Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Memahami Keikutsertaan Gibran di Pilkada Serentak 2020

31 Juli 2020   10:40 Diperbarui: 31 Juli 2020   10:27 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilkada Serentak 2020 (sumber : Pantau.com)

Keputusan PDIP memilih Gibran, anaknya Pak Jokowi, sebagai calon Walikota di Pilkada Solo sontak membuat jagad perpolitikan nasional heboh. Bukan hanya nikah yang boleh massal, warga +62  dari berbagai  lapisan, secara massal turut serta memberikan opininya masing-masing.

Keinginan Gibran Rakabuming Raka berpartisipasi dalam kontestasi Pilkada Serentak memang menarik untuk dibahas. Disamping statusnya, yang memang anak seorang Presiden, tentu netizen belum lupa pernyataannya pada tahun 2014, saat bapaknya ikut berkontestasi di Pilpres, Gibran dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak tertarik dengan politik, boro-boro mau jadi politikus, menjual martabak lebih menyenangkan, mungkin begitu pikiran Gibran pada saat itu.

Jejak Digital memang kejam, begitu juga pandemi covid19, disaat beliau ingin konsentrasi mengikuti Pilkada Solo, netizen mulai mempertanyakan, apa motivasi Gibran, kok tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba tertarik jadi Walikota?. Apakah karena ingin berperan serta membangun kota Solo, atau sekedar memanfaatkan nama besar bapaknya yang nota bene orang Nomor 1 di Republik ini, atau karena usaha martabak yang tidak menjanjikan lagi, bisa jadi omset martabak memang menurun dimasa pandemi covid19 ini.

Kalau alasannya hanya karena omset martabak yang turun, rasanya tidak masuk akal. Bukannya disaat pandemi, masyarakat masih tetap makan martabak?? absurd rasanya membayangkan, karena pandemi orang tidak makan martabak lagi. Lagi pula, belum ada pakar kesehatan yang mengatakan, perubahan selera makan akibat pandemi.

Ditengah kehebohan itu,  reaksi pria yang bernama Gibran Rakabuming Raka ini sih biasa-biasa saja, ketika dikonfirmasi oleh media,  apakah beliau  memanfaatkan nama besar bapaknya? beliau menjawab dengan santai, emangnya ini zaman kerajaan? Saya kan tidak otomatis terpilih! Masyarakat punya hak untuk memilih, bisa saja saya tidak dipilih, begitu jawab pria ini. Mungkin Gibran terinspirasi dari Gibran yang satu lagi, Kahlil Gibran, si penyair itu, pintar mengolah dan memutar kata menjadi satu puisi yang indah...ah sudahlah.

Alasan paling tepat saat ini, tidak tahu kalau nantinya berubah. Gibran Rakabuming Raka ingin berperan serta dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di kota Solo. Motivasi Gibran ini,  pernah diungkapkan dalam sebuah acara Talk Show Mata Nazwa. Beliau bilang, dengan masuk ke Pemerintahan, dengan kewenangan yang dimiliki, beliau lebih leluasa membantu warga. Berbeda seandainya, kalau beliau di luar Pemerintahan, dengan menggunakan uang pribadi, warga yang bisa dibantu sangat terbatas.  Itupun kalau omset martabak stabil, kalau menurun?emang mau bantu pake daun.

Dinasti Politik 

Kalau ditilik dari sejarah politik di Indonesia, memang banyak keluarga pejabat ataupun politikus yang kemudian tertarik mengikuti jejak orang tuanya, sebut saja dari keluarga mantan Presiden RI seperti Ir. Soekarno, Soeharto, Habibie sampai dengan keluarga Bapak SBY, minimal satu anggota dari trah keluarga ini, ada yang berkecimpung di dunia politik.

Undang-undang Dasar tidak melarang keluarga dari penguasa untuk berpartisipasi dalam politik. Konstitusi menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak politik untuk memilih dan dipilih.  Hak ini dianggap sebagai bagian dari hak azasi manusia (HAM), demikian juga dengan Undang-undang Pilkada, tidak ada pasal yang spesifik yang membatasi keikutsertaan anggota keluarga penguasa.

Jadi, keikutsertaan Gibran tidak salah dong, beliau tidak melanggar Undang-undang.  Sah-sah aja beliau ikut Pilkada, atas nama hak konstitusional sebagai Warga Negara Indonesia.

Sebagian pengamat berpendapat bahwa Gibran memanfaatkan popularitas dan kekuasaan orang tuanya untuk memenangkan kontestasi. Pendapat para pengamat tersebut, ada benarnya juga. Sudah lazim, dinasti politik sering menggoda  pejabat untuk berbuat menyimpang. Seidealis apapun seorang pejabat, ketika berurusan dengan keluarga, objektivitas sebuah kebijakan bukan menjadi prioritas utama lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun