Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Arkeolog Menulis Tentang Arsip...

19 Agustus 2016   13:28 Diperbarui: 20 Agustus 2016   08:16 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Kepala BPAD Jakarta Dr. Tinia Budiati (Foto: BPAD Jakarta)

 

Selasa, 9 Agustus 2016 sore, telepon genggam saya berbunyi. Nomor yang menghubungi saya masih terasa asing karena memang tidak tercatat dalam daftar saya. “Halo selamat sore, ini Pak Djulianto,” kata suara dari seberang sana. Beberapa lama setelah dikatakan dari Arsip Nasional, saya pun punya perasaan agak lain. Memang benar, pada bagian akhir dikatakan saya mendapat juara pertama dalam Lomba Karya Tulis Kearsipan 2016 yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia. Lembaga itu biasa disebut ANRI.

Kisahnya kira-kira minggu kedua Juli saya lihat sepintas poster tentang lomba yang dibagikan lewat Facebook. Media sosial ini rupanya sangat ampuh. Info segera tersebar, meskipun belum tentu si pembaca akan mengikuti lomba.

Ada dua kategori yang dilombakan, yaitu Arsiparis dan Umum. Pada awalnya saya acuhkan info tersebut. Baru pada minggu ketiga saya coba cari laman ANRI. Setelah mengetahui perihal lomba, antara lain dengan bahasa populer dan panjang enam halaman, saya coba tulis saja apa yang saya ketahui tentang arsip.

Kebetulan saya pernah posting di Facebook tentang boneka milik ibu saya lengkap dengan faktur pembelian bertahun 1939. Saya dan teman-teman berdiskusi di Facebook, antara lain tentang Mampangweg, alamat toko penjual boneka tersebut dan J.P. Coenweg, alamat kakek saya. Dari situlah diskusi berkembang.

Tentang arsip pribadi inilah saya berkisah. Yang pertama tentang Toko Mampang di Mampangweg, Batavia-centrum. Ternyata tempat itu bukan di sekitar Mampang yang dikenal sekarang, tetapi Jalan Teuku Cik Ditiro di kawasan Menteng. Begitu pula terhadap J.P. Coenweg yang ternyata Jalan Sultan Agung. Saat ini Toko Mampang sudah tidak ada lagi, entah digantikan apa.

Meskipun faktur tersebut berukuran kecil dan bagi banyak orang dipandang tidak bermanfaat, bagi saya pribadi dan juga teman-teman di Facebook, jelas mengundang memori masa lalu yang mengasyikkan. Banyak unsur terselip di selembar surat kecil itu, antara lain sejarah Jakarta, konservasi kertas, dan jejak keluarga.

Sumber Informasi


Saya berkisah juga tentang arsip yang seakan tidak memiliki makna. Apalagi bila kertasnya sudah sobek, berwarna suram, rapuh, atau dimakan rayap/ngengat. Menurut saya, sejak lama arsip menjadi pusat ingatan dan sumber informasi. Di negara-negara maju arsip banyak membantu untuk penelusuran silsilah keluarga dan masalah warisan. Keberadaan arsip juga membantu para ilmuwan, terutama sejarawan, untuk mencari berbagai informasi yang telah berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun di belakang masa sekarang.

Pada bagian lain saya mengatakan, adanya arsip juga bisa digunakan untuk perbuatan ilegal atau negatif. Di mancanegara arsip-arsip tentang Nusantara bukan main banyaknya. Nah, arsip-arsip tersebut banyak digunakan oleh para pemburu harta karun laut untuk menguras benda-benda kuno muatan kapal yang tenggelam di perairan Nusantara. Sejak ratusan tahun lalu, catatan bangsa asing tentang pelayaran cukup lengkap, misalnya tentang keberangkatan kapal, negara tujuan, barang-barang bawaan, dan sebagainya. Kapal yang tidak kembali ke tempat asal juga tercatat dan inilah yang dicurigai sebagai kapal tenggelam.

Menerima piagam penghargaan dari Kepala ANRI Dr. Mustari Irawan (Foto: Firman Harris)
Menerima piagam penghargaan dari Kepala ANRI Dr. Mustari Irawan (Foto: Firman Harris)
Konsep LAM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun