Di tengah hiruk pikuk pasar modal yang sering baper karena sentimen sesaat, muncul sebuah fenomena yang diberi nama "Purbaya Effect". Fenomena ini bukan soal crypto atau saham teknologi, melainkan tentang aroma khas tembakau dan nasib jutaan pekerja.
Nama ini diambil dari sosok Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang sejak dilantik, memberikan kejutan politik dan ekonomi yang terasa hingga ke ladang-ladang di Jember, Temanggung, Jombang dan gudang-gudang pengolahan di Kudus.
Kebijakan Purbaya---yang berani mengisyaratkan pengkajian ulang cukai yang terlampau tinggi, bahkan menjulukinya "Firaun", telah mengirimkan gelombang optimisme dari hulu ke hilir industri tembakau.
Industri Rokok: Dari Ditinggal Investor Menjadi Kesayangan Pasar
Sebelum "Purbaya Effect" mengemuka, industri Hasil Tembakau (IHT) seringkali dianggap sebagai sektor yang tertekan. Kenaikan cukai yang agresif selama bertahun-tahun membuat emiten rokok lesu, bahkan mengalami tekanan hebat di pasar saham. Investor cemas, pabrik kian sulit merencanakan bisnis jangka panjang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, jumlah tenaga kerja di pengolahan tembakau untuk industri skala mikro sebanyak 254.144 orang, dan skala kecil sebanyak 1.026.530 orang. Nasib mereka ditentukan oleh kebijakan terhadap cukai rokok yang tiap tahun selalu naik.
Alhasil, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak bisa dihindari, ini menjadi preseden buruk dalam industry tembakau.
Namun sejak Menkeu Purbaya menyatakan, cukai hasil tembakau tidak akan naik pada tahun 2026, saham emiten industri rokok meroket. Sejak pernyataan tersebut, saham gudang garam (GGRM) naik 4,77 persen ke Rp. 14.825 per saham. Artinya industri hasil tembakau kembali bergeliat.
Senyum Petani Tembakau: Ujung Tombak yang Akhirnya Diperhatikan
Dampak Purbaya Effect tidak hanya berhenti di gedung-gedung Bursa Efek Jakarta. Dampak sesungguhnya terasa di tengah ladang-ladang tembakau, di mana senyum sumringah petani tembakau menjadi pemandangan baru.
Petani adalah pihak yang paling rentan terhadap gejolak kebijakan cukai. Ketika industri rokok tertekan, permintaan bahan baku yaitu tembakau otomatis turun. Kualitas dibatasi, dan harga beli oleh pabrikan pun ikut merosot. Bagi petani tembakau, kenaikan cukai sama dengan pengurangan daya beli pabrik.
Adanya sinyal tidak naiknya Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun anggaran mendatang dan adanya perlindungan pasar dari rokok ilegal, ekspektasi petani langsung melonjak.