Di Indonesia, Dinas Veteriner TNI Angkatan Darat dibentuk tidak lama setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda melalui Konferensi Meja Bundar. Aset militer yang diserahkan Belanda kepada Republik Indonesia mencakup pula aset kesehatan dan veteriner. Untuk menanganinya, TNI AD membentuk Dinas Veteriner di bawah Direktorat Kesehatan.
Di tingkat pusat, dinas ini dipimpin oleh Brigadir Jenderal Drh. Singgih Joyosugito, didampingi oleh beberapa dokter hewan sipil senior seperti Drh. Bunyamin dan Drh. Husodo. Tak lama kemudian, dinas ini diperkuat oleh tokoh-tokoh seperti Kol. Drh. Sugito Sosromintardjo, Kol. Drh. Arjodarmoko, Letkol. Drh. Subagyo, dan Letkol. Drh. Sutopo Andar.
Sebagai unit baru, Dinas Veteriner harus membangun sistem personel dan infrastruktur dari nol. Rekrutmen pun dilakukan melalui beberapa cara, seperti:
1. Memberikan beasiswa ikatan dinas kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Indonesia (sekarang IPB) dan Universitas Gadjah Mada.
2. Rekrutmen melalui program wajib militer (wamil).
3. Pengiriman personel ke luar negeri untuk pelatihan khusus seperti inspeksi pangan (food inspection) dan pengendalian penyakit zoonosis.
Selain itu, Dinas Veteriner juga melatih tenaga teknis veteriner seperti perawat hewan dan pengamat veteriner yang kemudian diangkat menjadi personel militer.
Penempatan dan Tugas Dinas Veteriner
Dalam struktur TNI AD, Dinas Veteriner tersebar hingga ke tingkat Kodam dan satuan tempur khusus. Penempatan meliputi:
* Di tingkat pusat: Dinas Veteriner berada di bawah Direktorat Kesehatan TNI AD sebagai pembuat kebijakan.
* Di tingkat Kodam: Dibentuk Biro Veteriner (RoVet) sebagai pelaksana teknis kebijakan veteriner di wilayah masing-masing.
* Di tingkat satuan: Biro Veteriner hadir di satuan-satuan khusus seperti MAKO Kavaleri, MAKO RPKAD (sekarang Kopassus), MAKO Pasukan Pengamanan Presiden, MAKOSTRAD, dan MAKO AKABRI.