Mohon tunggu...
Doni Hermawan
Doni Hermawan Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berantas Mafia Migas!

15 Agustus 2018   19:10 Diperbarui: 15 Agustus 2018   19:08 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Badan Pusat Statistik baru saja menyiarkan data realisasi neraca perdagangan Indonesia selama Juli 2018. Defisit tercatat mencapai USD2,03 miliar. Jumlah tersebut dikontribusi secara dominan oleh defisit perdagangan migas senilai USD1,18 miliar. 

Bila dirunut mulai Januari, defisit perdagangan migas memang selalu mencatatkan angka-angka signifikan. Jika selama semester I tahun 2018 kita telah mencetak defisit sebanyak lima kali, bagaimana nasib neraca perdagangan Indonesia selama paruh kedua 2018? Bila impor migas kian tinggi pada bulan-bulan berikutnya, maka kinerja perdagangan nonmigas sebaik apa pun tak bakal cukup kuat mengimbangi.

Padahal, pemerintah tengah gencar mengupayakan peningkatan ekspor nonmigas. Misi dagang banyak diluncurkan. Beragam komoditas nonmigas dipromosikan. Penyelesaian berbagai perjanjian perdagangan terus dikejar demi membangun hubungan dagang bebas hambatan. Dorongan hilirisasi pada sektor industri juga tak henti digaungkan.

Sayangnya, pemegang kendali sektor migas tampak berpangku tangan. Mereka terkesan tak berupaya keras mengurangi ketergantungan pada impor migas. Sehingga ekspor berbagai jenis komoditas unggulan nonmigas tetap terlihat tak sebanding dengan impor satu jenis komoditas pada sektor migas yang dikonsumsi hingga satu juta barrel lebih per harinya. Bayangkan, pada 2017 produksi dalam negeri hanya mencapai sekitar 700.000 barrel per hari, sehingga sisa kebutuhan ditutup dengan mengimpor. Artinya, dalam setahun kita bisa mengimpor 100 juta barrel lebih!

Ini mengejutkan. Indonesia adalah negara penghasil minyak bumi yang semestinya mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Banyak sumur dikelola oleh Pertamina dan operator swasta. SKK Migas pun menyebutkan masih ada area-area potensial yang dapat dieksplorasi agar kita punya sumber cadangan baru. Pertamina pun mengeksplorasi ladang minyak di negara lain.

Jadi, apa yang kurang sebenarnya? Kita perlu mencurigai alasan impor migas. Mengapa? Selain jumlahnya yang fantastsis, tak menutup pula kemungkinan permainan para makelar dan mafia di sektor ini.

Banyak pengamat angkat bicara terkait kinerja sektor migas. Dugaan keterlibatan mafia impor migas terus-menerus dibahas. Padahal PT Petral yang diduga menjadi sarang para maling ini, telah dibubarkan. Pemerintah pun menyatakan negara telah diuntungkan sekian triliun rupiah usai pembubaran Petral.

Namun, pada April lalu Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu menekankan,"Jangan dikira Petral sudah enggak ada lalu selesai mafianya. Banyak yang masih main di migas ini. Siapa di belakang ini? Pasti by design." 

Ini mengindikasikan bahwa mafia-mafia migas masih bermain di belakang transaksi migas. Kita hanya melihat sarang yang dihancurkan. Namun tikus-tikusnya masih berkeliaran mengerat tiap tetes hasil sumber daya alam kita.

Mengapa tak sejak dulu pemerintah mengembangkan kilang-kilang minyak hingga dapat mengolah minyak mentah menjadi bahan bakar minyak siap pakai? Alasan keterbatasan dana rasanya tak masuk akal. 

Sebab keuntungan yang didapat dari konsumsi bensin pun nominalnya fantastis, ditambah lagi tingkat konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jangan-jangan sebetulnya kita mampu mengolah BBM secara mandiri. Pertamina saja telah berhasil menerapkan 'BBM Satu Harga' hingga ke pelosok, kini mulai mengelola Blok Mahakam, dan digadang-gadang pula untuk Blok Rokan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun