Bergaya, cekrek, upload ...
Like, like, like, like, like, ...
Tanpa kita sadari, kita begitu bangga ketika berfoto di depan spanduk kegiatan yang kita ikuti. Itu manusiawi, karena memang yang mengikuti kegiatan (terutama yang dilaksanakan instansi pemerintah) adalah orang-orang tertentu saja, bahkan termasuk orang-orang pilihan. Kita patut berbangga hati.
Tapi, eksistensi seseorang yang mengikuti kegiatan (terutama workshop bagi guru), bukan hanya pada status di media sosial yang memasang foto dengan latar belakang spanduk workshop. Lebih dari itu, eksistensi seorang guru dapat dilihat dari sejauh mana kemampuannya menyerap materi workshop, membagikannya kepada rekan sejawat dan sejauh mana kebermafaatannya bagi pengembangan diri dan profesionalisme.
Seorang guru peserta workshop dengan tingkat eksistensi tinggi adalah:
Memandang workshop bukan sebagai acara liburan; workshop seringkali diadakan di tempat yang nyaman, hotel terutama. Bahkan, banyak yang menganggap bahwa mengikuti workhsop adalah liburan dan perbaikan gizi. Wajar, karena memang fasilitas yang disediakan untuk peserta workshop tidak main-main. Tempat tidur, makanan, semua terjamin.
Sebagai seorang guru dengan eksistensi tinggi, akan memandang workshop bukan hanya sekedar itu, tapi mengikuti workshop adalah kesempatan emas (yang tidak semua orang mendapatkannya) untuk mengembangkan diri. Sebagaimana dalam Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, guru diwajibkan melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Mengikuti workshop adalah salah cara guru melaksanakan pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensinya.
Workshop bukan hanya tentang upload status di media sosial; perkembangan media sosial telah merambah ke setiap tingkatan usia dan profesi. Pun dengan guru. Guru mempunyai akun Facebook, akun Twitter, akun Instagram, grup WhatsApp dan media sosial lainnya. Orang lain dapat mengetahui aktivitas kita hanya dengan melihat status kita di media sosial.
"Ilmu bagaikan kuda liar, dan tulisan adalah pengikatnya". Untuk menunjukkan eksistensi kita, setelah kita meng-upload foto berlatar spanduk workshop, alangkah lebih baik jika status yang kita tulis di media sosial adalah isi materi workshop. Foto yang kita upload adalah foto materi yang kita catat. Yang kita share ke grup adalah informasi penting dari pemateri workshop.
Menyerap materi workshop dengan baik; karena tidak semua orang bisa mengikuti workshop. Maka kita harus benar-benar menyerap materi workshop dengan baik, agar bisa diingat, dimengerti dan dipahami serta dapat dibagikan kepada orang lain, dan tentunya akan memberikan kebermanfaatan yang lebih terhadap materi yang kita dapat.
Peserta workshop yang baik adalah peserta yang mengikuti setiap materi workshop dengan baik. Mendengarkan dengan baik agar tidak mudah lupa, menyimak dengan baik agar dapat selalu ingat, mempraktekkan agar bisa dimengerti dan dipahami.
Membagikan ilmu kepada teman sejawat; bagaikan pertumbuhan penduduk, ilmu yang kita bagikan kepada orang lain akan mengikuti deret ukur. Semakin banyak kita membagikan ilmu kepada orang lain, maka orang yang merasakan ilmu tersebut akan berlipat-lipat banyaknya.
Banyak cara dapat dilakukan untuk membagikan ilmu kepada orang lain. Sekembalinya dari mengikuti kegiatan workshop, kita bisa berbagi ilmu dengan rekan guru di sekolah. Kita bisa menjadi tutor sejawat melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG). Atau kita bisa melaksanakan workshop lanjutan sederhana.
Mengaplikasikan hasil workshop; kita lakukan maka kita paham. Ilmu tanpa diaplikasikan bagaikan pepesan kosong, tidak berarti apa-apa. Maka dari itu, ilmu yang telah kita peroleh, kita terapkan. Dengan teman sejawat yang telah kita bagi ilmu, kita bisa bersama-sama mengaplikasikan ilmu yang didapat.
Jadi, eksistensi guru bukan dilihat dari postingan di media sosial, tapi dilihat dari kesediannya terus mengembangkan diri dan memberi manfaat bagi orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI