Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ternyata Pemalsu Lukisan Sama-sama Pelukis

29 September 2016   11:34 Diperbarui: 18 Oktober 2016   08:20 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pembicara seminar, dari kiri Amir Sidharta, Henry Soelistyo, Puji Yosep Subagiyo, dan moderator Kukuh Pamudji (Foto-foto: Djulianto Susantio)

Rabu, 28 September 2016 saya diundang oleh Museum Basoeki Abdullah, yang bekerja sama dengan Paramita Jaya menyelenggarakan seminar bertajuk “Menguak Rahasia Lukisan”. Paramita Jaya adalah kependekan dari Perhimpunan Antar Museum di DKI Jakarta Raya, organisasi permuseuman yang berdiri pada 1987. Pada seminar itu tampil tiga orang pembicara, yakni Amir Sidharta, kurator di Museum Pelita Harapan; Henry Soelistyo, Ketua Program Studi Magister dan Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan; dan Puji Yosep Subagiyo, konservator Museum Nasional.

Amir Sidharta sebagai pembicara pertama mengatakan kejahatan yang paling sering dilakukan orang terhadap karya seni rupa adalah pencurian dan pemalsuan. Sebagai perupa yang namanya sangat terkenal, karya Basoeki Abdullah juga sering menjadi sasaran kejahatan. Menurut Amir ada lukisan yang terjual pada 2010 tapi baru ketahuan pada 2015. Lukisan itu milik Widjojo Nitisastro.

Semula lukisan itu terdapat di pendopo rumah Widjojo Nitisastro. Mungkin karena orang sering keluar masuk, lukisan itu menjadi pusat perhatian, termasuk kolektor. Dari hasil penelitian diketahui, lukisan itu diambil seorang teknisi AC. Lukisan asli itu “diamankan” sementara oleh si teknisi AC. Setelah lukisan reproduksi selesai dibuat, maka lukisan palsu masuk dan lukisan asli dibawa keluar. Tentu saja tanpa disadari si pemilik rumah sekaligus lukisan. Lukisan ini dibeli seseorang dengan harga Rp500 juta, lalu dijual kembali seharga Rp1,3 milyar. Di balai lelang lukisan tersebut terjual sekitar Rp4 milyar.

Lukisan “Potret Wanita” juga pernah dipalsukan. Ini diketahui ketika akan dilelang. Beruntung memang karena balai lelang selalu mengeluarkan katalogus benda-benda yang akan dilelang. Dari hasil penelusuran diketahui lukisan asli pernah dipinjamkan kepada seseorang lebih dari enam bulan dengan dalih buat pameran. Jelas dalam rentang waktu yang cukup lama itu, ada pelukis yang membuat reproduksi. Tentu saja atas suruhan seseorang.

Yang menarik, sebagaimana dituturkan Amir, tidak semua pemalsuan ada karya aslinya. Memang umumnya pemalsuan karya seni mencakup ada karya asli, kemudian dicontek untuk dijadikan contoh bahan pembuatan karya palsu. Namun bisa saja yang ditiru gaya lukisannya. Biasanya setiap perupa memiliki goresan khas sebagai gaya melukisnya. Yang parah, sering kali peniruan gaya melukis juga diikuti peniruan tanda tangan perupa yang ditiru. Menurut Amir, buat orang yang berpengalaman, pemalsuan karya lukis dapat dilihat dari beberapa hal, yakni cara pembentukan wajah, goresan lukisan, teknik pencahayaan, perkembangan gaya lukisan, dan tanda tangan.

Amir mempertanyakan apakah karya seni rupa perlu sertifikat. Alasan Amir, karya seninya saja bisa dipalsukan, apalagi sertifikatnya. Untuk itu, menurut Amir, perlu banyak hal dilakukan dalam rangka memerangi kejahatan seni rupa, terutama pencatatan berupa registrasi, dokumentasi, dan pengarsipan. Yang tidak boleh diabaikan, tentu saja penelitian seni rupa.

Kejahatan Intelektual

Pemakalah kedua Henry Soelistyo mengatakan motivasi melakukan pemalsuan lukisan adalah ekonomi atau mencari keuntungan finansial. Dari segi hukum lukisan palsu merupakan kejahatan intelektual. Soalnya Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) mencakup hak ekonomi (berupa perbanyakan dan pengumuman) dan hak moral (berupa pengakuan dan integritas).

Hak ekonomi perbanyakan meliputi menambah jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Hak ekonomi pengumuman meliputi pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat oleh orang lain. Sementara itu, pengakuan meliputi nama, tanda tangan, dan karakter. Sedangkan integritas meliputi makna, dedikasi, dan reputasi.

Definisi hak cipta sendiri sendiri, menurut Henry, adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah yang masih menjadi pertanyaan bagaimana kalau terjadi mutilasi, modifikasi, aproprisi, dan distorsi karya lukisan.

Karya lukisan seperti ini, bagaimana HAKInya?
Karya lukisan seperti ini, bagaimana HAKInya?
Henry, mengutip seorang kolektor, Dr. Handoyo, mengatakan bahwa lukisan asli harus dipandang dari berbagai segi, yakni media lukisan (kanvas, kertas, kain, hard board, mika), cat (cat minyak, cat air, tinta cina), pigura (bahan frame, model), sertifikat (autentisitas), dan buku (dokumentasi kesejarahan). Mengenai testimoni keaslian lukisan harus berasal dari berbagai sumber, yaitu pelukis sendiri, isteri dan anak, sertifikat, galeri (penyelenggara pameran), buku, balai lelang atau katalog, dan kolektor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun