Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sertifikasi Perkawinan, Menjadi Perlu Jika demi Masa Depan Keluarga dan Negara

19 November 2019   04:54 Diperbarui: 19 November 2019   07:31 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto Liputan6.com

Hidup perkawinan selalu terarah pada pembentukan institusi keluarga. Keluarga merupakan institusi kecil dalam konteks sosial, tetapi posisinya bisa mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan sosial tersebut. Karenanya, pernikahan tidak boleh dibuat asal-asalan agar keluarga yang terbentuk pun tidak asal-asalan.

Perkawinan itu juga mesti dibangun bukan semata-mata atas dasar suka sama suka, tetapi dibarengi dengan pengetahuan tentang makna hidup perkawinan dan berkeluarga.

Wacana sertifikasi perkawinan yang hadir akhir-akhir ini bukanlah hal yang baru untuk konteks institusi agama tertentu. Paling tidak, rupa dari sertifikasi ini hampir serupa dengan program yang dilakukan dalam institusi agama Kristen Katolik.

Dalam agama Kristen Katolik, ada salah satu program bagi pasangan yang mau menikah. Program itu berupa seminar pranikah dan menjadi tuntutan wajib bagi yang mau menikah.

Pasangan yang mau menikah itu mendapatkan seminar untuk sekian waktu. Umumnya dilakukan dalam waktu sebulan dan tidak setiap hari. Hanya hari-hari tertentu. Waktunya itu juga bergantung pada kebijakan dari pihak yang berwenang dalam tubuh institusi gereja. Seminar ini menjadi salah satu kewajiban bagi mereka yang mau menikah di Gereja Katolik.


Seminar ini bukan semata-mata soal sertifikatnya. Yang paling penting adalah konten dan pengetahuan dari  seminar yang diberikan itu. Dalam arti, gereja melihat insitusi keluarga merupakan bagian penting dari kehidupan menggereja dan konteks sosial yang lebih luas. Makanya, pasangan yang mau menikah mesti dibekali dengan pengetahuan tertentu.

Biasanya ada tim yang sudah terlatih dalam memberikan seminar itu. Sehingga seminarnya pun tidak sekadar dibuat untuk memenuhi tuntutan aturan.

Konten dari seminar itu pun beraneka macam. Tim pemberi seminar akan memberikan pemahaman tentang makna perkawinan menurut ajaran Gereja, beberapa ajaran dan pengetahuan Gereja mesti dihidupi dalam kehidupan keluarga, tentang kehidupan perkawinan dan berkeluarga secara umum hingga beberapa hal praktis yang bersentuhan dengan kehidupan berkeluarga seperti soal kesehatan reproduksi, tanggung jawab suami-istri dan pendidikan anak.

Sekiranya seminar ini menjadi bekal bagi pasangan baru dalam melihat hidup pernikahan dan keluarga. Setelah seminar itu, mereka akan mendapatkan sertifikat sebagai salah kebutuhan melengkapi dokumen yang dibutuhkan agar pasangan itu bisa nikah di Gereja.

Sertifikat perkawinan yang diwacanakan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy mungkin sedikit identik dengan apa yang sudah terjadi dalam institusi gereja Katolik. Jadi kedua hal itu bisa mempunyai benang merah yang bisa ditarik.

Benang merahnya adalah tujuan dari pemberian sertifikat perkawinan itu  adalah untuk membangun pengetahuan dan pemahaman bagi pasangan yang mau menikah tentang makna perkawinan dan hidup berkeluarga.

Karenanya, saya melihat keluarnya wacana sertifikat perkawinan ini tidak semata-mata sebagai upaya untuk masuknya negara pada ranah pribadi dari warga negara.

Tetapi pada titik ini, negara kelihatannya melihat persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat mesti didekati lewat dan dari dalam institusi keluarga.

Seperti yang saya katakan di atas kalau keluarga adalah institusi penting dalam kehidupan sosial. Tidak bisa dibayangkan kalau kehidupan berkeluarga hancur lebur. Pasti dampaknya sangat berpengaruh besar bukan hanya orang-orang yang ada dalam keluarga tersebut tetapi juga  dalam konteks kehidupan sosial yang lebih luas.

Karena itu, wacana sertifikasi perkawinan mesti dilihat sebagai upaya untuk memecahkan persoalan negara lewat institusi keluarga.

Persoalan-persoalan negara yang bisa dipecahkan lewat institusi keluarga, seperti pengetahuan alat reproduksi, pengetahuan tentang penyakit-penyakit berbahaya, pendidikan anak dan lain sebagainya.

Lewat program yang diwacanakan untuk dibuat selama tiga bulan sekiranya menjadi bekal bagi pasangan baru untuk memaknai kehidupan berkeluarga.

Meski demikian, negara juga mesti tahu demarkasi yang jelas antara porsi negara dan institusi lain, seperti misal institusi agama.

Dalam arti, aturan dan pengetahuan yang diberikan oleh negara lewat program sertifikasi perkawinan tidak menjadi batu sandungan bagi pengetahuan dan pemahaman yang dibangun oleh institusi agama seperti Gereja.

Karena kalau terjadi bentrokan konten dari progam antara negara dan institusi lain, bisa jadi adanya persoalan tentang pemahaman atas makna pernikahan itu sendiri.

Karena itu, peran institusi agama dalam konteks ini sangatlah penting agar menghindari bentrokan di antara kedua pihak. Dengan kata lain, negara dan agama bisa saling melengkapi dalam menyiapkan program ini.

Sertifikasi perkawinan mungkin wacana yang baru untuk konteks kita pada umumnya. Tetapi kita bisa berusaha untuk mencerna wacana ini dalam konteks upaya negara dalam mendidik dan mengayomi warga negara.

Negara bisa saja ingin menggunakan institusi keluarga untuk memecahkan persoalan-persoalan yang bersentuhan langsung dengan konteks keluarga.

Mungkin saja, negara melihat kemandekan dalam pemecahan masalah yang sama selama ini terjadi karena mereka tidak terjun langsung pada institusi keluarga.

Karena itu, terjung langsung dan bermula dari awal pembentukan keluarga itu dinilai sebagai salah satu alternatif untuk menjawabi persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.

Karenanya, sertifikasi perkawinan menjadi perlu kalau tujuannya demi masa depan keluarga itu sendiri dan masa depan negara. Saya yakin upaya pemberian program sertifikasi ini bisa menjadi pengetahuan tambahan bagi pasangan baru sebelum membangun sebuah keluarga. Asalkan juga, program itu benar-benar didesain sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, kalau pasangan yang mau menikah itu sungguh-sungguh menghidupi pengetahuan yang didapatkan dari program itu, bisa saja bukan hanya kehidupan keluarga mereka yang mendapat berkah, tetapi juga untuk konteks yang lebih luas.

Pendeknya, keluarga yang bahagia dan sejahtera akan selalu berdampak untuk hidup sosial yang lebih luas, yakni kehidupan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun