Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jualan "Online" dari Barang hingga SARA

28 Februari 2018   14:03 Diperbarui: 28 Februari 2018   14:27 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : shopback.co.id

Kemajuan tekhnologi memang telah mengubah gaya hidup kita. Kemudahan demi kemudahan kita rasakan dalam menjalankan aktifitas kita sehari-hari. Alat-alat produksi telah memanjakan kita, mempercepat proses dan efisiensi pun kita dapati. Era digital adalah sebuah berkah sekaligus bencana bila tak bijak menggunakan.

Saat ini pengguna smartphone bukan hanya dari kalangan menengah keatas akan tetapi para pengemis sekalipun memilikinya. Secara usia penggunanya juga tidak terbatas, itulah mengapa bisnis barang dan jasa tak bisa jauh dari smartphone.Era digital menghadirkan bisnis tanpa tatap muka sebagaimana sudah dilakukan beberapa penjual barang maupun jasa seperti transportasi online.

Kemudahan itu telah menjadikan dunia dalam genggaman, tentu saja tidak semua manusia bisa begitu. Sebahagian dari kita malah menjadi "korban". Hal itu terkait dengan penyelewengan, tidak sedikit yang tertipu dalam membeli barang secara online. Hal sama kita dapati dalam dunia politik dimana sosial media menjadi ikonnya. Sosial media menghadirkan informasi dengan sangat cepat namun belum tentu valid bahkan ada yang penuh kebohongan.

Jualan kebohongan malah laris manis, hal itu disebabkan pengguna sosial media yang kurang teliti. Dampaknya para produsen kebohongan terus memproduksi kebohongan dan menawarkan jasanya pada orang-orang yang menjatuhkan lawan politik dan bisnis. Bukan hanya sosial media, media online yang butuh dana segar juga menyajikan berita hasutan, kebohongan bahkan fitnah asalkan bayaran sesuai.

Bila bisnis barang secara online tidak perlu tatap muka, lebih cepat, hanya butuh jari, hal yang sama juga dilakukan para penjual kebohongan, hasutan dan fitnah. Setelah fitnah, hasutan dan kebohongan dikemas dengan rapi, distribusi dilakukan melalui sosial media. Hadirnya kelompok saracen merupakan salah satu contohnya. Mereka melakukan provokasi, hasutan, fitnah melalui sosial media dan media online.

Apa yang mereka jual sangat sensitif, terkait SARA (Suku, Agama, Ras). Masyarakat terkontaminasi dengan hasutan kelompok saracen maupun sejenisnya yang masih belum terungkap. Kita berpeluang besar menjadi bangsa yang cepat marah, mudah menghakimi, mencaci, memaki. Setiap perbedaan kita anggap pantas untuk dimusuhi, pantas dibully pantas dicaci, pantas dimaki dan seribu penilaian lainnya. Kita terus melawan taqdir bahwa Indonesia bahkan dunia ini memang diciptakan bersuku-suku, berbangsa, bahasa yang berbeda untuk saling mengenal bukan saling hujat.

Walaupun pemerintah telah menyiapkan regulasi dan petugas untuk menangani kebohongan, hasutan dan fitnah didunia maya, akan tetapi bisnis itu masih terus berlanjut dan entah sampai kapan berakhir. Tentu kita patut curiga bahwa para pelaku bukan kalangan awam, akan tetapi bisa jadi kelompok intelektual yang berada dibelakangnya, bahkan bukan mustahil ada oknum pejabat yang merupakan politisi mendukung serta membiayai ujaran kebencian disosial media kita.

Mirip lelucon teman saya, kalau ada pengedar narkoba ditangkap maka harga narkoba semakin tinggi. Artinya ada tebang pilih penangkapan pengedar narkoba, bila harga narkoba mulai turun maka akan ada lagi penangkapan dan seterusnya begitu. Itulah mengapa sulit memberantas narkoba bila masih ada oknum penegak hukum yang bekerjasama dengan pengedar narkoba. Hal yang sama juga bakal terjadi pada produsen dan distributor ujaran kebencian, fitnah dan kebohongan.

Demokrasi kita memang masih belia, rentan dijadikan "ladang" ujaran kebencian, hasutan, fitnah, sehingga berbuah kebencian sesama anak bangsa. Dampak lebih makro, terpecahnya bangsa ini dalam kelompok-kelompok yang merasa paling benar. Kita dapat bayangkan bagaimana masa depan bangsa ini bila setiap kita merasa paling benar. Saat yang sama kita merasa kelompok lain pantas dihina dan dicaci.

Saat negara lain sedang berpacu meraih prestasi kita berpacu merasa paling suci. Saat negara lain menciptakan alat-alat yang memudahkan dan membantu manusia dalam menjalankan aktifitas, kita sibuk dengan memproduksi fitnah dan kebohongan bahkan dilakukan oleh mereka yang bergelar akademik dan media nasional. Itulah mengapa pihak pemerintah tak akan mampu menuntaskan provokatot di media sosial bila para pengguna tak membantunya.

Bantuan apa yang bisa dilakukan para pengguna sosial media?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun