Fenomena demonstrasi massa di Indonesia kembali mencuat pada tahun 2025, dengan bermunculannya berbagai gelombang aksi dari pelbagai lapisan masyarakat. Mulai dari gerakan mahasiswa berlabel 'Indonesia Gelap' (Dark Indonesia) hingga protes lokal seperti di Pati, Central Java, menunjukan bahwa rakyat semakin vokal dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah (reuters.com, en.wikipedia.org). Demonstrasi ini tidak hanya simbol penolakan, tetapi juga mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap arah kebijakan publik.
Gelombang unjuk rasa 'Indonesia Gelap' dimulai pada Februari 2025, dipicu oleh rencana pemotongan anggaran sebesar sekitar US$19 miliar yang diklaim akan digunakan untuk program makanan bergizi gratis. Namun, rakyat terutama mahasiswa khawatir pemotongan itu berdampak pada kesejahteraan guru dan sektor pendidikan (reuters.com). Aksi ini merebak ke sejumlah kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Medan, diwarnai slogan dan ekspresi menolak kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Tidak hanya di tingkat nasional, aksi juga terjadi di level lokal, seperti demonstrasi besar di Kabupaten Pati pada Agustus 2025. Dipicu oleh rencana kenaikan PBBP2 hingga 250%, aksi menuntut pembatalan kebijakan tersebut serta pencopotan Bupati Sudewo. Lebih dari 85.000 orang turun ke jalan, dan tindakan represif aparat menciptakan situasi yang memanas hingga DPRD Pati membentuk komite investigasi terhadap sang bupati (en.wikipedia.org).
Gelombang berbeda muncul pada awal September dengan tuntutan '17+8 Demands', yang diramu para influencer publik seperti Andovi da Lopez dan Jerome Polin. Gelombang ini menyuarakan 25 tuntutan, perwujudan dari aspirasi rakyat disusun dalam tiga jam, serta dibacakan di depan gedung MPR/DPR (en.wikipedia.org). Inisiatif semacam ini menunjukkan bagaimana media sosial dan figur publik berpengaruh dalam merumuskan dan memobilisasi tuntutan masyarakat.
Jika ditarik ke belakang, akar demonstrasi di Indonesia tidak baru. Sejarah menunjukkan beberapa episentrum penting, seperti Insiden Malari (Januari 1974), ketika demonstrasi mahasiswa yang awalnya damai berubah menjadi kerusuhan dan kekerasan, hingga mencapai pogrom terhadap warga Tionghoa (en.wikipedia.org). Kemudian, Tragedi Trisakti (Mei 1998) menjadi titik balik politik, di mana penembakan terhadap mahasiswa berujung pada pengunduran diri Presiden Suharto (en.wikipedia.org).
Danau Toba Sebuah Mahakarya Alam Dari Letusan Gunung Toba. Baca Selengkapnya...
Konteks hari ini menunjukkan perbedaan pendekatan. Protes 'Indonesia Gelap' dan tuntutan '17+8 Demands' lahir dari kesadaran digital dan kemudahan komunikasi di media sosial. Sementara demonstrasi lokal seperti di Pati mencerminkan akumulasi kekecewaan pada kebijakan yang langsung menyentuh kehidupan rakyat. Strategi tuntutan juga lebih terstruktur dan multiaspek, dibandingkan dulu yang lebih spontan dan emosional.