Di balik nama besar Universitas Lampung (Unila), terdapat sejumlah tokoh penting yang pernah memimpin kampus ini melewati masa-masa krusial perkembangannya.Â
Salah satu dari mereka adalah Prof. Dr. drh. Margono Slamet, seorang akademisi yang tidak hanya dikenal sebagai guru besar dan rektor, tetapi juga memiliki kisah unik dalam perjalanan kariernya, berawal dari seorang dokter hewan.
Cerita hidup Prof. Margono Slamet adalah gambaran nyata bagaimana seseorang bisa bertransformasi dari dunia ilmu kedokteran hewan menjadi pemimpin pendidikan tinggi, serta pelopor dalam bidang penyuluhan pembangunan di Indonesia.Â
Kisah ini bukan sekadar tentang gelar dan jabatan, melainkan tentang panggilan hidup yang berkembang seiring waktu dan kebutuhan masyarakat.
Awal Perjalanan: Lulus sebagai Dokter Hewan
Perjalanan akademik Margono Slamet dimulai pada dekade 1950-an. Ia menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB), yang saat itu masih berada di bawah Universitas Indonesia dan lulus sebagai dokter hewan pada tahun 1961.Â
Di masa itu, menjadi dokter hewan adalah profesi yang sangat dihormati, apalagi di tengah kebutuhan akan pembangunan sektor pertanian dan peternakan nasional.
Sebagai lulusan yang menguasai ilmu tentang kesehatan hewan, Margono memiliki prospek karier yang cerah di bidang veteriner. Namun, seiring waktu, ia mulai merasa bahwa keterlibatannya di tengah masyarakat memiliki makna yang lebih besar daripada sekadar praktik klinis.Â
Ia melihat bahwa banyak petani dan masyarakat pedesaan yang tidak hanya membutuhkan bantuan medis hewan, tetapi juga bimbingan, pemahaman, dan pendekatan manusiawi agar mereka bisa maju secara mandiri.
Titik Balik: Menemukan Dunia Penyuluhan
Itulah titik balik dalam hidupnya. Ketertarikannya terhadap dinamika sosial dan proses pemberdayaan masyarakat membawanya menekuni ilmu penyuluhan pembangunan, sebuah cabang ilmu yang saat itu belum banyak dikenal, namun sangat relevan bagi Indonesia yang tengah gencar membangun desa-desa dan sektor pertanian.
Margono pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 dan S3, namun tidak lagi di bidang kedokteran hewan. Ia mendalami ilmu penyuluhan, komunikasi pembangunan, dan pendekatan-pendekatan sosial yang menjadi dasar bagi pemberdayaan masyarakat.Â