Selesai berkata demikian, mereka menghela napas panjang dan dalam, lalu tenggelam kembali ke dalam gelombang.
Putri duyung kecil itu menyingkap tirai ungu tenda, dan melihat sang pengantin wanita yang cantik sedang tertidur dengan kepalanya bersandar di dada sang Pangeran. Ia menunduk, mencium kening indahnya. Kemudian ia memandang ke langit, yang dengan cepat memerah menyambut fajar. Ia memandang pada pisau tajam di tangannya, lalu mengalihkan tatapannya kepada sang Pangeran, yang dalam tidurnya menyebut nama mempelai wanitanya.
Segala pikirannya tertuju pada sang pengantin itu, dan mata pisau di tangan sang duyung bergetar. Namun kemudian ia melemparkannya jauh ke laut. Tempat di mana pisau itu jatuh, ombak berubah merah, seolah-olah gelembung-gelembung darah mendidih di dalam air.
Dengan mata yang mulai kabur, ia memandang sekali lagi kepada sang Pangeran, lalu melompat ke laut dari atas pagar kapal, dan merasakan tubuhnya larut menjadi buih.
Matahari terbit dari balik air. Sinar-sinarnya jatuh hangat dan lembut di atas buih laut yang dingin, dan putri duyung kecil itu tidak merasakan sentuhan tangan kematian.
Dalam cahaya terang matahari di atasnya, ia melihat ratusan makhluk lembut dan elok melayang. Mereka begitu tembus pandang hingga melalui tubuh mereka ia dapat melihat layar putih kapal dan awan merah di langit. Suara mereka adalah musik murni, namun begitu halus dan rohani hingga telinga manusia takkan mampu mendengarnya, sebagaimana tak ada mata di bumi yang dapat melihat wujud mereka. Tanpa sayap, mereka melayang ringan seperti udara itu sendiri.
Putri duyung kecil itu mendapati bahwa dirinya telah berbentuk seperti mereka, dan bahwa perlahan-lahan ia sedang naik dari dalam buih.
"Siapakah kalian, yang kepadamu aku naik?" tanyanya, dan suaranya berbunyi seperti suara mereka di atasnya, begitu lembut dan spiritual hingga tiada musik di bumi yang dapat menandinginya.
"Kami adalah putri-putri udara," jawab mereka. "Seorang duyung tidak memiliki jiwa yang abadi, dan takkan pernah dapat memperolehnya kecuali jika ia memenangkan cinta seorang manusia. Kehidupan kekalnya harus bergantung pada suatu kekuatan di luar dirinya.
Putri-putri udara pun tidak memiliki jiwa abadi, namun mereka dapat memperolehnya melalui perbuatan-perbuatan baik mereka. Kami terbang ke selatan, di mana udara panas dan beracun membunuh manusia, kecuali bila kami datang membawa embusan angin sejuk. Kami membawa harum bunga-bunga melalui udara, menghadirkan kesejukan dan balsam penyembuh ke mana pun kami pergi.
Apabila selama tiga ratus tahun kami berusaha melakukan segala kebaikan yang kami mampu, kami akan dianugerahi jiwa yang abadi dan mendapat bagian dalam kebahagiaan kekal umat manusia.