Mohon tunggu...
Hasudungan Hutasoit (Hts S)
Hasudungan Hutasoit (Hts S) Mohon Tunggu... Sales - Kompasianer abal-abal seperti dulu masih

Kalau tidak bisa peluk ayahmu, peluklah anakmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batak Toba, Tepatkah Pemberian Ulos kepada Pejabat?

26 Juni 2019   12:47 Diperbarui: 26 Juni 2019   13:01 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ulos adalah kain tentun tradisional Batak yang digunakan dalam upacara adat. Pemberian tidaklah boleh sembarangan tetapi mengikuti aturan tertentu.

Perhatian saya kepada adat Dalihan Na Tolu bermula dari tugas akhir di kampus. Sejak itu saya mencari tahu folosofinya. Salah satu yang saya dapat dari penelusuran pustaka dan wawancara, bahwa ulos mengalir dari hulahula ke boru. Sebaliknya boru memberikan piso kepada hulahula. Berdasarkan itu saya beberapa kali bertanya-tanya jika melihat ada aliran ulos yang tidak mengikuti prinsip "ulos mengalir dari hulahula ke boru". Atas dasar apakah pemberian itu? Misalnya ketika seseorang diulosi (diselempangkan ulos) oleh dongan tubu-nya dalam suatu acara. Atau seorang pejabat yang kebetulan datang ke kampung kami atau ke perkumpulan masyarakat Batak Toba di perantauan, dan dia pun diulosi.

Ketika hal itu saya tanyakan melalui media sosial, maka tanggapan yang paling banyak saya dapatkan adalah: itu salah atau itu hanya oleh-oleh/cindera mata. Hal mana setelah saya telusuri kembali asal-usul ulos di dalam pustaka-pustaka, maka saya dapatkan perspektif yang berbeda tentang ulos tersebut.

Tiga Sumber Kehangatan, Ulos, dan Huta
Huta merupakan perkampungan orang Batak Toba. Kampung ini berbentuk persegi empat dengan tembok tanah di sekelilingnya. Hanya ada satu gerbang (harbangan ni huta) untuk keluar dan masuk kampung. Rumah didirikan berhadap-hadapan, dan di bagian tengah kampung merupakan alaman ni huta (halaman) bersama.

Tembok kampung itu ditanami pohon-pohon dan bambu. Karena itu ada syair perumpamaan berbunyi "sinuan bulu sibahen na las". Menanam bambu di sekeliling kampung untuk melindungi penghuninya dari hawa dingin (menjaga kampung tetap hangat). Dalam hal ini bambu berfungsi sebagai selimut yang dalam bahasa Batak Toba disebut ulos.

Ada tiga sumber panas yang diketahui oleh orang Batak Toba, yaitu: mataniari (matahari), api, dan ulos. 

Bagi orang Batak Toba, matahari adalah tanda kehidupan. Matahari adalah sesuatu yang memberi panas tetapi tidaklah pernah membosankan, walaupun dapat melayukan tanaman namun tidaklah dibenci. Sibahen na las so dung hinamohophon; sibahen na rahar na so pola pinarsomahon. Begitulah orang Batak Toba menganggap matahari.

Sedangkan api digambarkan dalam tiga ungkapan berikut: sisulhut saganon di parro ni hagabeon (menyalakan api pada tungku pemanas untuk seorang ibu yang baru melahirkan), sisulhut ranggas di hamamasa ni haleon (pada masa kelaparan di mana tak sempat menunggu sawah, orang-orang membuka ladang dan membakar ranting-ranting kering), dan sisulhut obuk ni halak na paturengeon (membakar rambut orang yang tertidur nyenyak). Jadi api ini sangat penting jika digunakan dengan hati-hati, tetapi sangat berbahaya jika orang yang menggunakannya lalai.

Untuk ulos, pepatah Batak Toba mengatakannya sebagai: sibahen na las na so dung olo mohop (memberi kehangatan tapi tak panas), sialo na ngali sitenggang ombun manorop (melawan dingin, menahan terpaan embun). Begitulah fungsi ulos untuk memberi kehangatan bagi tubuh, menahan terpaan hawa dingin. Sama seperti fungsi bambu yang ditanami sekeliling kampung, menjadi ulos bagi huta.

Pemberian Ulos Untuk Mengalirkan Las Ni Roha (Suka cita)
Selain tubuh badani, orang Batak Toba percaya bahwa setiap manusia bahkan makhuk memilki tondi (roh, jiwa). Tondi ini harus dijaga jangan sampai pergi meninggalkan tubuh. Jika tondi sampai meninggalkan tubuh, maka manusia tersebut akan sakit/menderita. Ulos kain tenun tradisional Batak Toba itu diberikan (diuloshon) adalah maksudnya untuk menyelimuti (mangulosi) jiwa (tondi). Dengan menerima ulos diharapkan penerimanya menerima suka cita (las ni roha). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun