Mohon tunggu...
Nuraline
Nuraline Mohon Tunggu... Anabel Film

Suka nonton film, kadang review film kalau lagi luang. Main game Pokemon Go dari 2018 sampai sekarang. Beberapa artikel di sini merupakan republished, karena platform aslinya sudah tutup.

Selanjutnya

Tutup

Film

Nonton Film Horor Indonesia, Antara Merinding dan Belajar Logika Budaya

2 September 2025   15:59 Diperbarui: 2 September 2025   15:59 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto adegan film Mangkujiwo (Dok.  MVP Pictures)

Aku tuh punya kebiasaan unik tiap habis nonton horor Indonesia: bukannya cuma takut, malah kepikiran logika di balik mitosnya. Soalnya banyak film horor kita yang bukan asal bikin takut, tapi sebenarnya "ngomong" sesuatu tentang budaya. Jadi kadang aku mikir, horor ini kayak pintu masuk buat kita ngerti kenapa dulu nenek moyang bikin aturan hidup tertentu.

Contoh paling jelas ada di film Lampor: Keranda Terbang (2019). Di film, lampor digambarin sebagai keranda terbang pencabut nyawa yang keluar pas magrib. Nah kalau dianalisis, mitos kayak gini sebenarnya cara masyarakat zaman dulu bikin aturan biar orang nggak keluar malam. Bayangin, zaman dulu nggak ada lampu jalan, nggak ada polisi ronda, keluar malam bisa bahaya banget. Jadi keranda terbang itu kayak "simbol ketakutan" supaya orang disiplin. Horornya sih jalan, tapi fungsi sosialnya juga dapet.

Terus ada film Tembang Lingsir (2019). Dari dulu, lagu "Lingsir Wengi" sering dianggap serem, kayak pemanggil hantu. Tapi film ini ngebalik logika itu: lagunya justru dipakai buat ngusir roh jahat. Analisis logisnya: bisa jadi kesalahpahaman masyarakat modern yang bikin lagu itu jadi horor. Padahal kalau kita tarik ke sejarah, lagu ciptaan Sunan Kalijaga ini sebenarnya doa. Jadi horornya malah jadi bahan refleksi: jangan-jangan banyak hal yang kita anggap menakutkan, aslinya dibuat buat kebaikan.

Nah kalau Kuyang the Movie (2021), ini menurutku lebih dalam lagi. Secara visual, kuyang memang serem: kepala terbang cari darah. Tapi logisnya, legenda itu lahir dari rasa takut masyarakat terhadap risiko kematian ibu hamil dan bayi. Dulu angka kematian ibu melahirkan tinggi banget, dan kuyang bisa jadi cara orang menjelaskan tragedi yang nggak mereka pahami secara medis. Jadi horornya sebenarnya adalah manifestasi trauma kolektif.

Film Tarian Lengger Maut (2021) juga menarik. Ritual tarian dipakai buat menangkal petaka. Kalau dipikir logis, ini cara masyarakat menanamkan rasa kebersamaan lewat budaya. Ketika ada masalah, semua orang ikut dalam satu ritual, lalu mereka percaya desa jadi aman. Jadi bukan cuma soal mistis, tapi juga penguatan solidaritas sosial. Horor yang muncul di film ini lebih ke "bagaimana kalau budaya pelindung itu hilang?"

Sementara Mangkujiwo (2020) mencoba bikin lore tentang kuntilanak dan kejawen. Secara analisa, ini kayak usaha sinema untuk "merasionalisasi" horor. Kita nggak lagi cuma teriak karena hantunya muncul, tapi juga diajak mikir asal-usulnya. Itu bikin kuntilanak nggak lagi sekadar sosok seram, tapi juga bagian dari sistem kepercayaan yang rumit.

Jadi kesimpulannya apa?

Horor Indonesia sering banget dipandang cuma buat hiburan menakut-nakuti. Tapi kalau ditarik ke logika budaya, sebenarnya film-film ini kayak "ensiklopedia mistis" yang menjelaskan kenapa aturan sosial, tradisi, dan mitos itu lahir. Jadi setelah nonton, aku nggak cuma merinding, tapi juga merasa belajar cara berpikir orang-orang zaman dulu: mereka bikin cerita seram supaya manusia tetap selamat dan hidup rukun. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun