Dalam pekan ke-7 lanjutan kompetesi Liga Inggris musim 2025/26, Liverpool harus mengakui keperkasaan Crystal Palace (2-1) di Stadion Shelhurst Park (27 September 2025). Kekalahan itu mengakhiri tren kemenangan sempurna Liverpool musim ini.Â
Dengan kata lain, kekalahan dari Crystal menjadi kekalahan perdana Liverpool musim ini.
Juga, itu menjadi edisi kedua di mana Liverpool tak berdaya saat bermain kontra Crystal pada musim ini.
Edisi pertama terjadi tatkala kedua tim bermain pada laga Community Shield awal musim ini. Crystal berstatuskan juara Piala FA musim 2025 menantang Liverpool sebagai juara Liga Inggris musim 2024/25.
Setelah bermain imbang 2-2, nasib kedua tim ditentukan lewat drama adu penalti. Nasib baik berpihak pada Crystal Palace lantaran menang 3-2 atas Liverpool dan Crystal berhak mengangkat trofi Community Shield. Â
Setelah dikecewakan oleh Crystal di Community Shield, Liverpool kembali disengat oleh kesolidan permainan Crystal di Liga Inggris. Kendati Liverpool memegang secara penuh kontrol laga dengan 72 persen penguasaan bola, namun anak-anak asuh Pelatih Arne Slot itu gagal menciptakan peluang-peluang yang mengancam gawang Crystal.
Dari 20 upaya tendangan ke gawang Crystal, Liverpool hanya mencatatkan 4 tembakan ke gawang Crystal. Sebaliknya, Crystal yang menerapkan sistem permainan defensif mampu mencatatkan 7 tembakan ke gawang Liverpool.
Kekalahan itu pun seperti membahasakan jika Liverpool yang mengucurkan uang besar untuk membeli pemain top pada transfer musim lalu bukanlah tim yang tak luput dari cacat celah. Masih jauh dari kesempurnaan.
Masalah lini belakang menjadi salah satu isu yang belum terselesaikan. Duet bek Virgin van Dijk dan Ibrahim Konate gagal menutup dengan baik pola serangan balik Crystal. Sebenarnya, Liverpool sudah menyadari titik lemah di lini belakang sejak awal musim ini.
Upaya Liverpool untuk mendatangkan Marc Guehi dari Crystal pada menit-menit akhir bursa transfer pemain musim lalu tak kesampaian. Kabarnya, pelatih Crystal, O. Glasner harus turun tangan untuk menghalangi transfer salah satu bek terbaiknya. Glasner tak ragu mempertaruhkan karir kepelatihannya apabila Guehi tetap dibiarkan hengkang ke Liverpool.
Kerapuhan lini belakang "The Reds" bisa terbaca lewat jumlah gol yang sudah masuk ke gawang Liverpool. Sejauh ini, sudah 7 gol yang bersarang ke gawang Liverpool di Liga Inggris. Artinya, lini belakang Liverpool seperti berjalan terbalik dengan kualitas lini depan.
Akan tetapi, seturut perjalanan musim, lini depan Liverpool pun mulai disoroti. Terlebih khusus dengan awal lambat dari performa pemain baru Florian Wirtz dan Alexander Isak. Isak yang menjadi pemain termahal Liverpool musim ini baru mencetak 1 gol dan itu terjadi di Carabao Cup.
Awal lambat Isak bisa dipahami lantaran kondisi fisik. Isak agak lama tak terlibat dalam turnamen bersama klub sebelumnya, Newcastle. Untuk itu, Slot tak mau terburu-buru untuk memainkan Isak sehingga tetap mempercayai Hugo Ekitike di lini depan walaupun Isak sudah berhasil direkrut dari Newcastle.
Menjadi tantangan bagi Liverpool pada performa Florian Wirtz. Pemain asal Jerman itu masih belum mencatatkan asis dan gol untuk Liverpool pada musim ini.
Sudah tujuh laga yang telah dimainkan oleh pemain yang dibeli Liverpool dari Bayer Leverkusen tersebut. Pemain yang berharga 116 juta euro itu terlihat belum menunjukkan performa terbaiknya sejak berseragam Liverpool.
Proses adaptasi Wirtz terbilang lambat. Salah satu sebabnya adalah perbedaan gaya bermain antara Inggris dan Jerman.
Di Jerman, Wirtz mempunyai daya komando penuh di lini tengah lantaran intensitas permainan antara tim tak begitu ketat dan keras laiknya di Liga Inggris. Namun, di Liga Inggris, Wirtz harus berhadapan dengan tuntutan fisik yang kuat untuk mengimbangi intensitas rekan-rekan setim di Liverpool dan permainan tim lawan.
Kontra Crystal, Slot mencoba untuk memainkan Wirtz di area sisi kiri permainan Liverpool. Namun, di posisi yang terbilang baru itu, Wirtz tampil abu-abu yang mana sulit untuk mendapatkan bola dari rekan setimnya. Akibatnya, kontribusinya dalam permainan Liverpool menjadi minim.
Wirzt kembali gagal menunjukkan pengaruhnya untuk Liverpool. Pada titik tertentu, situasi itu bisa dimengerti lantaran Wirtz juga terlihat masih dalam proses adaptasi dengan iklim sepak bola Inggris.
Namun, pada titik lain, Wirtz tampak tersandera dengan sistem permainan tim dan juga intensitas permainan di Liga Inggris. Menjadi tantangan bagi Wirtz tatkala timnya menderita kekalahan. Nasibnya bisa menjadi sorotan.
Bagaimana pun, label harga yang disematkan pada pundaknya sewaktu dibeli dari Leverkusen menghadirkan ekspetasi besar dari suporter Liverpool. Ketika tim menderita kekalahan, sasaran tembak suporter pun akan bermuara pada si pemain.
Kekalahan dari Crystal Palace yang terjadi untuk Liverpool seperti judul film, "Liverpool has Fallen." Diperkuat oleh para pemain top dan berharga mahal, Liverpool tak berdaya di hadapan kesolidan Crystal Palace.Â
Performa Crystal seperti memberikan pesan kepada tim-tim lainnya bahwa wajah Liverpool tak seangker dengan harga yang telah dikucurkan pada bursa transfer pemain musim panas lalu.
Salam Bola
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI