Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mencatat Indonesia sebagai negara importir gula terbesar di dunia. Pada periode 2023/2024, Indonesia mengimpor sekitar 5 juta ton gula, setara dengan 8,79% dari total impor gula global. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah ketersediaan gula dalam negeri saja sudah mampu memenuhi permintaan gula masyarakat? Berdasarkan data statistik Tebu Indonesia dalam BPS (2023) menunjukkan bahwa area tebu Indonesia mencapai 504.776 hektar dan diproyeksikan produksi total gula 2,27 juta ton pada tahun 2023. Pada periode Januari hingga September 2024, sekitar 3.663 ton gula dengan nilai sekitar 2,14 miliar USD diimpor dari Brazil, Thailand, dan Australia. Jika dibandingkan dengan impor nonmigas keseluruhan, impor gula diperkirakan akan meningkat sebesar 48% pada segmen gula dan kembang gula pada tahun 2024. Ketergantungan ini erat terkait keterbatasan produktivitas pabrik gula yang sebagian besar masih menggunakan teknologi lama, serta infrastruktur tebu yang belum optimal. Akibatnya, biaya gula domestik cenderung tinggi yang mengakibatkan persaingan industri dan konsumen lebih sulit.
 Berfokus kepada proses peradilan hukum yang telah menjerat Tom Lembong, Kepala BKPM dan Menteri Perdagangan Indonesia 2014-2016. Tom Lembong dituntut kasus tindak pidana atas dugaan pelaksanaan impor gula rafinasi pada tahun 2015-2016. Kebijakan impor gula selama masa kepemimpinannya menunjukkan bahwa volume impor antara tahun 2015 dan 2016 berkisar antara 3-4 juta ton. Sesuai Permendag 117/2015, izin impor gula kristal putih (GKP) hanya boleh diberikan kepada BUMN. Hal ini mengakibatkan Tom Lembong menjadi tersangka kasus korupsi pada tahun 2025 dan divonis hukuman 4,5 tahun penjara karena diduga memberikan izin impor gula mentah (GKM) kepada perusahaan swasta pada masa jabatannya serta tidak meminta surat rekomendasi terlebih dahulu kepada Kementerian Perindustrian.
Tom Lembong menegaskan bahwa kebijakan impor gula tersebut dilakukan atas perintah Presiden Jokowi, yang baru-baru ini secara resmi mengaku mengarahkan kebijakan tersebut dan kementerian bertanggung jawab atas teknis pengelolaan. Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025, menjelaskan kebijakan impor gula yang dilakukan Tom pada 2015 merupakan bagian dari pelaksanaan operasi pasar yang diperintahkan Presiden Jokowi. Ketika itu stok gula nasional berada dalam kondisi minim dan harga kebutuhan pangan melonjak.
Kebijakan impor gula yang didukung Lembong didasarkan pada kebutuhan pasokan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan industri. Produksi gula dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan nasional, makanya impor hadir guna memastikan pasokan gula dapat ditingkatkan untuk mendukung keberlanjutan sektor industri. Selain itu, Tom Lembong juga menyoroti bahwa industri gula domestik masih menghadapi berbagai persoalan struktural, seperti penggunaan teknologi usang, rendahnya produktivitas, dan inefisiensi dalam proses produksi. Hal ini mengakibatkan biaya produksi gula lokal menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan harga gula di pasar internasional sehingga tidak kompetitif. Lembong melihat impor sebagai cara untuk mendorong daya saing dan menurunkan harga gula domestik yang kerap melambung. Keterbukaan ini diharapkan menjadi insentif bagi industri dalam negeri untuk berbenah dan tidak terus bergantung pada proteksi pemerintah.Â
Data dari USDA juga menunjukkan bahwa pada tahun 2015, kebutuhan gula masyarakat Indonesia adalah sebesar 5,6 juta ton. Sedangkan produksi gula lokal yang dihasilkan hanyalah sebesar 2,05 juta. Pada jangka pendek, Tom Lembong memang perlu melakukan penyesuaian kuota impor gula berdasarkan kebutuhan riil konsumsi nasional. Data pendukung inilah yang menentang gugatan dari kejaksaan yang menyampaikan bahwa kebutuhan gula pada tahun 2015 sudah terpenuhi hanya dari dalam negeri.Â
Pada akhirnya, di hari Kamis, 31 Juli 2025, Tom Lembong telah mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah beranggapan abolisi yang diberikan merupakan simbol dari persatuan. Namun, banyak masyarakat yang juga berpendapat bahwa abolisi tersebut hanyalah bentuk dari mencari muka Presiden terhadap masyarakat. Â Terlebih lagi, kasus yang menjerat Tom Lembong ini seakan menjadi sinyal peringatan bagi seluruh pihak yang pernah berkaitan langsung dalam membuat kebijakan di Indonesia bahwa tidak menutup kemungkinan segala kebijakan yang telah dibuat di masa kini dapat dituntut di masa depan oleh pemerintahan yang baru.Â
Pemerintah seharusnya lebih berfokus terhadap pengembangan produksi gula dalam jangka panjang, modernisasi industri gula lokal menjadi strategi utama. Pemerintah dan pelaku industri harus berinvestasi dalam peningkatan teknologi pengolahan, revitalisasi pabrik-pabrik tua, serta optimalisasi sistem distribusi agar efisien dan kompetitif. Modernisasi ini akan berdampak langsung pada peningkatan produktivitas dan kualitas gula lokal. Selain itu, diversifikasi sumber bahan baku gula juga perlu dikembangkan sebagai langkah strategis. Pengembangan alternatif seperti gula dari nira aren, sagu, atau kelapa dapat menjadi solusi dalam mengurangi ketergantungan pada tebu dan memperluas basis produksi gula nasional. Dengan implementasi solusi tersebut secara terpadu dan berkelanjutan, diharapkan Indonesia mampu memperkuat kemandirian dalam produksi gula sekaligus menjaga stabilitas harga di pasar domestik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI