Mohon tunggu...
Arief Setyo Widodo
Arief Setyo Widodo Mohon Tunggu... Pengetik teks bebas

Yogyakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Dari Moleknya Kampung Mojang, Sampai ke Kawah Kamojang yang Elok

14 Mei 2013   16:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:35 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang tengah hari, awan mendung menggantung di langit kampung Mojang. Segelas kopi panas dan beberapa potong gorengan menemani kami menikmati sejuknya udara pegunungan. Terlihat beberapa petani sibuk menanam di lereng yang terjal. Suatu tugas yang tidak mudah, bertani di lereng-lereng bukit. Dibutuhkan tenaga, keterampilan, dan keberanian ekstra untuk menjadi petani di lahan miring. Risiko jatuh maupun tanah longsor nampaknya tak menciutkan nyali mereka demi untuk mencari sesuap nasi. Saya hanya bisa menikmati secara visual hasil karya mereka. Menyulap area perbukitan monoton menjadi lebih “berwarna” dengan adanya berbagai tanaman yang tertata rapi. [caption id="attachment_261075" align="aligncenter" width="448" caption="Jalan masuk menuju kampung Mojang Lebak, kecamatan Samarang, Garut"][/caption] Selepas dari kampung Mojang, kami segera menuju ke Kamojang. Motor terus melaju menembus gerimis yang turun sore itu. Jalanan cukup sepi, hanya nampak sesekali mobil dan motor yang lewat. Tak berapa lama kemudian, sampailah kami di gapura perbatasan Garut dan Bandung. Sesampai di komplek Pertamina, nampak bangunan-bangunan megah dengan pipa-pipa gas yang mengular. Kamojang memang menyediakan energi panas bumi yang telah dimanfaatkan oleh Pertamina. [caption id="attachment_261079" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu bangunan di Pertamina Geothermal Energy area Kamojang"]

13685190161021209358
13685190161021209358
[/caption] [caption id="attachment_261080" align="aligncenter" width="448" caption="Kawah Berecek, terletak tepat di depan pintu masuk kawasan wisata Kamojang"]
1368519235402738907
1368519235402738907
[/caption] Suasana begitu sunyi ketika kami memasuki kawasan wisata Kamojang. Tak kami dapati pengunjung lain, hanya terlihat dua warung yang masih buka. Di seberang warung-warung itu, terdapat sungai kecil dengan air belerangnya yang hangat. Dari kejauhan terlihat asap yang membumbung tinggi disertai suara yang berisik. Itu adalah kawah kereta api, disebut demikian karena mirip lokomotif kereta uap yang mengeluarkan asap tebal. Memasuki area kawah kereta api, suasana mistis mulai menyergap. Sepi, hanya kami berdua ditemani gerimis yang tak kunjung pergi. Di kejauhan, pepohonan tampak suram berselimut kabut bercampur asap dari kawah kereta api. [caption id="attachment_261082" align="aligncenter" width="448" caption="Aliran air belerang"]
1368519420111134497
1368519420111134497
[/caption] [caption id="attachment_261083" align="aligncenter" width="448" caption="Kawah kereta api, yang selalu menyemburkan uapnya"]
13685195741254531435
13685195741254531435
[/caption] Tak jauh dari kawah kereta api, terdapat kawah hujan. Sebuah kawah kering dengan asap putih yang keluar dari beberapa titik yang menyelimuti area sekitarnya. Nampaknya, tempat ini merupakan salah satu tempat pelepasan energi panas bumi secara alami. Asap terlihat keluar dari pori-pori tanah yang terasa panas. Terdapat sebuah pipa yang mengalirkan air belerang yang cukup panas. [caption id="attachment_261085" align="aligncenter" width="448" caption="Kawah hujan"]
13685216501628503535
13685216501628503535
[/caption] Hampir jam setengah lima sore, saya masih kurang puas menikmati keelokan Kamojang. Apalagi ketika melihat jalan setapak menuju ke dalam rimbunnya hutan Kamojang. Untuk sekedar memenuhi rasa penasaran, saya mencoba menyusuri jalan setapak itu. Tak jauh berjalan, rerimbunan pohon yang tinggi menyambut saya. Jalan setapak kecil dengan semak-semak tinggi di sekeliling, menggoda saya untuk menerokanya. Namun SMS dari kawan yang masih di area kawah hujan segera menyadarkan saya. Rasanya tak pantas meninggalkan seorang perempuan sendirian dalam sunyinya belantara Kamojang. [caption id="attachment_261086" align="aligncenter" width="448" caption="Jalan setapak menuju ke pedalaman rimba Kamojang"]
1368521850918627886
1368521850918627886
[/caption] Menjelang jam lima sore, jalan raya Kamojang begitu sepi. Kabut pun mulai turun disertai gerimis yang kembali menemani perjalanan kami. Di sisi kiri terlihat hamparan hutan belantara yang berselimutkan kabut tipis. Samar-samar terdengar suara monyet yang saling bersahutan memecah keheningan. Agak aneh memang, mengapa meski masih sore jalanan sudah sepi. Baru beberapa hari kemudian salah seorang kawan memberikan info yang terlambat. Jl Raya Kamojang termasuk daerah rawan tindak kriminal setelah jam 3 sore, karena memang tempatnya sangat sepi. Bahkan pernah ditemukan potongan kepala korban kejahatan di lapangan pinggir jalan. Yah.. pantas saja sore itu jalanan sangat sepi. [caption id="attachment_261087" align="aligncenter" width="448" caption="Belantara tanah Priangan"]
1368521994155389824
1368521994155389824
[/caption] [caption id="attachment_261088" align="aligncenter" width="448" caption="Jalan Raya Kamojang"]
13685221471351805967
13685221471351805967
[/caption] Catatan kecil: Jadi Kuli di Tanah Sendiri Sebuah perbincangan ringan dengan warga setempat, menguak fakta yang cukup miris. Sebagian warga kampung Mojang bekerja di tanah mereka sendiri sebagai buruh. Tanah mereka telah disewa pihak lain sebesar satu juta rupiah per 100 tumbak (1400m2) tiap tahunnya. Biasanya, kontrak sewa tanah selama lima tahun. Entah apa yang menyebabkan para pemilik tanah itu menyewakan tanahnya dan rela menjadi buruh di tanahnya sendiri. Saya pun tidak bisa bertanya lebih jauh lagi dikarenakan kendala bahasa. Si Bapak menggunakan bahasa campuran (bahasa Sunda dengan sedikit Indonesia) ketika berbicara dengan saya. [caption id="attachment_261089" align="aligncenter" width="448" caption="Lahan perkebunan di kampung Mojang"]
13685222871038822102
13685222871038822102
[/caption] Sumber foto: Dokumentasi pribadi tim GABAN

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun