Tambang batu bara telah lama menjadi tulang punggung energi Indonesia. Di Sumatra, khususnya Sumatera Selatan, cadangan batu bara melimpah dan menjadi andalan ekspor serta pemasok utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, di balik perannya sebagai penyokong energi, tambang batu bara juga membawa dampak serius terhadap lingkungan. Sains, khususnya analisis kimia, membantu mengungkap bagaimana aktivitas tambang bisa menjadi bencana ekologi yang mengancam masa depan.
Air yang Tak Lagi Jernih
Di Muara Enim, Sumatera Selatan, masyarakat sudah lama mengeluhkan kondisi air sungai yang berubah warna menjadi kecoklatan. Hal ini bukan sekadar perubahan visual, melainkan akibat air asam tambang. Saat batuan yang mengandung mineral pirit (FeS) terbuka karena penambangan, ia bereaksi dengan oksigen dan air membentuk asam sulfat. Air asam ini melarutkan logam berat seperti besi (Fe), mangan (Mn), hingga merkuri (Hg) ke aliran sungai.
Analisis kimia yang dilakukan di daerah tambang Sumatera menunjukkan pH air turun drastis hingga di bawah angka 4. Kandungan logam berat sering kali melampaui baku mutu air bersih. Dampaknya nyata: warga yang masih bergantung pada air sungai mengalami iritasi kulit, diare, bahkan masalah kesehatan jangka panjang seperti kerusakan organ dalam akibat akumulasi logam berat.
Tanah yang Kehilangan Kesuburan
Tambang batu bara di Sumatra tidak hanya meninggalkan lubang besar, tetapi juga merusak tanah di sekitarnya. Lahan pertanian yang dulunya subur perlahan berubah menjadi tandus. Analisis kimia tanah di kawasan tambang memperlihatkan peningkatan kadar timbal (Pb) dan kadmium (Cd), sementara kandungan bahan organik turun drastis.
Akibatnya, tanaman sulit tumbuh normal. Di sejumlah desa sekitar Muara Enim, petani melaporkan hasil padi dan palawija menurun. Lebih buruk lagi, tanaman yang berhasil tumbuh berisiko mengandung logam berat yang kemudian masuk ke rantai makanan. Artinya, kerusakan tambang bukan hanya berhenti di tanah, tetapi bisa sampai ke piring masyarakat.
Udara yang Penuh Debu Batu Bara
Aktivitas tambang batu bara juga mencemari udara. Debu halus yang dikenal sebagai PM10 dan PM2.5 beterbangan dari lokasi penggalian dan jalan angkutan. Analisis kualitas udara di sekitar tambang Sumatera menunjukkan konsentrasi partikel debu melebihi standar WHO.
Bagi masyarakat, ini berarti ancaman kesehatan sehari-hari. Anak-anak sering batuk berkepanjangan, sementara pekerja tambang berisiko tinggi menderita pneumokoniosis---penyakit paru-paru hitam yang disebabkan oleh paparan debu batu bara dalam jangka panjang. Selain itu, gas buangan seperti SO dan NOx ikut memperparah pencemaran udara.
Sains Membuka Mata