Mengenang bencana, tentu saja kita tidak bisa melupakan tsunami yang pernah melanda Aceh pada 2004. Ribuan orang meninggal dalam bencana itu.Â
Belum lagi harta benda milik masyarakat. Masyarakat Simeulue Aceh menyebutnya 'smong'. Kisah 'smong' dituturkan dalam tradisi lisan Nandong, tercipta setelah tsunami sebelumnya pada 1907.Â
Ternyata cerita Nandong itu berhasil menyelamatkan sebagian besar masyarakat Simeulue pada tsunami 2004. Â
Bencana letusan Gunung Krakatau pada 1883 tergambar dalam pameran ini. Syair Lampung Karam yang ditulis pada abad ke-19 menceritakan kisah tenggelamnya Lampung pada 26-27 Agustus 1883. Syair itu terdiri atas 374 bait, ditulis dalam bahasa Melayu dan dicetak dengan aksara Jawi.
Kengerian bencana Krakatau juga diceritakan Ong Leng Yauw. Ia selamat dari letusan 1883. Kata Ong, banyak rumah penduduk di sepanjang sungai Ci Karangantu luluh lantak diterjang tsunami. Karangantu terletak di Banten.
Materi lain berupa narasi dan foto tentang dua kapal kargo yang tenggelam di perairan Nusantara ratusan tahun lalu.Â
Isi kapal berupa barang-barang berharga. Sayangnya pihak asing memetik keuntungan dari kapal kargo yang tenggelam itu. Hasil penjualan mencapai jutaan dollar.
Rumah adat
Karena ada bencana, tentu ada kearifan lokal. Masyarakat Nias memiliki rumah adat Omo Hada. Inilah pengetahuan masyarakat setempat untuk menghadapi bencana seperti angin kencang, gelombang, terjangan ombak, dan gempa.Â
Mitigasi ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat dibangun melalui pengalaman dan kecerdikan masyarakat dalam bersiasat serta bersahabat dengan kerentanan alam yang berpotensi akan datangnya bencana.
Legenda Nyi Loro Kidul dipamerkan juga di sini. Ada nilai kewaspadaan kepada orang-orang di sekitar pesisir Laut Selatan Jawa.Â