Mohon tunggu...
Em Ridha
Em Ridha Mohon Tunggu... -

Pemungut Ide. masih Memimpikan Pancasila sebagai Resolusi Berbangsa dan Bernegara Founder KITRA TNI POLRI @Kitra_indonesia Pusaka Indonesia Email: Kitra@gmail.com Cp.081213564764 BBM: 5D4F5C3F

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gibran, Angelina, Nawa Cita :Antara Tradisi&Fiksi

14 Juni 2015   09:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini kita diperhadapkan dua tontonan dari anak-anak bangsa yang terjadi hampir dalam waktu bersamaan,   dua peristiwa penting, dua bintang keluarga yang mengundang perhatian bangsa ini, kematian Angelina dan Pernikahan Gibran: mereka  adalah  bintang dari keluarganya masing-masing, keduanya mewakili dua peristiwa keluarga, bintang-bintang keluarga yang hidup satu atap, angelina mewakili tragedi menohok dari keluarga melarat sedang pernikahan gibran mengisyaratkan sempurnanya menjalankan tradisi budaya bagi keluarga mapan, inilah anomali keluarga besar sebab keduanya hidup dalam satu keluarga bernama Indonesia.

Sebagai bagian Keluarga,seluruh Bangsa ini bisa merasakan suka  cita kebahagian Keluarga Gibran, tentunya juga merasakan  duka pedih keluarga Angelin yang tewas di umur 8 tahun, kemiskinan keluarganya mengakibatkan Angelin tidak pernah dibelai dipeluk,di gendong oleh ibu,ayah apalagi kakeknya. Nahasnya hidup hingga matinya Angelin kategori bencana kemanusiaan, Angelin mewakili  jutaan anak-anak bangsa  yang tergorok oleh  paham primitif pemerintah dan politik receh2, sehingga tidak boleh sebatas diintip sebagai  issu Hukum normatif semata.

Parahnya, lagi- lagi bencana ini hanya dijadikan issu dagangan, moment cari duit  lembaga-lembaga  pemerintah dan pencitraan elit Parpol. Angelin merupakan histeria, korban sistem primitif; dimana Pemerintah hanya  berpaham ekonomi vegetatif,mengakui hak warga Negara sebatas kebutuhan makan dan bereproduksi laiknya seekor kambing, Sistem Primitif kekuasaan: yang lemah diterkam oleh yang kuat, kelompok kaya memangsa kelompok melarat, kekuasaan jadi alat proteksi dan jalan tol  bagi pemilik modal, kekuasaan menjadi pabrik   pemiskinan ratusan juta keluarga dimana derita hidup dan matinya warga bagi pemerintah dan elit politisi malah ajang ngamen,garong dan berpesta pora.

Pemerintahan Primitif diantara Tradisi dan Tragedi

                Sosok Angelina mewakili jutaan bintang keluarga yang tergadai sejak usia tiga hari, hingga tewasnya, di usia kanak-kanaknya akibat kemelaratan, dipelihara, diasuh orang tak dikenalnya akibat tergadai utang biaya Rumah Sakit, hidup dari belas kasih, dibunuh oleh pembunuhnya pun karena motif uang (gara2 miskin), yang lebih memilukan saat matinya supaya bisa dikubur dikampung halamannya orang tuanya harus menanti santunan para dermawan dan aksi pemerintah sebagai sinterklas.

                Sedangkan pesta Gibran adalah representasi dari keluarga yang mapan, berkecukupan, diasuh oleh baby sister, sejak kecil, orang tuanya bebas memilihkan fasilitas terbaik, tempat bermain, cara belajar. Bisa memilih sekolah dan tempat kuliah terbaik bagi pembelajarannya baik didalam maupun diluar negeri, hingga jaminan modal orang tua agar  terjun ke dunia bisnis, dapat  menikah dengan cara bebas dan menu sesuai seleranya: malahan diundangannya tercantum:  dilarang memberi sumbangan dalam bentuk apa pun, kebahagian dan suka citanya dapat dicicipi oleh seluruh bangsa ini.        
             Sementara Tragedi angelina merupakan potret hidup jutaan anak-anak bangsa, nasib nahas, tergadai akibat kemiskinan orang tuanya, anak yang lahir di Rumah sakit Bali, tepatnya di negara Indonesia. Orang tua yang tidak mampu tebus biaya persalinan angelina hanya berharap kedermawanan orang-orang kaya agar dapat keluar dari rumah sakit, angelina sebagai Bintang sebuah keluarga namun selama 8 tahun kelembutan sinarnya tidak pernah dikecup peluk oleh keluarga besarnya. Tragedi ini membuktikan betapa Mahalnya ongkos atau biaya hidup dalam kemiskinan, harus dibayar dengan rasa sakit panjang setiap hari, hingga kematiannya secara brutal.

                Indonesia sebagai keluarga besar tidak hentinya-hentinya diserang oleh bencana kemanusiaan, akibat  Kemiskinan Orang Tuanya, kakeknya atau  keluarganya: telah mengorbankan angelina, sakitnya menjadi sakitnya sebagian besar bangsa ini, sebab keluarga Angelina adalah bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia, isak tangisan perihnya kehilangan adalah kehilangan Bangsa ini. Sebagian kelompok dari bangsa ini menyikapi dengan cara dan tendesinya masing-masing.

Semarak Pernikahan Gibran sebagai bintang keluarga besar Jokowi adalah Pendopo menunjukkan kebijaksanaan,  pilihan kesederhanaan, kuatnya rasa kekeluargaan dari mapannya ketahanan ekonomi, sementara kematian angelina harusnya jadi momen koreksi total atas sumber-sumber  pemiskinan agar setiap keluarga di bangsa ini dapat mendampingi bintangnya sebagaimana keluarga besar Jokowi. Fakta menyakitkan dalam setiap bencana kemanusiaan yang melanda bangsa ini justru dimanfaatkan sesuai tradisi, budaya kepentingan politik, masing-masing pemegang kekuasaan:  keluarga besar legislator, keluarga besar elit Parpol, keluarga besar keMenterian sosial, keluarga kementerian pemberdayaan perempuan, keluarga besar KPAI dan lain-lain yang reaksioner, sesuai seleranya, yang intinya Uang,Uang,Uang. pedulinya sesaat karna hanya kedok atau dibalut motivasi duit agar ditambah buat departemennya.

          Fakta Angelina sebagai Bencana kemanusiaan bangsa  ini disambut  pesta politik pencitraan dan kunci membuka akses ke sumber-sumber recehan oleh Elit Parpol yang menyuarakan revisi UU Perlindungan anak agar masuk dalam prolegnas sehingga puluhan juta anggaran pembahasannya dapat mengalir lagi  ke kantong anggota DPR  yang juga hidupnya (dipastikan) penuh trauma kemiskinan atau mungkin lagi balas dendam sama kemiskinan, bukannya merevisi regulasi-regulasi  yang terkait penghancuran kemanusiaan dan keluargaan; sistem penghasilan, Upah atau pun Gajih sebagai sumber pemiskinan yang melanda ratusan juta keluarga bangsa ini.

Tewasnya Angelina dibawah asuhan orang tua angkatnya hanya  jadi pintu masuk bagi kementerian sosial untuk sosialisasi, perketat dan menerapkan peraturan adopsi, agar departemen sosial kebagian receh-receh, bisa memungut biaya pengurusan dari rangkaian panjangnya birokrasi proses adopsi, setali mata uang, kementerian perempuan juga ngomel2 minta anggaran untuk sosialisasi Undang-Undangnya;  menyelam sambil  minum susu seperti itulah tingkah primitif departemen- departemen terkait issu engelin,  kehadirannya bagai lembaga penyantun mewakili pemerintah yang dermawan bagi warga negara yang terdera musibah.

Peristiwa maut Angelina seperti lagu dan judul baru komisioner Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dijadikan panggung untuk  teriak-teriak, mengamen, minta dana dan anggarannya ditambah, kekurangan duit KPAI dianggap sebagai salah satu alasan lemahnya KPAI untuk mengawasi anak-anak setiap  keluarga Indonesia, KPAI sebagai penjelmaan Pemerintahan Sinterklas yang beranggapan anak-anak sangat rentan menjadi korban kekerasan oleh Keluarga dekatnya memang ada benarnya; tapi kalau semua kelemahan KPAI  bersumber dari Uang. Itu sama saja dengan isu utama Keluarga Angelina dan semua keluarga miskin di negeri ini: UANG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun