Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kongsi Dagang Pertama di Nusantara, Bukan VOC (Belanda) atau EIC (Inggris) tetapi dari India

21 Mei 2022   08:48 Diperbarui: 21 Mei 2022   17:59 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potongan Prasasti Lobutua berbahasa Tamil dari Barus, Sumatera Utara (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Prasasti merupakan sumber sejarah kuno yang dipandang sebagai sumber sejarah primer. Di dalam prasasti banyak terdapat informasi tentang struktur birokrasi, perekonomian, keadaan sosial, dan berbagai masalah lain.

Di Nusantara sejak zaman kolonial ditemukan prasasti berbahan batu dan logam. Jumlahnya ratusan buah. Sebagian besar prasasti menggunakan tarikh Saka. Tarikh Saka berselisih 78 tahun dengan tarikh Masehi. Artinya tahun 1 Saka identik dengan tahun 79 Masehi.

Prasasti Tihang menggunakan Tarikh Sanjaya dan Tarikh Saka (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Prasasti Tihang menggunakan Tarikh Sanjaya dan Tarikh Saka (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Tarikh Sanjaya

Yang menarik, kemudian ditemukan beberapa prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya. Sejauh ini baru ditemukan empat prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya, yakni Taji Gunung, Timbanan Wungkal, Tihang, dan Tulang Er.

Brandes membaca Prasasti Taji Gunung bertarikh 694 dan Prasasti Timbanan Wungkal 693. Berdasarkan hasil pembacaan tersebut, sebagaimana tulisan HB Herry Santosa dalam Berkala Arkeologi Edisi Khusus 1994, Krom berpendapat bahwa permulaan tarikh Sanjaya sekitar tahun 217/216 Masehi.

Sebaliknya Goris, masih menurut Santosa, membaca angka tahun pada kedua prasasti sebagai 172/174 dan 176 Sanjaya. Pendapat para sarjana itu ternyata kurang tepat setelah L. Ch. Damais berhasil membaca angka tahun pada kedua prasasti sebagai 194 dan 196 Sanjaya. Ini setelah ditemukan Prasasti Tihang yang menggunakan dua tarih, yaitu 836 Saka dan 198 Sanjaya. Di sini terdapat selisih 638 tahun.

Kata 'juru hunjaman' pada Prasasti Sugih Manek (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Kata 'juru hunjaman' pada Prasasti Sugih Manek (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Hunjaman 

Menangani prasasti cukup sulit karena menggunakan bahasa mati, artinya bahasa tersebut tidak digunakan lagi. Tulisannya pun seperti bahasa sastra sehingga harus ditafsirkan. Kesulitan lain, ada kata yang belum diketahui padanannya. Yang lebih sulit, tentu saja kalau ada bagian aksara yang aus, rusak, atau hilang. Dengan demikian timbul berbagai kekosongan dan tafsiran.

Nah, dalam prasasti pernah ada kata hunjaman atau hunjeman (maaf, tidak menggunakan tanda diakritik). Kata ini disebut dalam Prasasti Taji Gunung (194 Sanjaya = 832 Saka = 910 Masehi) dan Timbanan Wungkal (196 Sanjaya = 834 Saka = 912 Masehi). Kata tersebut juga terdapat pada prasasti yang tidak menggunakan Tahun Sanjaya, seperti pada Prasasti Sugih Manek (837 Saka = 915 Masehi).

Kemungkinan hunjaman/hunjeman merujuk kepada anjuvannam, Serikat Dagang India. Entah mengapa, hunjaman/hunjeman menjadi 'daftar hitam' di Jawa. Mengutip status Ery Soedewo di Facebook, Prasasti Taji Gunung menyebutkan sejumlah jabatan dan kelompok yang tidak diperkenankan memasuki wilayah sima, salah satunya adalah hunjaman. Sima atau tanah perdikan adalah tanah yang dilindungi kerajaan. Tidak sembarang orang atau kelompok boleh memasuki sima.

Beberapa prasasti seperti Timbanan Wungkal dan Sugih Manek juga menyebut hal demikian. Di dalam prasasti disebutkan juga sejumlah orang asing, di antaranya Kling atau Keling. Ini mungkin mengacu kepada orang India.

Kalau merujuk pada prasasti tertua bertarikh 910 Masehi, tentu saja Serikat Dagang India itu sudah berada di Nusantara sebelum 910 Masehi.

Prasasti Lobuatua berbahasa Tamil dari Barus, Sumatera Utara (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Prasasti Lobuatua berbahasa Tamil dari Barus, Sumatera Utara (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Prasasti Tamil

Sayang, data tentang serikat dagang itu belum banyak. Tapi ada serikat dagang India lain yang aktif di Nusantara, yakni 'Lima Ratus Penguasa Ayyavole' . Menurut en.wikipedia.org, serikat dagang ini berasal dari Aihole, melakukan hubungan dagang dengan Tamil Nadu, Karnataka, dan Andhra Pradesh.

Informasi tersebut diperoleh dari Prasasti Tamil yang ditemukan di Lobu Tua, Barus, pada 1873. E. Hultzsch, seorang ahli epigrafi pemerintah Inggris di India, mencatatnya dalam Madras Epigraphy Report 1891-1892. Meskipun batunya pecah beberapa bagian, sebagian besar dapat dibaca. Prasasti itu bertarikh 1010 Saka atau 1088 Masehi.

K.A. Nilakanta Sastri pernah menulis 'A Tamil Merchant-Guild in Sumatra' pada 1932. Y. Subbarayalu membahas kembali pada 2002. Menurutnya, kegiatan perkumpulan 'Ayyavole-500' berkembang di India Selatan dan daerah luar. Prasasti Tamil berhasil menggali informasi tentang keberadaan atau lokasi Barus.

Jelas, kongsi dagang atau serikat dagang pertama di Nusantara bukan VOC (Belanda) dan EIC (Inggris) tetapi dari India.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun