Beberapa di antaranya guna meyakinkan aparatur medis dan pihak medis tentang kesehatan mereka, mereka menunjukkan surat pernyataan tanda sehat. Surat pernyataan tanda sehat itu mereka peroleh dari tempat mereka bekerja dan negara mereka bekerja.
Dengan itu, mereka menjadi aman di mata masyarakat. Tetapi kalau tidak, mereka harus mengikuti aturan karantina. Kalau tidak, masyarakat akan menaruh curiga dipadu dengan rasa cemas.
Selain situasi ini, mulai muncul pandangan berbeda di mata masyarakat tentang siapa saja pemudik dari tanah rantau dan pendatang baru dari luar. Mereka dilihat dengan mata curiga daripada rasa kangen dan hormat laiknya kepada seorang tamu atau anggota komunitas yang lama pergi merantau.
Bukannya ungkapan kerinduan yang didapatkan, malah mereka dilihat dengan kecurigaan. Kecurigaan ini bisa berujung pada rasa marah jika pemudik tidak mengikuti arahan dan aturan yang diterapkan pemerintah.
Kita sementara pada situasi mudik. Beberapa orang mungkin saja sudah mudik ke kampung halaman dan berada di rumah mereka. Beberapa orang mungkin masih berencana untuk mudik.
Hingga saat ini, larangan mudik hanyalah sekadar himbauan. Namanya, himbauan hal itu bisa dituruti tetapi bisa juga tidak. Dengan kata lain, pilihan mudik masih bergantung pada pemudik itu sendiri.
Persoalannya saat para pemudik tiba di tempat tujuan mereka. Di tengah wabah virus Corona pasti ada saja yang menaruh curiga dengan Kehadiran dan keberadaan mereka.
Kecurigaan itu hanya dilatari oleh situasi yang sementara dihadapi. Jadinya, kehadiran mereka bukan mendatangkan rasa nyaman, tetapi kecemasan.
Hemat saya, mudik bisa ditanggukan. Toh, apa jadinya kalau mudik itu hanya menghadirkan rasa curiga dan bukannya kegembiraan bagi sesama. Kalau memang berpendirian untuk mudik, yakinlah jika kita tidak sedang memikul bencana bagi orang yang kita jumpai.