Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ridwan Kamil, Anies Baswedan dan Kisah Tragis Anas Urbaningrum

22 November 2020   19:55 Diperbarui: 23 November 2020   00:58 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anas Urbaningrum (sumber : nasional.kompas.com)

ilustrasi bursa Capres 2024 (sumber : sindonews.com)
ilustrasi bursa Capres 2024 (sumber : sindonews.com)
Sebagai profil yang selalu masuk kedalam nominasi capres paling potensial tahun 2024, sebaiknya Anies Baswedan dan Ridwan Kamil harus lebih menjaga sikap dari sekarang. Apalagi keduanya adalah pemangku jabatan gubernur di propinsi yang paling disorot di Indonesia. Dibanding calon lain yang digadang-gadang sebagai capres 2024 seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo maupun Puan Maharani, sejatinya mereka berdua sudah selangkah di depan. 

Status DKI dan Jawa Barat yang dianggap sebagai barometer nasional, membuat keduanya sering disorot media. Sorotan media ini, membuat Anis Baswedan dan Ridwan Kamil lebih populer dibandingkan pesaing capres lainnya, dimata masyarakat Indonesia. Bagi keduanya, cukup dengan menjaga kinerja dan sikap selama menjabat Gubernur akan membuat keduanya mendapat keuntungan seperti yang didapatkan Jokowi kala menduduki jabatan Gubernur di DKI. Bila dibaratkan sebuah produk, sosok Gubernur DKI dan Jawa Barat mempunyai kesempatan untuk mengiklankan diri secara gratis.

Tetapi Anis Baswedan dan Ridwan Kamil harus sadar sepenuhnya, bahwa dengan hanya bermodalkan popularitas dan elektabilitas tidaklah cukup mengantarkan mereka menjadi Presiden. Jabatan Ri 1 adalah puncak sebuah jabatan yang paling diincar seluruh politikus tanah air. Menjadi pemimpin 250 juta lebih rakyat Indonesia, tidaklah mudah. Harus siap menghadapi jebakan dan intrik dari lawan politik dan tangan-tangan yang tidak terlihat.

Anas Urbaningrum sudah merasakan pahitnya bila bermimpi jadi Presiden. Cita-cita AU menjadi Presiden kandas setelah terjatuh dalam pusaran jebakan dan intrik politik pesaing politiknya. Padahal dalam konteks perpolitikan Indonesia, karir politik AU sangat pantas dijadikan sebagai contoh.  AU menggapai tempat terhormat dalam perpolitikan Indonesia, murni didapat dari hasil kerja dan kompetensi. Tidak seperti kebanyakan rekan-rekannya yang mengandalkan dinasti politik, AU memulai karir politiknya dari level terbawah.

AU memulai perkenalannya dengan dunia politik ketika berkecimpung dalam organisasi tingkat kampus, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di HMI, AU berhasil mencapai posisi puncak, yakni sebagai Ketua PB-HMI tingkat Nasional. Posisi ini turut andil mengenalkan AU dalam pentas politik nasional. Tidak mengherankan, rekam jejak yang baik di organisasi mahasiswa ini, membawa AU ikut bergabung menjadi anggota tim Revisi Undang-Undang Politik yang kemudian melahirkan UU No. 2/1999 tentang Partai Politik, UU No. 3/1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Karir politik AU semakin moncer setelah beliau dilantik oleh Presiden Abdurahman Wahid menjadi salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Usai Pilpres 2004, AU memutuskan terjun dalam arena politik praktis setelah bergabung dengan partai yang didirikan oleh Presiden Indonesia saat itu, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Aktif berkecimpung di partai Demokrat, mengantarkan AU menjadi salah satu orang terkuat di Indonesia. Bagaimana tidak, setelah terpilih menjadi ketua umum di partai pemenang Pemilu mengantarkan sosok AU menjadi salah satu orang paling berpengaruh di negeri ini. 

Sayangnya, terpilihnya AU sebagai Ketua Umum Partai Demokrat diiringi rumor tidak sedap yang beredar di akar rumput. Desas-desus yang beredar, SBY tidak menginginkan AU menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. SBY lebih menginginkan sosok lain untuk menduduki posisi puncak di Partai Demokrat. Memang tidak dipungkiri, sosok AU yang memiliki basis massa dan jaringan yang solid, dikhawatirkan akan mengalahkan pengaruh SBY di internal partai Demokrat.

Tetapi rumor ini tidak menghalangi pergerakan AU. Duduk sebagai ketua the ruling party di usia yang masih muda, membuat AU memiliki rencana ambisius untuk ikut dalam kontestasi Pemilihan Presiden tahun 2014. Konsolidasi dan persiapan beliau menuju pemilihan RI 1 terlihat mulus dan rapi. Sayangnya, mimpi AU harus pupus setelah penangkapan, Nazaruddin, Bendahara Partai Demokrat.

Penangkapan orang dekat AU ini, turut menyeret AU ke dalam pusaran kasus korupsi Hambalang. Dalam pengakuannya, Nazaruddin membeberkan keinginan AU untuk mengumpulkan logistik sebagai persiapan beliau dalam kontestasi Pilpres tahun 2014. Memang rumor yang beredar, AU paling tidak mebutuhkan dana kurang lebih 10 Triliun Rupiah agar berpeluang terpilih dalam pilpres 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun