Mohon tunggu...
Don Moccacino
Don Moccacino Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Nobody

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagaimana Mungkin Aku Akan Membunuhnya?

4 Januari 2012   03:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:21 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bulan tertutup awan. Gerimis sudah turun sejak sore. Langkah kaki kami berdua nyaris tak terdengar  dimalam itu. Halus  sekali . Disamarkan gerimis .   Kami berjalan dengan tumit tidak dijejakkan supaya keberadaan kita tidak diketahui orang.   Jam menunjukkan pukul  2:30 WIB pagi . Udara dini hari itu sangat dingin karena sorenya hujan deras sekali. Kami terus berjalan mengendap endap di belakang rumah temanku itu sendiri .

Sambil berjalan dengan pelan, pikiranku melayang  menelusuri waktu. Persisnya sebulan yang lalu saat dia , teman masa kecilku datang keapartemenku,  Anto namanya.  Nama lengkapnya Antonio Revolutia. Nama yang diberikan oleh Bapak nya memang sangat dekat hubungannya dengan pandangan politik Bapaknya  yang mau ada revolusi dinegeri ini . Aku ingat orang memanggilnya Anto Bocet. Bocet merupakan gelarnya karena waktu kecil kalau main kelereng lemparan gundunya  kuat  sekali sehingga membuat kelereng lawan mainnya bocet (pecah pinggirnya ) sehingga kelereng itu menjadi tidak sempurna bulatnya

Dia datang dengan muka kusut. Terlihat jelas sekali pikirannya yang semrawut.   Seperti nya lautanpun tak kan mampu menampung bebannya . Aku membuatkan secangkir kopi. Dia menyulut rokok dan menghisapkan dalam sekali. Lama asapnya baru keluar. Aku membiarkan dia hanyut dalam pikiran sendiri sambil membereskan  ruangan tamu apartementku . Lama baru dia membuka pembicaraan . Setelah batang rokok ke dua.

“Man, aku mau minta bantuanmu” . tanpa basa basi dia memulai percakapan tanpa melihat wajah ku .

Aku tidak menjawab karena melihat wajahnya menyiratkan kata katanya tidak mau dipotong.

“Aku pengen kamu  membuntuti istriku kemanapun dia pergi tanpa ketahuan . Semua biaya yang keluar akan aku tanggung.  Aku akan membayarmu Rp. 1,000,000 per hari. Bersih.  Besok aku akan mengirimkan email data data tentang dia, pekerjaannya, jadwal perjalanan dinasnya dan siapa teman temannya.  Aku harap tidak lebih dari sebulan aku sudah mendapatkan informasi lengkap”. Dia berhenti mengambil nafas. Menderu . Tekanan suaranya makin lama makin tinggi tadi.

Aku diam. Gaya bicaranya seperti boss besar tidak membuatku tersinggung. Sebagai pengusaha garmen yang sukses , aku menganggap wajar dia bicara padaku seperti bicara kepada 6,000 orang karyawannya. Ku nyalakan rokok kretek ku dan kuhisap pelan. Sambil mengeluar asap sedikit demi sedikit , perlahan aku bertanya;

“Apa yang aku cari?” .

Sambil  bangkit dari tempat duduknya , melangkah kearah pintu keluar dan berkata “ Cukup laporkan saja” sambil menutup pintu..

Pekerjaan ini memang sudah menjadi profesiku lebih dari 15 tahun .  Mengundurkan diri dari dinas kepolisian setelah mengabdi selama 10 tahun hanya karena tidak mau diperintah orang lagi. Senang bekerja sendiri. Bebas.

Aku mendirikan Biro Penyelidik Swasta. Klienku lebih banyak perusahaan asuransi yang curiga jika ada klaim yang berbau kriminal.  Temanku banyak juga yang menggunakan jasaku untuk  mendapatkan informasi apa saja. Mulai dari apa kesukaan para pejabat supaya mereka mengetahui dan bisa masuk kedalam jaringan mereka dan mudah mendapatkan tender  pemerintah sampai dengan istri yang cemburu dan curiga suaminya  memiliki selingkuhan.

Tak sampai sebulan aku sudah mengetahui apa yang harus ku cari. Ternyata istri temanku memiliki pacar gelap. Aku tidak begitu mengenali siapa pacarnya . Hanya dalam kurun waktu seminggu sejak kami bertemu, aku pernah melihat mereka makan malam bersama dan perilaku mereka seperti pasangan yang berpacaran di usia 17 tahun .  Pacarnya masih sangat muda sekali . Bekerja di perusahaan Joint Venture, karena pintar  dan cantik, karirnya melesat cepat sekali . Dengan posisi saat ini sebagai General Manager,  dia  sering melakukan perjalanan dinas keluar negeri  bersama anak buahnya yang rata rata masih para anak anak muda yang baru lulus kuliah. Dia selalu membawa salah seorang anak buahnya jika melakukan perjalanan dinas. Mungkin waktu perjalanan bersama anak buahnya yang masih muda muda dan juga bertemu dengan  klien klien bule yang bertampang seperti para pemain bola diliga Itali juga telah membuat hati istri temanku  berpaling.

Malam semakin dingin. Teman ku sudah tiga hari mengungsi di apartmenku.  Menuruti rencanaku , dia bilang ke istrinya pergi ke  Beijing selama dua minggu untuk menghadiri rapat antar  beberapa pengusaha garmen dari Indonesia dan China. Istrinya  tidak bertanya lebih lanjut dan mengiyakan . Perkiraan ku benar. Setelah hari pertama dan hari kedua tidak ada sesuatu yang khusus, Istrinya kemudian mengajak pacar gelapnya menginap di rumah pada hari ketiga. Memiliki rumah di real estate yang  penghuni kompleknya nya tidak pernah kelihatan  dan tidak memiliki anak memudahkan hasrat liar itu menyatu.  Hanya pembantu , tukang kebun dan adik laki laki temanku yang masih kuliah semester akhir sedang menyelesaikan skripsinya dirumah.

Jam sudah menunjukkan pukul  4:30 WIB pagi.  Kami berdiri persis diluar depan kamar tidurnya.  Pembantu dan Tukang Kebun sudah lama terlelap dikamar mereka masing masing . Azan subuh sudah berkumandang.  Anto tidak  kunjung bergerak dari tempatnya , terpaku setelah melihat liukan liar tubuh istrinya dengan matanya yang  tidak terpejam. Istrinya kemudian berbaring dipelukan pemuda  yang tubuhnya basah berkeringat.  .  Erangan istrinya tadi seolah masih terdengar jelas.  Aku melihat kilatan bening dimatanya sesaat sebelum hujan turun menyamarkan air matanya.

“Ayo Man” katanya setelah beberapa lama .Setelah istrinya tertidur pulas diatas dada pacar gelapnya. “Mari kita pergi dari sini”  sambungnya . Kami berjalan  kembali dengan tumit tidak dijejakkan.  Gerimis sudah berganti  hujan dan semakin deras. Aku bertanya kepadanya “Apa yang akan kau lakukan?” sambil teringat dulunya dia juga seorang preman dan jagoan.

Dia menghela nafas panjang..dan sambil membuang muka dia berkata pelan dan bergetar . “Apa yang akan kulakukan ?   Kalau kuturuti kata hatiku , harusnya mereka besok sudah tinggal nama.  Tapi mengapa aku tidak membunuh mereka ? Bagaimana mungkin aku akan membunuh istriku dan adik kandungku sendiri?  Apa yang harus kukatakan kepada Ibuku  jika aku yang membunuh orang yang dilahirkannya setelah diriku? Adi……. . Kalimatnya tidak selesai.

Kami berjalan terus dengan tumit tidak dijejakkan. Hujan sudah berhenti. Aku tidak berkata apa apa lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun