Selain itu, jika memang himbara menjadi bank jangkar pasti ada kendala dalam pelaksanaannya. Berbagai pendapat ekonom menyarankan agar pengambil kebijakan ini tidak dilimpahkan terhadap Himbara, ada otoritas lain seperti Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bisa mengambil alih.
Alasan PPA menjadi bank jangkar karena pada dasarnya mereka menempatkan dana telebih dahulu sebelum kemudian nanti ditarik kembali, PPA juga merupakan anggota BUMN.
Lalu Bagaimana Tugas Bank Indonesia dan OJK ?
Pengawasan perbankan menjadi tugas bank sentral mengenai perizinan, penerapan prinsip perbankan dan pengenaan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Namun sejak UU No.21 Tahun 2011, terhitung sejak tahun 31 Desember 2013 pengawasan perbankan resmi beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam perannya bank sentral sebagai kasir bagi pemerintah, mengelola transaksi pemerintah serta menilai konsisi keuangan sehingga dapat memberikan saran bagi pemerintah dalam mengambil keputusan.
Selain itu bank sentral sebagai bankers bank, bank sentral berperan sebagai lender of the last resort bagi bank kovensional yang menghadapi permasalahan kekurangan likuiditas dalam jangka pendek. Bank bisa melakukan pengawasan dan pengaturan perbankan untuk memastikan pinjaman yang diberikan bida dikembalikan oleh bank peminjam.
Beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan. Kewenangan mengenai pengawasan perbankan dalam hal pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yaitu: a) likuiditas, rehabilitas, solvabilitas, kulaitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank, b) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank, c) sistem informasi debitur, d) pengujan kredit (credit testing) dan e) standar akuntansi bank.
Dari penjelasan diatas sudah jelas bahwa seharusnya pengawasan perbankan di Indonesia dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Urusan likuiditas seharusnya memang bukan tanggung jawab dari bank Himbara.
Peran bank sentral sebagai “lender of the resort” sudah mempertegas bahwa seharusnya masalah likuiditas perbankan sepenuhnya dipegang oleh bank sentral, karena bank sentral memiliki berbagai instrumen dalam menjaga likuiditas sistem perbankan.
Dalam kondisi seperti ini langkah yang seharusnya ditempuh adalah dengan penyempurnaan kebijakan kembali dan memikirkan sesuai kelembagaan pengawasan perbankan.
Penggunaan bank himbara sebagai bank perantara atau bank jangkar mungkin masih bisa terjadi karena ketersediaan likuiditas masih dalam tanggungan pemerintah dan bank himbara hanya sebagai penyalur saja.