Dia pun mengajak mengunjungi gerejanya, menemui para jemaatnya  dan mempersilahkan aku memberi pelayanan kesehatan.Â
Dan tatapan penuh syukur, selalu tampak di wajah para jemaatnya.
Namun pada suatu malam, tiba tiba terdengar ledakan sangat besar. Kami langsung masuk dalam tahap " konsinyering". Kami langsung berkumpul dan dalam posisi siaga penuh.
Kanan kiri lokasi bivak kami, penuh dengan suara semak semak yang terinjak. Dan nampak terdengar suara orang berlari. Dan teriakan teriakan dalam bahasa daerah yang tak kupahami.
Suasana gelap. Malam itu sungguh sangat mencekam. Kami semalaman tidak bisa tidur. Mengharap pagi segera tiba. Untuk tahu apa yang terjadi.
Senjataku, kupegang erat. Sambil sesekali mengecek dan berkoordinasi dengan Dan unit intel andalan. Beliau dari kopaska , saat itu berpangkat Mayor. Mayor Heru Kusmanto. Aku memanggilnya mentor. Dan sekarang beliau telah menjadi Pangkoarmada 2 berpangkat Laksmana Muda TNI. Aku merapat bersama beliau juga Kapten Prasetyo, sekarang Laksma TNI, koordinasi melekat. Untuk memastikan semua personil satgat SBJ di desa Sahu yang berjumlah 48 orang, dalam keadaan aman.
Pagipun datang. Aku bersama Dan satgaswil, pasops dan Dan unit intel melakukan pengecekan keliling. Terdengar suara takbir di sekitar wilayah kami. Kami tetap waspada di tempat.
Sampai saatnya pendeta Gomes datang menemuiku.
Sambil menangis, dia memelukku , dan mengajakku ke gereja nya.Â
Aku kesana , tak kuasa aku menahan  tetesan air mata. Ada belasan orang jemaat,  yang  meninggaldan terluka  karena bom bunuh diri. Dan pelaku bom bunuh diri itu adalah seorang anak belia berusia 10 tahun
Yah masih , sepuluh tahun. Jenazahnya sudah diambil oleh para kaum "putih" diiringi takbir, yang aku dengar, saat dini hari tadi menjelang fajar menyingsing datang.