"Biasakan membeli barang karena kebutuhan, bukan karena keinginan." Entah kalimat motivasi nan bijaksana itu diucapkan oleh siapa, namun sangat mengena bagi saya dan sangat sesuai dengan anggaran rumah tangga.
Sejak sebelum menikah dan saya masih bekerja kantoran yang notabene memiliki gaji bulanan, masalah belanja barang selalu menyita pikiran sebab banyak pertimbangan.Â
Percaya atau tidak, hanya untuk beli sepatu kanvas seharga 50 ribu waktu itu saya butuh semedi beberapa hari. "Sepatu lama masih bisa dijahit lagi kan, tapi kan sudah buluk, emang perlu diganti. Tapi duitnya bisa buat beli pulsa bulan ini..duh gimana" Pertimbangan masak-masak hingga matang sempurna sudah biasa saya lakukan sebelum merogoh kocek mengorek anggaran. Kebiasaan itu tetap terbawa ketika berumah tangga, hingga terlontar dari bibir suami "Beli sprei saja mikirnya seperti mau beli pesawat"
Maka jika hadir satu set spatula berbahan kayu di meja dapur kami, dapat dipastikan ini bukan karena gaya-gayaan atau ikut-ikutan karena sedang trend agar tidak tampak ketinggalan zaman.
Spatula kayu ini saya butuhkan sebagai pasangan peralatan dapur dan penanak nasi agar alat-alat itu tidak mudah terkelupas oleh bahan spatula dari logam. Ya gimana, pernah nyoba spatula berbahan semacam plastik tebal ternyata tidak tahan panas.
Kemudian saya merenung, spatula-spatula kayu ini telah menempuh perjalanan panjang sebelum sampai di depan pintu pagar, dihantarkan abang kurir JNE dengan panggilan bersemangat "pakeeet'' untuk kemudian menjadi bagian dari aktivitas dapur dan meja makan kami.
Terbayang kesibukan para saudagar kayu memilih bahan terbaik tanpa merusak hutan. Terbayang lelahnya pengrajin membentuk spatula, menghaluskan, memastikan kualitasnya sesuai harapan. Hingga para pejuang ekonomi, pedagang-pedagang online yang memasarkannya melalui marketplace maupun media sosial.
Perjalanan para spatula tak berhenti di pajangan etalase dunia maya. Ketika bertemu jodoh pembelinya serta merta si pedagang menyambut closing dengan riang gembira. Mengemasnya dengan suka cita, membawanya ke counter JNE terdekat sembari mengucapkan salam perpisahan "Baik-baiklah kalian, semoga tiba di tangan pembeli dengan selamat."
Ya, pengalaman pribadi mengirimkan barang melalui JNE insyaallah tiba dengan selamat. Pernah suatu ketika kami sedang berada di luar kota. Paket barang berharga datang lebih cepat dari perkiraan, saya nggak mengira meski tanggal merah pengiriman paket dari rumah ke rumah tetap jalan.Â
Abang kurir JNE menyempatkan menelepon saya menanyakan bagaimana nasib barang kiriman ini, apakah dikembalikan ke gudang untuk kemudian dibawa kembali ke rumah kami jika telah tiba di rumah, atau dititipkan di tetangga sebelah. Ketika kami memilih menitipkan ke tetangga, abang kurir menyempatkan memotret si penerima dan mengirimkan melalui Whatsapp kepada kami sebagai bukti identifikasi.