Mohon tunggu...
Drajatwib
Drajatwib Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis amatiran

Menggores pena menuang gagasan mengungkapkan rasa. Setidaknya lebih baik daripada dipendam dalam benak, terurai lenyap dalam pusaran waktu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pariwisata Bali Masih Sepi, Kenapa?

16 Desember 2017   15:26 Diperbarui: 16 Desember 2017   19:31 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fakta tentang sepinya wisata di Bali sebagai dampak tidak langsung dari aktifitas gunung Agung memang sangat terasa sejak bulan September hingga bulan Desember ini. Pihak yang secara langsung menerima akibat dari hal itu tentusaja para pelaku wisata atau pihak yang berkecimpung langsung maupun tidak langsung dalam bidang hospitality. Karyawan hotel, staff restauran, pedagang sovenir, pengemudi taksi online maupun reguler adalah mereka mereka yang langsung mengalami dampaknya.

Pemerintah bersama sama dengan stake-holder pariwisata seperti PHRI; ASITA bersama dengan Kementerian Pariwisata bahkan BNPB melalui Kahumas-nya Sutopo Purwo Nugroho telah secara aktif melakukan kampanye melalui berbagai media untuk menyuarakan keadaan Bali yang tetap aman meski gunung Agung sedang aktif.

Meski bandara Ngurah Rai sebagai satu satunya pintu masuk ke Bali melalui jalur udara telah beroperasi secara normal sejak tanggal 30 November 2017, namun hingga saat ini setidaknya masih ada 35 penerbangan internasional yang batal masuk ke Bali dan mengalami penurunan hingga 40-50%. Demikian dijelaskan oleh General Manager PT. Angkasa Pura Yanus Suprayogi pada tanggal 13 Desember lalu. Lebih jauh Yanus menjelaskan bahwa dari kalkulasinya diperkirakan setidaknya ada 30.000 penumpang maskapai asing perhari batal berkunjung ke Bali. Sebuah angka yang cukup besar.

Memperhatikan beberapa fakta diatas, sudah semestinya kita bertanya, jika gunung Agung sudah tidak menjadi masalah utama yang menghambat kehadiran wisatawan ke Bali, lalu apa yang masih menjadi kendala atau penyebab.

Melihat Masalah dari Perspektif Pengunjung yang Terdampar di Bali

Bagaimanapun ceritanya, terdampar disuatu tempat ketika seharusnya sudah berada di tempat lain untuk keperluan yang lain tentu tidak menyenangkan. Beberapa orang berargumen dan mengatakan bahwa tidak menjadi masalah terdampar di Bali, toh semua orang masih berlomba lomba untuk bisa berlibur di Bali. Yes. Benar, apabila orang tidak punya agenda lain selain menikmati libur panjang. Lain halnya ketika orang hanya punya waktu terbatas untuk berada di Bali, entah untuk berlibur atau menghadiri meeting dan pada kesempatan berikutnya harus segera meninggalkan Bali untuk keperluan berikutnya.

Dari ribuan orang yang terdampar di Bali ketika bandara Ngurah Rai ditutup pada tanggal 27-30 Nopember 2017 karena terdampak oleh abu vulkanik dari gunung Agung, setidaknya ada beberapa ribu penumpang pesawat udara yang memutuskan untuk segera meninggalkan Bali dan terpaksa memilih alternatif jalan darat menuju Banyuwangi atau Surabaya. Sedangkan sebagian kecil memilih untuk menunggu bandara kembali beroperasi. 

Bagi mereka yang memilih alternatif jalan darat, tentusaja ini merupakan pilihan yang harus diambil untuk keluar dari Bali daripada menunggu dalam ketidak-pastian. Ketika memutuskan, tentusaja mereka sudah membayangkan bahwa pilihan itu mengandung beberapa masalah yang bakal dihadapi; termasuk waktu tempuh melalui jalan darat yang panjang; rasa lelah fisik dan psikis terlebih stress karena tidak pernah membayangkan liburan akan berakhir demikian. Hiruk pikuk pengalihan penumpang penerbangan dari bandara Ngurah Rai menuju ke tiga alternatif tujuan, yakni bandara Blimbingsari di Banyuwangi; bandara Juanda di Surabaya dan bandara Lombok di pulau Lombok terjadi pada tanggal 28 dan 29 November 2017.

Seorang rekan yang mengalami langsung hal ini menuturkan pengalamannya dan berharap ada hal yang bisa dipetik oleh berbagai pihak untuk perbaikan pelayanan.

Pada awalnya pihak airline, maskapai nasional yang dia pilih secara aktif menginformasikan penutupan bandara Ngurah Rai, Bali pada tanggal 27 Nopember melalui pesan SMS yang membuatnya bergegas untuk menuju bandara guna merubah jadwal penerbangan menuju Kupang pada hari itu. Setiba di bandara ia segera menuju ke kantor perwakilan Garuda airline yang berada didekat pintu keberangkatan domestik. Disana sudah penuh dengan calon penumpang yang mengantri untuk minta layanan tunda, pembatalan atau pengalihan penerbangan. Proses reschedule pada hari berikutnya berjalan cukup lancar dan ia kembali ke hotel untuk memperpanjang masa tinggal sampai keesokan harinya dengan catatan apabila airport masih tutup maka ia akan memutuskan untuk memilih alternatif jalan darat menuju bandara Juanda di Surabaya. Dan akhirnya keputusan inilah yang diambil ketika pada tanggal 28 Nopember 2017 bandara Ngurah Rai masih ditutup. 

Setiba di area keberangkatan domestik bandara sudah dipenuhi oleh ratusan calon penumpang yang mengambil keputusan yang sama. Melalui media sosial mereka bisa mengetahui bahwa bandara telah menyediakan angkutan gratis menuju terminal bus Mengwi di Badung, Bali. Petugas yang ada di posko terpadu cukup informatif mengarahkan calon penumpang ke meja registrasi bus angkutan ke terminal Mengwi. Namun suasana yang hiruk pikuk dan pengaturan yang hanya menggunakan alat megaphone untuk memanggil calon penumpang naik ke bus sepertinya mengalami kekacauan. Beberapa nama yang dipanggil tidak mendengar atau tidak merespon. Sedangkan bus yang digunakan juga tidak diberi tanda khusus berupa nomor bus sesuai antrian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun