Mohon tunggu...
Bapak Dotexel
Bapak Dotexel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Terimakasih Mami

30 Maret 2017   13:26 Diperbarui: 30 Maret 2017   13:36 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.storycity.lib.ia.us

Pekerjaan kami mengharuskan diriku dan istriku harus berpisah jauh. Dua belas jam perjalanan terdiri dari satu jam udara, ditambah sekitar 10 sampai 11 jam melalui darat.

Kami berdua bekerja. Satu membuka warung berukuran tujuh inchi dan setiap sebulan sekali selalu meninggalkan rumah meninjau warung offline-nya di tiga tempat berbeda. Terbang melintasi cakrawala Indonesia. Dini hari kala hampir semua orang masih lelap tidur, dia sudah keluar dengan taksi ke Gambir dan naik damri ke CKG dan terbang. Istri selalu berusaha memanfaatkan waktunya untuk mengurusi anak-anak kami yang masih kecil-kecil sehingga memilih berjualan di warung berukuran tujuh inchi demi buah hati.

Dulu sewaktu masih belum punya anak, dia memilih untuk membuka warung berukuran 30 cm x 50 cm di Jalan Lintas Sumatra. Suatu daerah yang dulu dikenal dengan istilah mati dem asal top. Orang luar pasti takut ke sana tetapi itu adat yang sebenarnya baik karena menjaga harga diri. Padahal orang-orangnya baik. Sekarang itu tinggal istilah.

Kedua, diriku. Yah, cuma bisa pulang sebulan sekali. Diriku bekerja serabutan demi si buah hati. Lah gimana dengan emaknya, kalau emaknya kan bisa cari duit sendiri. Ha ha ha.

Endak usah, ngomongin aku yang bergaji ala kadarnya. Aku bahagia, istriku bahagia, anak-anakku bahagia. Pokoknya kami baru saja dibuat lintang pukang untuk membeli rumah di kawasan DKI. Harganya ala mak jam, tak ada yang 350 juta. Harganya Rp 1,5 miliar. Celeguk. Belgedhes. Rest tabungan.

Rumah biru itulah yang membuat aku kangen untuk pulang. Rumah biru itulah yang membuat aku semangat untuk tetap mencari rezeki dan membuka rezeki untuk anak-anakku nantinya.

Ahhh. Setiap malam selalu ngobrol sebelum tidur pertelepon. Kalau istriku bilang, bed talk.  Kalau mau pake video call putus-putus, rugi data. Lah ditempatku di gunung 4g kejauhan, 3g agak-agak.Ha ha ha.

Semalam, ketika sedang ngobrol dengan istri dan anak-anak. Si kecil bungsu, bilang mau minta kue. Sayup-sayup dari kejauhan, si kecil bilang, “terimakasih mami.” Celeguk. Leher tercekat. “Sopan banget,” kataku.

Istriku bilang, “loh, anak itu tergantung dengan ibunya. Kalau ibunya mengajarkan disiplin dan memberikan contoh. Anak akan meniru.”

Aku seperti terkena pukulan knock out Mike Tyson dan Gennady Golovkin. Dengan terbata aku mengucapkan, “terimakasih mami.”

Akupun bersyukur pada Tuhan. Bersyukur diberi istri dan anak-anak yang baik. Aku pun lelap tidur dihembus sepoy dinginnya angin pegunungan Sumatra.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun