Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Bintan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sunyi di Antara Reruntuhan, Suara Hewan yang Terlupakan di Gaza

11 Oktober 2025   05:30 Diperbarui: 11 Oktober 2025   05:30 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hewan Kesayangan di Gaza (Sumber: Kompas.com)

Dua tahun telah berlalu sejak perang di Gaza, Palestina meletus pada 7 Oktober 2023. Dunia telah menyaksikan banyak penderitaan, ribuan nyawa manusia yang melayang, kota-kota yang luluh lantak, dan kehidupan yang tercerabut. 

Namun ada satu sisi yang jarang disorot, satu jerit yang tidak terdengar, jerit hewan-hewan yang menjadi korban senyap dalam konflik berkepanjangan ini.

Perang selalu meninggalkan kehancuran yang luas. Tapi di Jalur Gaza Palestina, bukan hanya manusia yang terluka, hewan-hewan pun ikut menanggung derita. 

Di tengah puing-puing dan asap yang menyelimuti langit Gaza, banyak hewan peliharaan, ternak, dan hewan liar yang terjebak tanpa makanan, air, ataupun perawatan medis. 

Mereka terluka oleh serpihan bom, kelaparan karena rantai pasok terputus, dan terpapar penyakit tanpa ada yang bisa mengobati.

Laporan terbaru dari Euro-Med Human Rights Monitor menunjukkan bahwa lebih dari 97 persen kekayaan hewan di Gaza telah hancur. 

Populasi sapi, kambing, dan domba menurun drastis karena sebagian besar mati akibat serangan udara, kelaparan, atau penyakit. Ayam, bebek, burung, dan hewan peliharaan banyak yang terlantar. 

Peternakan hancur, kandang-kandang terbakar, dan pasokan pakan habis. Para peternak yang selamat hanya bisa menangisi bangkai ternak mereka yang membusuk di tengah puing-puing.

Di Deir al-Balah, Gaza Tengah, sekelompok relawan bergerak dari satu tenda pengungsi ke tenda lainnya. 

Mereka bukan hanya membawa makanan dan obat untuk manusia, tapi juga untuk hewan-hewan yang terluka. 

Ada relawan yang menggendong anak kucing yang nyaris mati kehausan, ada pula yang mencoba menyelamatkan keledai dengan luka di kakinya. 

Dalam situasi serba kekurangan, mereka tetap berusaha mengobati burung yang sayapnya robek, memberi makan ayam yang tinggal tulang, dan mengubur hewan yang tak bisa diselamatkan.

Kondisi ini makin diperparah oleh kelangkaan obat hewan, pakan, dan air bersih. Infrastruktur yang hancur mengakibatkan terganggunya sistem distribusi, dan blokade yang terus diperpanjang membuat bantuan dari luar sangat terbatas. 

Bahkan, kebun binatang yang tersisa di Gaza pun tidak luput dari dampak. Hewan-hewan di sana kelaparan, stres, dan dalam kondisi menyedihkan, sementara penjaganya tak berdaya karena kekurangan bahan pangan dan obat-obatan.

Apa yang terjadi pada hewan-hewan ini bukan hanya tragedi biologis, melainkan tragedi moral. Mereka adalah makhluk hidup yang tak punya pilihan, tak memihak, dan tak punya kuasa. 

Namun mereka ikut menjadi korban dari konflik yang dibuat manusia. Hewan tidak membedakan antara bendera dan agama. Mereka hanya tahu lapar, takut, sakit, dan kehilangan. Dan mereka merasa, seperti halnya kita.

Di tengah situasi yang nyaris putus asa, suara para relawan menjadi secercah harapan. Mereka tidak punya banyak, tapi mereka memberi semua yang mereka bisa. 

Mereka tidak bersenjata, tapi mereka melawan, melawan keputusasaan, melawan kelupaan, melawan kekejaman perang terhadap makhluk yang tak bersalah.

Sebagai pemerhati dan penyayang hewan, kita tidak bisa hanya diam. Menurut penulis, ada beberapa langkah nyata yang dapat kita lakukan untuk membantu menghentikan perang dan merawat korban yang tak bersuara ini.

Pertama, kita harus mendorong advokasi dan kesadaran publik internasional. Banyak yang belum menyadari bahwa hewan juga menjadi korban perang. 

Melalui kampanye media sosial, penulisan opini, dan kerja sama dengan organisasi hak-hak hewan internasional, kita bisa membawa isu ini ke forum-forum global. 

Kita perlu mendorong agar perlindungan terhadap hewan dimasukkan dalam kebijakan kemanusiaan di zona konflik, termasuk dalam hukum internasional.

Kedua, kita bisa memberikan dukungan logistik untuk relawan dan organisasi lokal di Gaza. 

Bantuan berupa obat-obatan hewan, pakan, alat medis, dan perlengkapan darurat sangat dibutuhkan. Kita juga bisa menggalang dana untuk organisasi seperti Sulala Animal Rescue yang aktif menyelamatkan hewan di wilayah konflik. 

Setiap rupiah yang kita kirim bisa menjadi nyawa bagi seekor anjing, seekor kucing, atau seekor keledai yang sedang sekarat karena kehausan.

Ketiga, kita perlu mendesak gencatan senjata dan pemenuhan hak-hak dasar melalui tekanan politik dan diplomatik. 

Konflik yang terus berlangsung tidak hanya menghancurkan kehidupan manusia, tapi juga ekosistem secara keseluruhan. 

Kita perlu menekan pemerintah dan lembaga internasional untuk mendorong penghentian perang serta membuka akses bantuan kemanusiaan yang mencakup kebutuhan hewan. 

Karena hanya dengan perdamaian, kehidupan, baik manusia maupun hewan , bisa pulih dan berkembang kembali.

Kini, setelah dua tahun perang, Gaza bukan hanya ladang reruntuhan, tapi juga ladang sunyi. 

Di balik dinding yang hancur, di sela-sela puing, suara rintih hewan-hewan yang terluka masih terdengar, meski lirih. Mereka tak bisa bicara, tapi mereka merasa. Mereka tak meminta banyak, hanya ingin hidup, seperti kita.

Maka kita, yang mengaku mencintai makhluk hidup, tak boleh tinggal diam. Di tengah sunyi dan luka yang panjang, mari menjadi suara bagi mereka yang terdiam. 

Mari menjadi tangan bagi mereka yang tak berdaya. Karena perang mungkin tidak memilih korbannya, tapi belas kasih adalah pilihan kita. Semoga bermanfaat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun