
Ya, banyak kali saya menjumpai anak-anak, konteksnya Filipina, yang dengan berani mengatakan jika orangtua mereka bercerai. Tanpa beban. Walau demikian, mereka tetap menjalin relasi baik dengan kedua orangtua mereka.
Penjelasan atas masalah kepada anak-anak sangatlah penting. Setelah dijelaskan anak-anak memahami dan menerima situasi yang terjadi pada orangtua mereka.
Tentunya, ini bergantung pada pemahaman dari anak-anak itu sendiri. Anak-anak sudah dibekali pemahaman tentang situasi yang sementara terjadi. Namun, awalnya pasti sulit.
Dalam salah satu acara kontes Voice Teen Filipina yang disiarkan salah satu stasiun TV, saya menonton kesaksian hidup salah seorang peserta anak remaja laki-laki. Orangtuanya bercerai.
Dia harus tinggal bersama ibunya. Sementara ayahnya pergi ke Amerika Serikat dan mempunyai keluarga sendiri di AS.
Dari penuturan peserta itu, dia masih merasa kecewa dengan ayahnya walau ayahnya tetap berkontak dengannya.
Reaksi dari presenter acara cukup menarik untuk direnungkan. Menurutnya, orangtuanya boleh saja bercerai sebagai suami dan istri, tetapi mereka tidak boleh bercerai sebagai orangtua. Dalam arti, perceraian itu menghilangkan peran orangtua kepada anak-anak.
Pernyataan ini bisa menjadi undangan bagi banyak orangtua yang memilih perceraian. Perceraian seyogianya tidak memisahkan peran mereka sebagai orangtua. Perceraian boleh saja menghancurkan ikatan antara suami dan istri. Tetapi tanggung jawab mereka sebagai orangtua, ayah dan ibu tidak berakhir, tetapi dilanjutkan.
Ini bisa saja menjadi penghiburan bagi anak. Dengan ini, mereka tidak merasakan perpisahan sebagai situasi yang rumit. Toh, mereka masih merasakan kasih sayang dari kedua belah pihak, sebagai ayah dan ibu.
Hal ini bukanlah mustahil. Banyak orang yang melakukan dan mempraktikkannya. Meski bercerai, mereka tetap memainkan peran mereka sebagai orangtua bagi anak-anak. Dengan ini, anak-anak tidak terlalu berdampak dari keputusan orangtua bercerai sebagai pasangan suami dan istri.