:21 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dapat kita ketahui kemampuan organisasionalnya dengan melibatkan berbagai pihak sebelum menetapkan sebuah kebijakan. Selain itu, Ndiem juga tidak malu untuk terus belajar dari negara lain bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, kemampuan beradaptasi dan kebijaksanaannya dalam menetapkan kebijakan perlu diapresiasi dan dapat menjadi teladan.

Inovasi yang digulirkan oleh Nadiem Makarim
Sejak dilantiknya sebagai menteri, Nadiem telah menetapkan beberapa kebijakan inovatif. Pertama, Kebijakan pengahpusan Ujian Nasional (UN) yang selama ini dijadikan kunci kelulusan siswa untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, digantikan dengan uji kompetensi dan survei karakter. Hal ini karena kebanyakan yang nilai UN nya bagus adalah siswa yang memiliki kemampuasn ekonomi lebih sehingga memiliki kesempatan untuk bimbingan belajar, sehingga ini sangat tidak adil bagi siswa yang ekonominya rendah. Selain itu, uji kompetensi ini dilakukan untuk menilai tiga kemampuan yaitu literasi, numerisasi dan karakter.
Kedua, Relaksasi UKT, karena banyak mahasiswa yang akan di drop out karena ketidakmampuan membayar. Sehingga kebijakan relaksasi UKT mampu mengatasi persoalan tersebut. Relaksasi dana BOS, untuk mengantisipasi krisis, sekolah diberi kebebasan untuk mengatur dana BOS, yang sebelumnya dibagi per pagu, sekarang kepala sekolah bebas mengguunakan dana BOS tersebut untuk membayar guru honorer, pembelian sarana prasarana atau untuk membeli kuota internet. Selain itu, dana BOS ditransefer langsung pada sekolah, tidak melaui pemerintah daerah. Hal ini selain menghindari korupsi, juga menjadi lebih efektif. Ketiga, Kebijakan Merdeka Belajar sebagai upaya pemerintah membebaskan tipe pembelajaran sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja. Kebijakan ini membebaskan mahasiswa untuk menghabiskan masa studi selama enam bulan untuk belajar diluar kampus, bisa di perusahaan, maupun lainnya. Sehingga dapat eningkatkan skill kemampuan masiswa sekaligus menambah networking, harapannya ketika lulus kuliah dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan sesuai dengan passionnya. Keempat, Kebijakan POP (Program Organisasi Penggerak) program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Program POP ini mendapat kritik dan menimbulkan polemk, sehingga ada tiga organisasi pendidikan yang lebih memilih mundur dari program ini.

Strategi Difusi Inovasi Nadiem
Difusi inovasi adalah proses dimana inde-ide baru dikomunikasikan ke dalam sistem sosial. Difusi menitikberatkan pada komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Teori difusi inovasi membuktikan bahwa anggota sistem sosial dapat terkena suatu pengaruh untuk menerima suatu inovasi melalui suatu perantara atau opinion leader. Apabila terjadi penyampaian informasi inovasi melalui suatu individu-individu tertentu terlebih dahulu sebagai opinion leader, maka terlihat adanya model two step flow of communication (komunikasi dua tahap). Opinion leader di sini berperan dalam mengkomunikasikan inovasi yang didapat kepada khalayak atau individu lain.

Model komunikasi dua tahap ini juga melibatkan komunikasi interpersonal dan media masa. (Onong, 1986: 76). Penyampaian suatu inovasi kepada anggota sistem sosial tidak hanya mutlak menggunakan suatu perantara. Seseorang dapat terkena efek disebarkannya inovasi secara langsung dari agen perubahan. Model komunikasi multi tahap (multi step of communication) merupakan gabungan diantara model komunikasi satu tahap (powerful effect) dengan komunikasi dua tahap (two step flow of communication). Beberapa komunikan menerima pesan langsung melalui saluran komunikasi dari sumber yang telah berpindah beberapa kali. Model ini tidak membeda-bedakan kedudukan atau peran masing-masing anggota masyarakat dalam proses penyebaran informasi
Kelebihan strategi yang dilakukan Nadiem adalah sedikit demi sedkit namun pasti dalam memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Akan selalu ada rintangan dalam sebuah perubahan dan inovasi, namun Nadiem tetap gigih dengan kebijakan inovatifnya. Hasilnya, meskipun dalam keadaan pandemi covid, pendidikan di Indonesia tetap berjalan, tidak stagnan. Menteri Nadiem lebih melibatkan sektor buttom-up, Nadiem memangkas birokratisasi, sebagai contoh, penyaluran dana BOS yang sebelumnya melalui pemerintah daerah, menjadi langsung bisa disalurkan ke kepala sekolah sehingga hal ini menjadikan lebih efektif.
Kelemahan inovasi Nadiem adalah kurangnya sosialisasi. Sosialisasi adalah salah satu faktor terpenting dalam implementasi kebijakan. Apabila sosialisasi kurang gencar dilakukan maka akan terjadi miss komunikasi antar pihak, seperti yang terjadi pada kebijakan POP (Program Organisasi Penggerak). Sehingga terjadi resistensi, resistensi dapat dihindari jika sosialisasi program dapat diterima oleh semua pihak.

Respon (adopsi) dari Pihak Luar terhadap Inovasi nadiem
Adopsi hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective) maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan oleh change agent (Mardikanto, 1993). Penerimaan ini mengandung arti tidak sekedar tahu terhadap inovasi tersebut, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar.
Terdapat beberapa tahapan adopsi, yaitu dimulai dari awareness (kesadaran); interest (minat); evaluation (evaluasi); trial (mencoba); dan adoption (menerima). Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) berdasarkan tingkat keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih akhirnya seseorang mengadopsi inovasi (Hanafi, 1983: 88). Pengelompokan kategori adopter terdiri dari:
1. Innovators
Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi, Ciri-cirinya adalah petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Menteri Nadiem dapat masuk dalam kategori ini, karena beliau sosok yang menginisiasi sebuah program dan berani mengambil resko. Walaupun terkadang resiko tersebut dapat membahayakan posisi dan jabatannya.
2. Early Adopters (Perintis/Pelopor)
Sebanyak 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Ciri-cirinya adalah para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi. Dalam kebijakan program POP dapat kita lihat, pihak yang menjadi early adaptor adalah Nahdatul Ulama (NU) yang mau bergabung pada program POP yang sebelumnya menolak karena kurangnya sosialisasi.
3. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional)
Sebanyak 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas. Dilihat dari kebijakan POP, maka Muhammadiyah dan PGRI sebagai pihak yang resisten itu masuk dalam kategori Laggards. Pemikirannya masih tradisional dan sulit menerima perubahan.

Strategi Nadiem dalam merespon resistensi terhadap inovasinya
Sejak dilantiknya Nadiem sebagai menteri Pendidikan, tentu tidak mudah bagi Nadiem menjadi seorang pembuat kebijakan, namun kemampuan organisasional dan individual yang dimiliki oleh Nadiem mampu menghadapi segala persoalan yang dihadapi dalam sebuah organisasi. Tidak semua kebijakan inovasi akan diterima oleh masyarakat. Itulah sebabnya peran pemimpin sangat dibutuhkan dalam hal ini.

Resistensi suatu kebijakan merupakan sebuah persoalan yang harus dihadapi oleh seorang pengambil keputusan. Namun, bagaimana seorang pemimpin mampu mengatasi resistensi itulah yang terpenting. Salah satu kebijakan Nadiem yang menimbulkan kontroversi dan resistensi adalah kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP). Organisasi penggerak terbesar di Indonesia yaitu NU, Muhammadiyah dan PGRI menyatakan mundur dari organisasi penggerak dibawah Kemendikbud sebagai bentuk protes akan ditetapkan kebijakan POP.

Menghadapi persoalan tersebut, Nadiem mendatangi pihak yang menolak dengan kebijakan tersebut dan meminta maaf, mendengarkan kritikan dan berdiskusi dengan mahasiswa dengan syarat tidak hanya mengkritik saja tapi harus memberikan solusi. Merangkul semua kalangan dengan tidak menyalahkan pihak lain yang menjadi ketidakberjalannya sistem Pendidikan di Indonesia.
Dan George R. Terry (1964) mengemukakan 10 sifat pemimin antara lain stabilitas emosi sebagai bentuk kendali emosi pemimpin untuk tidak mudah marah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara emosional, ian menghormati orang lain, toleran kepada kelemahan orang dan bisa memaafkan kesalahan yang tidak terlalu prinsipil yang mengarahkan untuk mencapai lingkungan social yang rukun damai, harmonis dan menyenangkan. Setidaknya Nadiem memiliki sifat pemimpin seperti yang disebutkan George diatas.

Nadim merangkul semua kalangan baik followers atau pihak yang resisten dengan kebijakannya dengan menghindari perpecahan kelompok. Dengan mendatangi pihak yang resisten bahkan termasuk golongan Laggard serta meminta maaf, Nadiem sudah menjadikan dirinya sebagai aplikator teori kepemimpinan strategis dan inovatif. terobosan inovasi yang dilakukan mas menteri menjadi sorotan publik, bukan hanya menerima tetapi tidak sedikit jugayang menolak inovasi. Keteladanan kepemimpinan Nadiem ini menyita perhatian publik, dengan sangat rendah ati mau meminta maaf dan memohon bimbingan kepada Muhammadiyah dan PGRI, meminta maaf bukan berarti salah, tetapi ada ketidaksempurnaan dalam Bersimpati dengan meminta maaf, bukan berarti salah, ada ketidaksempurnaan alam implementasi program. Reesistensi adalah sebuah hal yang wajar dalam sebuah perubahan. Tidak ada perubahan tanpa resiko, tidak ada perubahan tanpa resistensi.program POP.

DAFTAR PUSTAKA
Annur, Ayu Mutiara. 2013. Difusi dan Adopsi Inovasi Penanggulangan Kemiskinan (Studi difusi dan adopsi inovasi dalam layanan “membela wong cilik” unit playanan terpadu penanggulangan kemiskinan (UPTPK) di Kabupaten Sragen). Vol.IV No.1
Boal, K. B, & Hooijberg, R .2001. Strategic Leadership Reaserch: Movin On. The Leadership Quarterly, 11 (4), 515-549.
Davies. B. J., & Davies. B .2004. Strategic Leadership. School leadership & Management, 24 (1). 29-38.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press
Ramli, Muhammad .2017. Kepemimpinan Inovatif dalam Implementasi kebijakan Strategis Pemerintah Kota Makassar. Jurnal Politik Profetik Vol.5, No.2
Sandford Borins, (2002),"Leadership and innovation in the public sector", Leadership & Organization Development Journal,Vol. 23 Iss 8 pp. 467 - 476

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun