Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Pejabat Otoritas Veteriner

Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ketika Monyet Masuk ke Permukiman, Siapa yang Sebenarnya Menyerobot?

8 Oktober 2025   05:30 Diperbarui: 8 Oktober 2025   07:16 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi monyet liar masuk ke pemukiman warga (Dokumentasi warga RT003/001 Rawa Buntu, Tangsel/ Kompas.com)

Belum lama ini, warga Rawa Buntu, Serpong, Tangerang Selatan, dikejutkan oleh kawanan monyet liar yang berkeliaran di atap rumah mereka. 

Sekitar dua belas ekor monyet melompat dari satu atap ke atap lainnya, membuat panik warga yang tidak tahu harus berbuat apa. 

Di waktu yang hampir bersamaan, peristiwa serupa juga terjadi di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Kawanan monyet masuk ke lingkungan warga, bahkan mencuri makanan dari dapur dan merusak barang-barang.

Fenomena ini bukan insiden tunggal. Di Lembang, Bandung Barat, puluhan monyet liar merangsek ke perkampungan. Di Batam, kawanan monyet "menyerbu"markas Polda Kepri dan bahkan dilaporkan beberapa barang berharga seperti kunci mobil, handphone, dan kunci brankas yang warga letakkan di meja teras hilang digondol monyet liar tersebut. 

Kasus-kasus serupa juga muncul di Boyolali, Pekanbaru, Mojokerto, hingga Jakarta Timur. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa pertemuan antara manusia dan satwa liar bukan lagi kejadian langka, melainkan gejala yang makin meluas.

Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang memasuki wilayah siapa?

Monyet tidak datang karena ingin. Mereka datang karena terpaksa. Habitat mereka telah hilang, ditebang, dan diubah menjadi kompleks perumahan, jalan raya, atau kawasan industri. 

Hutan yang dulu menjadi rumah mereka telah berubah menjadi "rumah kita". Maka, ketika mereka masuk ke lingkungan manusia, sebetulnya merekalah yang menjadi korban. Monyet itu tidak menyerobot; merekalah yang diserobot.

Kerusakan habitat adalah penyebab utama dari fenomena ini. Data dari berbagai organisasi lingkungan menunjukkan bahwa laju deforestasi di Indonesia masih tinggi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ada klaim penurunan. 

Saat hutan menghilang, monyet kehilangan tempat berlindung, makanan, dan jalur pergerakan alaminya. Tak heran jika mereka mencari alternatif dan permukiman manusia menyediakan banyak sumber makanan yang mudah diakses, sampah, sisa makanan, buah di pekarangan, bahkan makanan hewan peliharaan.

Sayangnya, tak sedikit warga yang justru memperparah keadaan dengan membiasakan memberi makan monyet. Niat baik ini justru mendorong monyet untuk terus datang dan bergantung pada manusia. 

Ketika makanan tak tersedia, mereka bisa menjadi agresif. Dan ketika jumlahnya bertambah, konflik menjadi tak terhindarkan.

Di sisi lain, respons pemerintah terhadap fenomena ini masih terbilang minim. Penanganan monyet liar seringkali baru dilakukan setelah warga melapor berulang kali atau saat situasi sudah membahayakan. 

Lembaga seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) memang memiliki peran penting, tetapi keterbatasan sumber daya sering membuat mereka kesulitan menjangkau semua kasus.

Sementara itu, pembangunan terus berjalan tanpa kajian ekologis yang memadai. Tata ruang kota jarang mempertimbangkan jalur satwa, zona penyangga, atau ruang terbuka hijau sebagai habitat satwa liar. 

Padahal, tanpa itu semua, konflik seperti ini hanya akan semakin sering terjadi.

Solusinya bukan sekadar mengevakuasi monyet dan memindahkannya ke tempat lain. Kita butuh pendekatan yang lebih menyeluruh. 

Pertama, lindungi dan pulihkan habitat asli mereka. Kawasan hutan yang masih tersisa harus dijaga ketat, dan area yang rusak harus direhabilitasi. 

Kedua, edukasi masyarakat agar tidak memberi makan satwa liar atau membuang sampah sembarangan. 

Ketiga, pemerintah harus serius menata ulang tata ruang agar tidak terus-menerus menyerobot wilayah satwa. 

Keempat, bentuk sistem pelaporan cepat dan unit tanggap satwa liar di daerah-daerah rawan konflik.

Yang lebih penting, kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap alam. Alam bukan latar belakang pembangunan; ia adalah bagian dari sistem kehidupan kita. 

Jika kita terus membangun dengan cara yang mengabaikan lingkungan, kita sedang membangun konflik demi konflik, bukan hanya dengan satwa, tapi juga dengan bencana yang akan datang.

Ketika monyet masuk ke rumah kita, itu adalah peringatan. Bukan sekadar tentang makanan yang dicuri atau atap yang rusak, tetapi tentang kehancuran rumah mereka yang tak lagi terlihat. 

Jika kita masih ingin hidup tenang di rumah kita sendiri, sudah saatnya kita juga memikirkan bagaimana mereka bisa kembali hidup damai di rumah mereka yang sesungguhnya: hutan!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun