Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Letkol Hulman Sipahutar SH, Pejuang Kemerdekaan Asal Banuadji

27 Desember 2017   12:58 Diperbarui: 27 Desember 2017   13:02 3028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 9 Oktober 1945, Brigade 4 dari Divisi India ke 26 dibawah pimpinan Brigjen Ted Kelly mendarat di Belawan. Mereka menghadap Gubernur Sumatera Utara Teuku Mohammad Hassan. Mereka minta diijinkan untuk masuk kota Medan dan menempati beberapa hotel di pusat kota Medan. Ternyata Inggris tidak sendiri. Beberapa tentara Belanda membonceng Inggris. Setelah membebaskan tahanan perang Jepang, Belanda mengkonsolidasikan eks KNIL yang ada dengan membentuk NICA. Tanggal 13 Oktober 1945 terjadi beberapa pertempuran sporadik di kota Medan. Inilah Pertempuran Medan Area Pertama.

Berita perang besar di Surabaya sampai juga di Medan dan menambah percaya diri anggota Tentara Republik. Tanggal 10 November 1945, tentara Nica merebut beberapa gedung pemerintah dan dijadikan kantor mereka sendiri. Bahkan kantor Walikota Medan dan Bank Indonesia berhasil mereka kuasai. Walikota Medan Luat Siregar terbunuh. Terjadilah pertempuran Medan Area Kedua. Tanggal 10 Desember 1945, tentara Nica memulai pertempuran Medan Area Ketiga. Batalyon I Langsa mendapat perintah untuk melakukan long-march ke kota Medan dan mengambil posisi di Binjai. Hulman Sipahutar juga ikut bergerak ke kota Medan.

Tanggal 28 Maret 1946, NICA melaksanakan serangan pembersihan kota Medan secara besar-besaran. Terjadilah pertempuran Medan Area keempat. Inilah pertempuran kota yang unik sepanjang sejarah. Ada tentara Nica yang melakukan provokasi, ada tentara Inggris yang sebagian besar orang India yang memilih untuk netral, ada Tentara Republik, ada milisi rakyat yang tidak terorganisir. Di tubuh Tentara Republik juga tidak ada koordinasi. Ada pasukan Kolonel M Simbolon, ada pasukan Kolonel Jamin Ginting dan ada pasukan Kolonel Husain Yusuf. Pertempuran berlangsung dengan hebat. Pertempuran berhari-hari tersebut benar-benar melelahkan. Semua saling berebut wilayah dan posisi, kecuali Inggris yang bertahan di Belawan. Akhirnya, tanggal 1 April keluar keputusan Gubernur Sumatera Bagian Utara untuk memindahkan ibukota Propinsi Sumatera Bagian Utara ke kota Pematang Siantar.

Tanggal 5 April 1946 dibentuk Resiman Istimewa Medan Area (RIMA) yang merupakan gabungan dari pasukan Kolonel M Simbolon, pasukan Kolonel Djamin Ginting, dan pasukan Kolonel Husain Yusuf bermarkas di Tuntungan, Medan Barat. Batalyon I Divisi Gajah I di-BKO-kan ke dalam RIMA. Hulman Sipahutar juga ikut pindah ke Tuntungan. Posisinya dimutasi menjadi Kepala Pool Kendaraan Angkutan. Pengalamannya melayani Letkol Sato memberi pemahaman mengenai struktur dan operasional Kendaraan Angkutan Militer. Tanggal 1 Agustus 1946, puluhan pasukan rakyat digabung dibawah komando Resiman Laskar Rakyat Medan Area (RLRMA).

Tanggal 1 Oktober 1946 mendarat 1 batalyon Belanda totok dan beberapa hari kemudian mendarat 1 batalyon NICA dari Jawa Barat. Mereka mengambil posisi di Polonia. Mayor Bahrin selaku Komandan RIMA melakukan koordinasi dengan RLRMA untuk melakukan serangan total pengusiran kedua batalyon tersebut dari kota Medan. Tanggal 23 Oktober 1946 dimulailah serangan ke dalam kota Medan melalui 3 jurusan. Belanda langsung mengadakan serangan balasan. Terjadi pertempuran dibanyak titik. Tentara Republik kalah dalam persenjataan. Secara berangsur Tentara Republik mundur. Bahkan markas RIMA di Tuntungan juga dijadikan sasaran serangan balasan dan berhasil dikuasai NICA.

Saat melakukan evakuasi kendaraan dan peralatan militer dari markas komando, Hulman Sipahutar harus melewati jalan yang berliku-liku menerobos barikade Nica maupun milisi rakyat. Hulman malah nyasar ke utara dan terpisah dari rombongan. Disana mobil jipnya ditahan di pos penjagaan Laskar Rakyat. Hulman dan Nababan, anggota regunya, dituduh mencuri kendaraan milik Republik. Hulman dan Nababan dibawa ke markas Laskar Rakyat di Kabanjahe dan ditahan disana. Yang menyakitkan hati, sepasang samurai dan sepucuk revolver pemberian Letkol Sato disita oleh Komandan Laskar Rakyat Kompi Kabanjahe.

Karena mengalami kekalahan dalam perang tersebut, banyak anggota Laskar Rakyat yang pulang kembali ke Kabanjahe. Salah satunya adalah Darmin Manik, kenalan Hulman sewaktu di Medan. Manik memahami permasalahan Hulman Sipahutar. Mereka kemudian menyusun rencana pelarian Hulman Sipahutar dan Nababan. Suatu malam tanpa bulan, Darmin Manik dan anggotanya menerobos masuk ke rumah tempat Hulman ditahan. Beberapa penjaga dilumpuhkan. Dengan mempergunakan jip Tentara Republik yang disita Laskar Rakyat, malam itu juga mereka segera menuju desa Tongging. Jip ditinggal di Tongging, Darmin Manik kembali ke Kabanjahe dengan berjalan kaki, sementara Hulman Sipahutar dan Nababan turun ke bawah ke tepian Danau Toba. Di bawah sudah disiapkan sebuah sampan (solu) lengkap dengan dayungnya. Sepanjang hari, mereka berdua mengayuh dayung menuju Balige.

Merapat di Balige, sampan dinaikan ke darat dan disembunyikan di balik semak. Kemudian Hulman dan Nababan menuju ke rumah kenalan mereka di Pasar Balige. Kenalan mereka di Balige menyambut mereka dengan sukacita. Setelah mandi dan makan malam, mereka saling bertukar kisah tentang keadaan perang saat terakhir. Ternyata, hampir sebulan Hulman dan Nababan ditahan oleh Laskar Rakyat di Kabanjahe. Keadaan kota Medan sudah mulai tenang karena Tentara Republik sudah keluar dari kota Medan. Tuan rumah juga menyampaikan bahwa besok adalah hari pasar, kemungkinan ada pedagang dari Sipoholon yang datang ke Balige. Setidaknya Hulman dan Nababan dapat menumpang mobil sampai ke Sipoholon

Begitulah, Hulman dan Nababan akhirnya tiba juga di Tarutung. Nababan kembali ke kampungnya di Pangaribuan, sedangkan Hulman kembali ke Banuadji. Di Banuadji, Hulman menemui tidak banyak perubahan setelah 8 tahun ditinggalkan. Beberapa bulan tinggal di huta, membuat Hulman gerah. Akhirnya dia pergi ke kota Tarutung. Di sana dia mendengar kabar bahwa sahabat baiknya Cornel Panggabean telah menjadi anggota Batalyon Banteng Cruz Kota Tarutung dengan pangkat Letnan. Hulman segera melangkahkan kaki ke Markas Batalyon Banteng Cruz di kompleks Kantor Keresidenan Tapanuli. Disana dia menemui kondisi markas yang berantakan, anggota pasukan yang tidak berseragam, tidak disiplin.

Bertemu dengan Cornell Panggabean, dia dijanjikan menjadi komandan regu dengan pangkat sersan bila dapat merekrut sekelompok pemuda menjadi anggota Tentara Republik. Rupanya eforia perang kemerdekaan tidak terlalu bergema di pelosok Tapanuli. Rakyat Tapanuli merasa nyaman karena Jepang sudah tidak ada sedangkan Belanda dan Inggris sibuk di Medan.

Hulman Sipahutar kembali ke huta Banuadji. Dia berhasil mengumpulkan 15 orang pemuda dari huta Banuadji dan huta tetangganya dan dibawa ke Tarutung untuk mendaftar menjadi anggota Tentara Republik Indonesia. Oleh Cornel Panggabean pasukannya segera disahkan menjadi regu tempur dibawah Kompi C1, Batalyon Banteng Cruz Kota Tarutung. Persenjataan yang dimiliki sangat minim. Sangat berbeda dibandingkan Batalyon I kota Langsa. Dengan inisiatif sendiri, Hulman kemudian mengumpulkan senapan rakitan milik rakyat yang biasa dipergunakan untuk berburu burung. Akhirnya seluruh anggotanya dapat memiliki senapannya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun