Mohon tunggu...
Doddy Haripriambodo
Doddy Haripriambodo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dulu menulis di Mading, kini menulis di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masih Seputar 'Brexit'

11 Juli 2016   13:52 Diperbarui: 11 Juli 2016   14:20 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum yang hampir bersamaan antara Brexit di Inggris dan 'Brexit' di Kota Brebes Jawa Tengah, menjadikan mudik tahun ini menjadi sangat riuh rendah pemberitaannya, termasuk di media sosial. Brexit di Kota Brebes merupakan kejadian macet arus kendaraan mudik Lebaran 2016. Tulisan ini memberikan pandangan tentang kemacetan lalu lintas dari tinjauan disipilin ilmu transportasi khususnya teknik lalu lintas (traffic engineering).

Tidak ada satupun prasarana (infrastruktur) yang dibangun berdasarkan asumsi kapasitas maksimum. Ruas jalan (jalan tol dan non tol) misalnya, dibangun dengan asumsi memiliki kemampuan menanggulangi arus kendaraan tertentu. Artinya akan ada satu situasi dimana jalan tersebut over loaded. Saluran air kota juga demikian, dibangun mampu menampung debit tertentu yang berasal dari curah hujan tertentu untuk periode ulang tertentu. Mengapa tidak didesain pol-pol an? Sederhana saja jawabannya, yaitu biayanya terlalu besar. Yang terpenting, dalam suatu periode waktu tertentu (misal 11 bulan 26 hari dalam satu tahun)  aliran air atau arus lalu lintas berjalan lancar. Bla selama 3-4 hari dalam satu tahun bermasalah, itu masih masuk dalam koridor toleransi. 

Tetapi peristiwa mudik sudah menjadi peristiwa budaya, religi dan ekonomi yang sangat luar biasa. Jumlah kendaraan yang meninggalkan Jabotabek mencapai 2 juta lebih. Maka empat hari over loaded itu tidak boleh dipasrahkan begitu saja, harus dilakukan mitigasi. Khusus prasarana jalan tol dan non tol, mitigasinya berupa rekayasa lalu lintas. Jangan biarkan suatu ruas jalan mengalami kelebihan beban terus menerus selama empat hari. Suatu ruas jalan tol dibangun atas dasar asumsi tertentu, misal LHR puluhan ribu (LHR: lalu lintas harian rerata, misal 75 ribu LHR). Salah satu media memberitakan, jalan tol Cikampek tercatat dilalui kendaraan sejumlah 29 ribu dalam tempo tiga jam. Artinya, dalam tempo 24 jam akan ada 240 ribu kendaraan yang melintas. Bila kapasitas jalan tol 75 ribu LHR, maka terjadi kelebihan beban 3 kali lipat lebih. Ini adalah inti masalah terjadinya kemacetan di Brexit dalam periode lebaran 2016 yang lalu.

Rekayasa lalu lintas yang dilakukan harus terkoordinir dengan baik dan terencana secara mendetail. Bentuk rekayasa lalu lintas berupa pembagian arus lalu lintas menuju Jateng dan Jatim melalui jalur utara dan selatan, sesuai daya tampungnya masing-masing. Untuk ruas jalur utara, perlu dilakukan lagi rekayasa lalu lintas, yaitu setiap empat jam, arus kendaraan di pintu Tol Kanci dikeluarkan menuju jalan nasional untuk menghindarkan over capacity di ruas tol Pejagan - Brexit. Jenis-jenis rekayasa lalu lintas semacam ini yang diperlukan. Patut dicatat bila suatu ruas jalan tol kelebihan beban, bukan hanya lebar jalan yang kurang, namun sarana pendukung lainnya akan ikut collapse, yaitu gardu tol, tempat istirahat dan sumberdaya manusia yang operasikan jalan tersebut. Praktisi atau pengelola jalan tol sudah akrab dengan istilah V/C ratio. V/C maksimum 1 yang menunjukkan kapasitas jalan tol sudah tercapai maksimum. V/C adalah index perbandingan antara kapasitas jalan dan kendaraan yang lewat dalam satu waktu tertentu.

Semoga kehebohan 'Brexit' tahun ini menjadi yang terakhir dan lebih lancar pada tahun-tahun mendatang. Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun