Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak kembali merebak. Dalam satu bulan terakhir, kasus PMK di Indonesia dilaporkan telah mencapai 31.372 kasus pada ternak sapi, dengan 876 ekor diantaranya ternak mengalami kematian.
Sementara itu, kasus PMK juga meluas, yang awalnya hanya menjangkiti di 6 provinsi di Indonesia, kini per 6 Februari 2025, telah merebak di 18 Provinsi, 135 Kabupaten/Kota, 1.031 Kecamatan dan 3.183 Desa/Kelurahan.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan penyakit yang dapat menjadi ancaman besar bagi sektor peternakan. Penyakit ini disebabkan oleh virus Aphthovirus dan menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.
Dampaknya tidak hanya berpengaruh pada kesehatan hewan, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar akibat penurunan produktivitas, kematian hewan, hingga pembatasan ekspor ternak.
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai wilayah kepulauan dengan posisi strategis memiliki tantangan besar dalam mencegah masuk dan menyebarnya PMK.
Dalam konteks geografis, Kepri menjadi salah satu pintu gerbang utama lalu lintas barang dan jasa, termasuk perdagangan ternak antar daerah dan negara. Hal ini membuat risiko penyebaran PMK menjadi lebih tinggi. Maka, langkah antisipasi yang terencana dan berbasis data sangat penting untuk menjaga kesehatan ternak dan stabilitas ekonomi masyarakat di wilayah ini.
Kondisi Geografis dan Populasi Ternak di Kepulauan Riau
Kepulauan Riau terdiri dari ribuan pulau dengan beberapa pulau utama yang menjadi pusat aktivitas ekonomi, seperti Batam, Bintan, Tanjungpinang, dan Karimun. Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2023, populasi ternak Sapi di Kepri mencapai 15.159 ekor
Meski saat ini kasus PMK di Kepri belum ada laporan, namun pada Juli 2022, Provinsi Kepulauan Riau telah mencatat kasus PMK pertama di Kota Batam, di mana 15 ekor sapi terdeteksi positif PMK. Sapi-sapi tersebut diketahui didatangkan dari Lampung Tengah, yang saat itu menjadi daerah endemis PMK. Sehingga kasus ini menjadi peringatan akan perlunya pengawasan ketat terhadap lalu lintas ternak antar daerah.
Dampak Penyakit Mulut dan Kuku
PMK memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi dengan masa inkubasi yang singkat, yaitu 2-14 hari. Virus ini dapat menyebar melalui kontak langsung antara hewan yang terinfeksi dengan hewan sehat, kontaminasi pakan atau air, serta melalui alat, kendaraan, dan manusia yang membawa virus.
Gejala utama PMK meliputi Demam tinggi, Luka atau lepuh pada mulut, lidah, dan kaki hewan, Penurunan nafsu makan, Produksi susu yang drastis menurun pada hewan perah dan Kematian pada hewan muda akibat miokarditis.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan tidak hanya melibatkan kerugian langsung, seperti kematian hewan dan penurunan produktivitas, tetapi juga kerugian tidak langsung seperti pembatasan lalu lintas ternak, biaya pengobatan, serta dampak sosial-ekonomi terhadap peternak.
Langkah Antisipatif untuk Mencegah Penyebaran PMK
Sebagai wilayah kepulauan, sejatinya penyebaran PMK di Kepri dapat relatif lebih mudah dikendalikan. Namun demikian, berikut adalah langkah antisipatif yang perlu dilakukan dalam pengendalian penyebaran PMK di Provinsi Kepri.
Pertama, Pengawasan Ketat Lalu Lintas Ternak
Saat ini pengurusan lalu lintas ternak telah berjalan dengan sistem digital. Melalui online dengan situs: lalulintas.isikhnas.pertanian.go.id. Artinya, dokumen lalu lintas hewan tidak lagi dibuat secara manual.
Demikian juga dalam pengawasan di pintu masuk dan pintu pengeluaran, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Provinsi Kepulauan Riau juga telah melakukan pengawasan. Bahkan, Badan Karantina Indonesia juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 38 Tahun 2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku.Â
Selain itu, setiap ternak yang masuk perlu menjalani karantina selama 14 hari untuk memastikan tidak membawa virus PMK.
Kedua, Pembentukan dan Penguatan Satgas PMK
Provinsi Kepulauan Riau telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK untuk mencegah penyebaran penyakit, terutama menjelang momen-momen krusial seperti Idul Adha, di mana permintaan ternak meningkat. Namun, keberadaan Satgas ini secara nasional telah dihentikan. Sehingga, Satgas PMK perlu diaktifkan kembali. Bahkan perlu diperkuat, baik dari sisi jumlah tenaga kerja, pelatihan, maupun fasilitas pendukung seperti alat deteksi dan kendaraan operasional.
Ketiga, Edukasi dan Sosialisasi kepada Peternak
Peternak sebagai garda terdepan dalam pengelolaan ternak harus dibekali dengan pengetahuan tentang PMK. Edukasi ini mencakup: Pengenalan gejala PMK. Langkah-langkah biosekuriti, seperti sanitasi kandang, desinfeksi rutin, dan pengelolaan limbah dan penanganan awal jika ditemukan gejala pada hewan.
Melibatkan tokoh masyarakat dan lembaga keagamaan dalam sosialisasi ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas.
Keempat, Peningkatan Kapasitas Laboratorium dan Tenaga Medis HewanÂ
Pendeteksian dini menjadi kunci dalam penanganan PMK. Oleh karena itu, laboratorium veteriner yang ada di wilayah Kepri perlu ditingkatkan kapasitasnya, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia.Â
Penambahan tenaga kesehatan hewan seperti dokter hewan dan paramedik veteriner yang terlatih juga menjadi prioritas untuk menangani kasus-kasus yang muncul di lapangan.
Kelima, Penerapan Biosekuriti yang Ketat di Peternakan
Setiap peternakan di Kepri harus menerapkan langkah-langkah biosekuriti sebagai upaya pencegahan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi: desinfeksi kendaraan yang masuk ke area peternakan. Pembatasan akses orang luar ke area peternakan. Pembersihan rutin kandang dan peralatan dan pengelolaan limbah ternak yang aman.
Keenam, Vaksinasi Massal pada Ternak Rentan
Vaksinasi menjadi langkah penting dalam mencegah penyebaran PMK. Pemerintah pusat telah mendistribusikan vaksin PMK ke seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Kepri. Dinas terkait harus memastikan bahwa vaksin ini sampai ke tangan peternak dan diterapkan secara merata pada ternak yang rentan.Â
Mengacu data dari Kementerian Pertanian, per 10 Februari 2025, realisasi vaksinasi PMK di Provinsi Kepri mencapai 200 dosis dan itu baru dilaksanakan di Kabupaten Bintan. Sementara itu, per 11 Februari 2025, Kota Tanjungpinang juga sedang melaksanakan vaksinasi dengan jumlah 175 dosis, sehingga total vaksinasi tahap pertama di Kepri berjumlah 375 dosis.
Ketujuh, Penyediaan Dana Darurat untuk Penanganan Wabah.
Pemerintah daerah perlu menyiapkan dana darurat untuk menangani wabah PMK jika terjadi. Dana ini dapat digunakan untuk membeli obat-obatan, alat deteksi, serta membayar kompensasi kepada peternak yang terdampak.
Kedelapan, Pengangkatan Pejabat Otoritas Veteriner
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner, Otoritas Veteriner adalah kelembagaan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan.Â
Sehingga pengangkatan Pejabat Otoritas Veteriner (Otovet) sangat diperlukan. Di Kepri, hingga saat ini masih ada 2 Kabupaten yang belum memiliki Pejabat Otovetnya. Yakni Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Oleh sebab itu, perlu didorong percepatan pengangkatan pejabat otovet di daerah tersebut agar penyelenggaraan kesehatan hewan berjalan efektif.
Terlebih, provinsi Kepulauan Riau memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah dan mengendalikan Penyakit Mulut dan Kuku, mengingat wilayah ini merupakan salah satu pusat perdagangan ternak yang strategis.
Kolaborasi antara pemerintah, peternak dan masyarakat luas menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kesehatan ternak dan mencegah kerugian ekonomi yang lebih besar. Dengan langkah antisipatif yang tepat, sektor peternakan di Kepulauan Riau dapat terus berkembang tanpa terancam oleh PMK. Semoga!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI