Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Pakem1] Pempek Sibuhuan

19 April 2016   18:18 Diperbarui: 19 April 2016   18:26 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pempek Palembang sudah menjadi Kuliner Nusantara
Kemana pun orang Palembang berkunjung, pempek pasti ditanya

“Adakah pempek di sini?”


Itu pertanyaan yang sering muncul di kepala orang Palembang saat merantau. Demikian pula yang terjadi padaku ketika tiba di Sibuhuan, kota kecil terletak di sela Bukit Barisan yang menghubungkan Padang Sidimpuan dan Payakumbuh Sumatera Barat. Kota sejuk nan asri ini dapat ditempuh dari Pekanbaru tak lebih dari 5 – 6 jam perjalanan darat.


Sibuhuan adalah ibukota Kabupaten Padang Lawas, pemekaran dari Tapanuli Selatan, yang pendapatan daerahnya mengandalkan perkebunan kelapa sawit dan karet. Masih banyak penduduk asli yang bermargakan Hasibuan, Harahap, Lubis, Siregar, Pulungan, Gultom dan sebagainya. Sementara pendatang banyak bermukim di perkebunan, umumnya mereka kelompok program transmigrasi era Presiden Soeharto. (Kelak akan aku bahas dalam tulisan lain, tentang kehidupan mereka yang bertahan dari awal membuka lahan transmigrasi hingga sekarang).


Di bulan-bulan pertama kedatanganku, sungguh sangat menyiksa, manakala tidak menemukan pempek, makanan kegemaran yang biasa mengisi perutku dikala sarapan pagi. Aku telah mengitari seluruh isi kota, bahkan hingga ke kota-kota sekitar seperti Gunung Tua, Padang Sidimpuan, Pasir Pangaraian dan Ujung Batu. Tetap saja belum menemukan pempek. Namun apabila sudah tidak tertahankan lagi ingin menikmati pempek, aku rela pergi ke Pekanbaru, karena di sana pempek cukup menjamur. Dan aku sangat bersyukur apabila ada undangan dari Kantor Wilayahku yang berkedudukkan di Medan, sebab di situ ada pempek yang tak kalah nikmatnya dengan Pempek Palembang, yaitu Pempek Sriwijaya di Lapangan Merdeka.

[caption caption="dokumen pribadi pempek smar"][/caption]
Dan kejutan tak terduga terjadilah, sekitar satu bulan yang lalu, depan kantorku di Sibuhuan, parkir mobil putih lengkap dengan spanduk bertuliskan : “Pempek Smar” yang juga menambahkan logo ketenaran Pempek Palembang, serunya lagi mobil tersebut menggunakan plat “BG”, pemilikya datang dari Palembang. Plat “BG” di daerah ini sangat jarang melintas, bahkan sebulan sekalipun belum tentu. Dan ini malah parkir, sungguh menggembirakan hatiku.

[caption caption="dokumen pribadi pempek smar"]

[/caption]
Aku menghampiri mobil tersebut melepaskan kerinduan akan pempek. Penjualnya dua orang suami istri, yang datang dari Prabumulih, salah satu Kota Administratif di Sumatera Selatan, sekitar 190 KM dari Palembang. Kami berbicara dalam Bahasa Palembang, suasana terbangun sangat akrab. Mereka menceritakan perjalanannya hingga terdampar di Sibuhuan.


Awal niatnya berjualan pempek di Pekanbaru, namun kurang laku. Lalu mereka bergeser ke luar kota, hingga tibalah di Kota Sibuhuan nan elok. Setelah mengamati beberapa hari, akhirnya diputuskan untuk berjualan pempek di tempat ini. Tidak ada saingan, itulah yang menjadi kunci utama keberanian mereka.


Pempek Smar cukup lezat, bahannya tetap terbuat dari ikan dan sagu. Mereka juga menyediakan tekwan dan model, makanan turunan pempek dengan kuah yang berbeda. Ramai sekali pembelinya, mungkin karena satu-satunya di Sibuhuan. Pempek Smar mulai buka lapak pukul 17.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Terkadang belum sampai malam sudah habis terjual. Bagi yang datang ke Sibuhuan, tak elok jika tidak menikmati Pempek Smar. Apalagi kalau mengunjungiku, pasti yang kusajikan adalah Pempek Smar ini, he he he.


Sore-sore aku senang nongkrong di situ, di pinggir jalan. Menghirup cuka pempek dan secangkir kopi sangatlah lezat. Menghilangkan sejenak kerinduan akan kampung halaman. Apalagi pasangan suami istri penjual pempek amat bersahaja dan senang bersenda gurau.

[caption caption="dokumen pribadi pempek smar"]

[/caption]
Akhirnya, hari-hariku tak lagi mengalami kerinduan akan pempek. Yang tak bisa dihilangkan adalah kerinduan pada Aisyah, Abang, Ayuk, Kakak dan ibunya. He he he…. Tapi minimal Pempek Smar telah menghilangkan satu persoalan rinduku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun