Situasi ini terjadi dari satu generasi ke generasi lainnya. Ketika ada anak yang tak mau ke sekolah, dia lebih memilih untuk ke kebun atau pun berternak.Â
Situasi ini membangun persepsi di tengah masyarakat. Karena ini, orang berupaya menjauhi dunia pertanian karena tak mau dipandang sebagai orang gagal.Â
Kalau ditelusuri lebih jauh banyak petani yang merupakan tamatan bangku kuliah. Mereka berpendidikan tinggi dan sekaligus berilmu yang cukup dan kemudian mereka menjadi petani yang handal.Â
Ketiga, menjadi petani tak akan pernah kaya.Â
Barangkali pikiran ini terlahir karena ketiadaan informasi dan pergerakan yang bagus untuk memberikan penyuluhan yang terbaik untuk kehidupan petani. Terlebih lagi harga komoditi di pasaran juga tak memihak jerih lelah para petani.Â
Kerja keras di kebun seolah tak terbayar dengan pendapatan. Makanya, tak sedikit orang yang menilai bahwa menjadi petani tak akan menjadi kaya atau mengubah hidup.Â
Pola pikir ini masih menaungi sebagian masyarakat di sini. Tak ayal, banyak yang ingin agar anak-anak mereka tak boleh menjadi petani.Â
Padahal, menjadi petani memiliki prospek yang bagus. Hal itu sangat bergantung pada kelihaian dan kecerdikan dalam mengolah lahan dan memasarkan hasil pertanian.
Tak dipungkiri, tiga pola pikir di atas sangatlah keliru. Menjadi petani termasuk pekerjaan mulia dan bahkan kalau dikembangkan dengan baik, bekerja sebagai petani termasuk memiliki prospek yang cerah.Â
Tiga pola pikir di atas bisa luntur apabila ada orang yang mau membuktikan secara langsung dari kualitas hidup sebagai petani. Menjadi petani itu untuk siapa saja tanpa kenal status dan bisa meningkatkan taraf hidup yang lebih baik.Â
Selain itu, pola pikir yang salah ini juga luntur apabila dibarengi dukungan pemerintah dan kondisi pasar yang memberikan keuntungan dan kelayakan hidup untuk petani.Â
SalamÂ