Mohon tunggu...
Dewi Handayani
Dewi Handayani Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

Seorang wanita biasa yang beruntung karena didampingi ayah popeye, Aliong dan Aling yang luar biasa. Masih banyak yang harus dipelajari, terlalu banyak yang belum dipahami, sangat disayangkan kalau tidak mau berbagi... Learning by sharing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sengsara Berkepanjangan di Balik Nikmat Sesaat Lintingan Rokok

6 Oktober 2017   17:31 Diperbarui: 7 Oktober 2017   15:23 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Wacana yang telah terlanjur beredar baru-baru ini tetang pemberlakuan cukai tinggi untuk rokok menjadi kontroversi yang mengundang pendapat pro dan kontra berdasarkan kepentingan dan persepsi masing-masing pihak. Ada yang pro, karena dianggap kebijakan ini efektif untuk mengurangi jumlah perokok sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Di samping itu, ada juga yang kontra, karena kebijakan ini dianggap dapat mematikan perusahaan produsen rokok yang konon katanya selama ini telah menyumbangkan pendapatan yang besar untuk negara.

Tidak itu saja, kebijakan ini juga dianggap dapat mengancam kehidupan para petani tembakau dan para buruh linting di perusahaan-perusahaan rokok tersebut. Sengaja opini ini ditulis dari sudut pandang kebanyakan ibu rumah tangga dari keluarga sangat miskin yang saya dampingi dalam Program Keluarga Harapan di Kecamatan Bengkalis. Semoga saja dapat mewakili suara hati istri-istri lain di bumi Indonesia ini.

Tidak banyak istri yang berani berkeluh kesah terang-terangan atas kebiasaan merokok para suami, karena kebiasaan ini sudah dimaklumi dan dianggap hak prerogatif suami yang telah bekerja keras menafkahi keluarga. Sementara istri sebagai penanggung jawab pengelola anggaran belanja rumah tangga harus bijak berhemat jimat mencukup-cukupkan uang jatah belanja yang diberikan suami untuk berbagai keperluan seluruh anggota keluarga, dari menyediakan makanan (yang secara teori harusnya lezat dan bergizi), untuk keperluan sekolah anak, serta untuk menalangi biaya tak terduga lainnya (misalnya biaya berobat anggota keluarga yang sakit).

Bahkan adakalanya uang belanja yang jauh dari cukup itu terpaksa harus dikurangi untuk membeli rokok suami yang konon katanya tidak berasapnya mulut dapat menyulut, emosi dan membuat amarah naik tinggi tak terkendali. Malangnya terkadang suami tak mau peduli, walau untuk itu sang istri harus bertandang ke tetangga kanan kiri, atau menendang ke sana sini hanya sekedar untuk mencukupi.

Kenaikan harga rokok ternyata juga jadi dilema di mata para istri. Bagaikan dua sisi mata pisau, dapat lebih meringankan masalah ekonomi keluarga jika saja kenaikan ini bisa membuat sang suami kapok dan langsung berhenti merokok, sehingga uang yang biasa dibelikan rokok dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan keluarga atau bahkan untuk tabungan masa depan. Tapi sebaliknya di sisi lain, bisa jadi kenaikan harga rokok jadi menambah masalah karena sang suami ngotot tetap merokok, sehingga berimbas pada nominal anggaran belanja yang berkurang dan tingkat defisitnya semakin memprihatinkan. Padahal tanpa adanya kenaikan harga rokok ini saja kehidupan sudah terasa sulit dengan hutang yang melilit. Semakin was-was karena harga beras yang sudah tidak lagi waras, ditambah cabai yang harganya semakin pedas, kehidupan tidak lagi manis karena harga gula melonjak drastis.

Bukannya para suami tidak memahami kenyataan ini dan enggan untuk mengakhiri, tapi kebiasaan itu seakan susah untuk dihentikan karena merokok mempunyai beberapa efek yang menyenangkan bagi penikmatnya. Setiap satu hisapan dari lintingan rokok menimbulkan sensasi yang berbeda, Banyak perokok berpendapat bahwa rokok dapat meredakan rasa lelah, stress atau frustasi, mengusir rasa kantuk, rasa takut dan rasa cemas. Rokok juga dianggap sebagai sumber inspirasi dan ide walaupun terkadang tidak logis dan realistis. Merokok juga dapat membangkitkan rasa percaya diri, meningkatkan konsentrasi dan dapat mencairkan suasana.

Apalagi pada saat ini rokok masih diperdagangkan bebas di setiap toko atau kedai kecil dengan harga relatif terjangkau di kisaran Rp 8000 hingga Rp 21000. Jika tidak mampu beli per-bungkus, rokok dapat dibeli eceran per-batang. Pembelian rokok juga tidak dibatasi usia, mirisnya bahkan banyak orangtua yang menyuruh anaknya membelikan rokok. Mudahnya akses untuk memperoleh rokok membuat banyak anak yang masih berusia SD sudah coba-coba merokok, bahkan ada yang kecanduan,sampai nekat mencuri untuk dapat membeli rokok.

Dapat dikatakan Indonesia adalah surganya para perokok. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementrian Kesehatan RI, 51.1 % dari total penduduk Indonesia adalah perokok, dan  menempatkan Indonesia  sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak se-Asia Tenggara dan di dunia menduduki peringkat kedua. Yang membuat semakin miris adalah perokok tersebut kebanyakan berasal dari kelompok miskin. Prevalensi perokok di Indonesia berdasarkan jenis pekerjaannya, kelompok petani, nelayan dan buruh adalah proposi perokok aktif setiap hari yang terbesar dengan persentase 44.5 persen dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya seperti pegawai sebesar 33.6 persen dan wiraswasta 39.8 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan yang menjadi korban utama rokok adalah penduduk miskin.

Pada umumnya perokok menyadari bahwa merokok itu berbahaya, tidak hanya bagi si perokok saja, akan tetapi juga dapat berakibat fatal bagi orang-orang di sekitarnya, yang dalam hal ini bertindak sebagai perokok pasif, yaitu istri dan anak-anaknya. Di dalam sebatang rokok terdapat berbagai macam kandungan zat atau racun berbahaya seperti tar, nikotin, amfetamin, kokain, serta karbon monoksida yang bisa menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ tubuh manusia seperti mulut, saluran pernafasan, paru-paru, jantung, kandung kemih, saluran reproduksi, saluran darah, dan berbagai organ lainnya.

Meski seruan bahaya merokok sudah beredar di mana-mana (bahkan dicantumkan dalam kemasan rokok dalam bentuk peringatan tertulis dan gambar yang mengerikan), namun tetap tidak bisa menghentikannya. Setidaknya 2 dari 3 pria di Indonesia adalah perokok, dan angka kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok ini mencapai 200.000 orang per tahun.

Dalam sebuah studi yang dilaporkan kepada American Association for Cancer Research di Washington memaparkan bahwa senyawa yang ada di dalam rokok dapat masuk ke dapalam tubuh wanita hamil dan bisa menyebabkan kerusakan genetik, kematian dini (premature death) pada bayi yang dikandung, menganggu pertumbuhan paru-paru dan otak janin, meningkatkan resiko bayi lahir dengan berat badan yang rendah, dan terkena berbagai macam penyakit berbahaya seperti pneumonia, asma, dan bronchitis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun