Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pep Guardiola Mainkan Strategi Nekat, tetapi Jadi Batu Sandungan

30 Mei 2021   13:58 Diperbarui: 30 Mei 2021   14:07 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pep Guardiola, Pelatih Manchester City. Sumber foto: Getty Images via Goal.com

Chelsea berhasil meraih trofi Liga Champions musim 2020/21 di Portu, Portugal (30/5/21). Kemenangan Chelsea lewat gol tunggal Kai Havertz ke gawang Manchester City sudah cukup untuk mengantarkan Thomas Tuchel dan anak-anak asuhnya ke panggung juara Liga Champions.

Sementara itu, Pep Guardiola dan anak-anak asuhnya hanya bisa menjadi penonton ketika skuad Chelsea mengangkat trofi Liga Champions kedua kalinya dalam sejarah klub "si Biru", julukan Chelsea. 

Final Liga Champiosn di Portu adalah final pertama untuk Manchester City dan final ke-3 untuk Guardiola dalam karirnya sebagai seorang pelatih. 

Baca Juga: Gagal Kuasai Kota Manchester dan Sulitnya Pep Guardiola Bangun Reputasi

11 tahun lalu adalah terakhir kali Guardiola raih trofi Liga Champions. Itu pun terjadi bersama Barcelona, tim profesional pertama yang dilatih oleh mantan pemain Barca ini. 3 musim bersama Bayern Munchen, tak sekalipun Guardiola berhasil membawa Bayern ke final. 

Alih-alih mengakhiri puasa gelar Liga Champions sebagai pelatih dan memenuhi ambisi klub, Guardiola malah kandas di tangan Tuchel. Ini adalah kali ke-3 Guardiola kalah dari Tuchel dalam tahun ini. 

Seyogianya, Guardiola bisa belajar dari 2 kekalahan terdahulu di semifinal Piala FA dan dalam lanjutan Liga Inggris. Seperti skor di final Liga Champions dini hari tadi, skor yang terjadi antara kedua tim pada dua pertemuan sebelumnya tidak terlalu mencolok. Chelsea selalu menang tipis atas Man City. 

Dengan ini, Chelsea terbilang tim yang efektif. Pandai mencari ruang untuk menciptakan gol dan kemudian mempertahankan keunggulan hingga akhir laga. Strategi Chelsea  ini terbukti ampuh ketika bertemu dengan Man City yang mempunyai kemampuan untuk mengubah situasi dalam waktu yang relatif singkat. 

Dalam sebuah kompetesi, kekalahan memang sulit terhindarkan. Kekalahan itu bisa saja disebabkan oleh taktik pelatih. Ya, gol yang tercipta dari Havertz pada babak pertama bisa menunjukkan dari kelemahan taktik yang dimainkan oleh Guardiola.

Secara mengejutkan, Guardiola berani dan nekat tidak memainkan Fernandinho atau Rodri yang berperan sebagai gelandang bertahan. Guardiola lebih memilih Ilkay Gundongan untuk menempati posisi kosong yang ditinggalkan Fernandinho atau Rodri. 

Gundongan bukanlah gelandang bertahan murni. Gundongan lebih sebagai sosok gelandang serang dan pengatur serangan.

Menempatkan Fernandinho atau Rodri sebagai gelandang bertahan sebenarnya bisa mengimbangkan kekuatan para gelandang Chelsea. Terlebih khusus, N'Golo Kante, gelandang kreatif dan bertenaga yang terbilang sebagai sosok yang berpengaruh di tubuh Chelsea. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun