Mohon tunggu...
Duhita Dundewi
Duhita Dundewi Mohon Tunggu... -

nothing special

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkada Sumut 2018, Asyiknya Survei Politik tapi Tidak Mendidik

25 Juni 2018   10:49 Diperbarui: 25 Juni 2018   10:53 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Survei politik di Indonesia sudah menyimpang jauh dari tujuan mulianya. Ia ibarat pohon yang tumbuh mengingkari benihnya sendiri. Ada benalu yang menempel dalam benih survei yang ikut tumbuh sejak tahun 2003. Benalu itu adalah kepentingan politik, yang mengisap seluruh energi integritas, akuntabilitas, dan independensi data yang seharusnya bisa dihasilkan oleh setiap survei.

Survei politik yang akuntabel pernah tumbuh dikenal di Indonesia. Pada tahun 2003, sebuah lembaga melakukan survei politik tidak dibiayai oleh para elit dan partisan politik yang sedang bersaing memperebutkan kekuasaan, melainkan oleh NGO dari Jepang.  

Survei kala itu dilakukan atas dasar pemikiran bahwa demokrasi Indonesia akan berfungsi efektif dan stabil jika responsif terhadap persepsi, harapan, dan evaluasi publik. Monitoring opini publik secara berkala akan menjadi masukan bagi proses politik dan pembuatan kebijakan yang merupakan kebutuhan dasar sistem demokrasi.

Perlu kita ingat, tahun 2003 itu satu tahun menjelang pemilihan presiden secara langsung pertama di Indonesia (2004). Kita tahu, sebuah lembaga survei yang masih kredibel merilis hasil surveinya sebelum pemungutan suara dilakukan. 

Hasilnya ternyata hampir sama dengan hasil pemungutan suara. Banyak kalangan, terutama di lingkungan para peneliti, terkejut. Kalangan paling dulu aware tentu saja elit-elit politik. Mereka bisa mencium 'nilai guna politik' dari setiap survei politik.

Pihak sorveyor sendiri ngeh dengan fenomena itu. Mereka menjajakan survei, menawarkan jasa survei kepada elit-elit partai politik. Mereka menyebutnya sebagai tindakan edukasi, yang sulit dibedakan artinya dengan kerja marketing. 

Kata 'ilmiah' jadi mantra yang memikat kalangan elit dan jurnalis. Prilaku publik dikuantifikasi, dihitung, diukur, lalu dicari celahnya untuk diintervensi. Apapun bumbu-bumbu yang dimuntahkan dari mulut para surveyor, survei kemudian menjadi kebutuhan baru dalam banyak proses politik. Dari sini terbentuk pola supply dan demand survei politik, sampai kemudian terjadi jual-beli survei politik.

Selama survei politik, survei prilaku pemilih, atau survei apapun namanya, masih sebagai alat evaluasi untuk keperluan pengambilan keputusan, tanpa dipublikasikan, tentu saja masih bisa diterima, sah, dan tidak ada etika komunikasi yang dilanggar. 

Tapi ketika survei dan hasil survei politik menjadi konten komunikasi untuk keperluan kampanye dan propaganda para kontestan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), maka survei dan publikasi hasil survei sudah memasuki ruang yang sama dengan yang ditempati oleh kerja PR dan periklanan. Bobot kebenaran ilmiah dalam data-data hasil survei tidak lagi jadi satu-satunya pertimbangan, melainkan juga efektifitas komunikasi.

Perkembangan terakhir, survei politik tidak bisa lagi dipisahkan dari publikasi. Bahkan banyak survei yang dilakukan untuk keperluan publikasi. Survei prilaku pemilih boleh jadi menggunakan metode ilmiah, tetapi ketika dipublikasin ia sudah berubah menjadi tindakan komunikasi politik.

Perkembangan survei politik tidak berhenti sampai di situ. Kegunaannya sudah jauh melampaui kepentingan evaluasi dan prediksi. Hasil survei yang dipublikasikan sebelum pemungutan suara segera berubah menjadi pedang dengan dua mata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun