Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengenang Tetangga Kami Saat Mereka Merayakan Ramadan

1 Mei 2021   12:10 Diperbarui: 1 Mei 2021   12:14 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: mentatdgt via Pexels.com

Saya berasal dari salah satu kota di Flores, NTT. Menyebut Flores dalam kaitannya dengan agama, banyak orang langsung berpikir tentang Kristen.

Ya, tempat tinggal saya bermayoritaskan Kristen. Tepatnya, Kristen Katolik.

Saya masih ingat dua tetangga kami. Situasi tahun 90-an. Waktu itu saya masih berada bangku SD.

Transportasi saat itu masih susah. Karena ini, masuk dan keluar dari kabupaten kami terbilang rumit.

Tidak seperti saat ini. Gampang untuk pergi dan masuk ke pulau Flores.

Susah dibayangkan bagaimana dua tetangga kami ini datang ke Flores. Bersama keluarga mereka.

Tetangga kami ini beragama Islam. Perantau dari pulau Jawa. Tinggal di antara kami yang beragama Katolik.

Kami biasa memanggil mereka seturut budaya kami kami memanggil. Biasanya, kami memanggil suami/ayah dan istri/ibu ini seturut anak pertama mereka.

Tetangga pertama, anak pertama mereka bernama Fitri. Lantas, masyarakat kami memanggil bapa Fitri atau pun ibu Fitri. Tetangga kedua, anak pertama mereka bernama Dewi. Jadi, orangtuanya dipanggil Bapa Dewi dan Ibu Dewi. 

Dampaknya, kami tidak familiar dengan nama-nama dari tetangga kami itu. Hanya kenal nama anak pertama. Nama anak pertama ini pun terikat pada orangtua, adik-adiknya dan bahkan barang.

Kebetulan kedua tetangga ini mempunyai usaha kios. Kalau kedua orangtua kami meminta kami untuk berbelanja, mereka tidak menyebut nama dari pemilik. Cukup menyebut, misalnya, pergi berbelanja ke kios dari Fitri atau pun kios dari Dewi. 

Kalau orangtua kami bertanya, siapa yang melayani. Kami pun menjawab jika ibu dari Dewi ataupun ibu dari Fitri yang melayani di kios.

Kendati kedua tetangga ini tidak berasal dari tempat yang sama di pulau Jawa, namun karena kedekatan budaya dan agama, mereka hidup seperti keluarga. Kerap kali saling berkunjung.

Barangkali sama-sama perantau di tanah orang, mereka pun mempunyai kedekatan.

Kami pun mempunyai kedekatan dengan mereka. Masih ingat kalau waktu ramadan. Kedua keluarga ini membuka rumah untuk siapa saja.  

Masih terekam dalam ingatan saya ketika waktu ramadan tiba. Biasanya, orangtua saya pergi ke rumah mereka. Kami juga ikut. Waktu itu saya belum terlalu paham dengan hari raya kaum Muslim.

Yang saya lihat bagaimana keluarga ini mempersiapkan hari raya mereka. Meriah. Banyak makanan. Kue berlimpah. Bahkan apa yang mereka persiapkan untuk hari raya melebihi persiapan kami pada umumnya ketika merayakan hari raya Kristen seperti Natal.

Rumah mereka terbuka untuk tetangga sekitar selama hari raya. Pendeknya, mereka berupaya memberikan yang terbaik untuk tetangga mereka.

Mereka juga mempunyai banyak tamu selama hari raya Ramadan. Jadinya, waktu hari raya kami baru tahu kalau mereka sebenarnya tidak sendirian di kota kami. Ada pula kaum rantauan yang datang ke kota kami seperti mereka.

Kalau saat ini, kaum rantauan sudah banyak. Hal ini terjadi karena faktor transportasi dan peluang usaha yang bisa memberikan keuntungan untuk mereka.

Kendati berada di tanah rantau, mereka merayakan hari raya di bulan ramadan dengan penuh sukacita.

Waktu itu, bangunan Mesjid masih hanya satu. Terletak di pusat kota. Saat ini, sudah ada dua mesjid yang terbangun.

Kadang-kadang kami melihat mereka pergi berdoa. Kelihatannya mereka sangat taat beragama. 

Pasalnya, kalau hari Jumat, kios dari kedua tetangga kami ini selalu tertutup. Kalau bulan Ramadan, mereka tidak membuka usaha sepanjang hari. 

Lama saya tidak melihat tetangga ini. Kira-kira semenjak saya juga sudah mulai bersekolah di luar kota. Masuk asrama.

Tempat tinggal dari keluarga Fitri sudah rata tanah. Berdiri bangunan asrama kepunyaan dari salah satu sekolah.

Sementara rumah dari keluarga Dewi masih berdiri di tempat yang sama. Hanya cet rumah yang berbeda. Akan tetapi, penghuni rumah itu sudah orang yang berbeda.

Kedua tetangga ini yang memberikan kenangan bagaimana orang-orang rantau yang beragama Muslim merayakan hari raya di tanah rantau. Kendati terpisah oleh jarak dengan keluarga mereka di pulau Jawa, keluarga-keluarga ini tetap merayakan hari raya dengan tangan terbuka.

Bahkan mereka pun membuka hati untuk merayakannya bersama tetangga yang sangat berbeda dalam hal iman. Mereka membagi sukacita iman lewat kebersamaan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun