Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kegiatan Daring Bermanfaat untuk Masyarakat yang Tinggal Jauh

5 Maret 2021   06:42 Diperbarui: 5 Maret 2021   06:51 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi webinar arkeologi 2020 (Dok. Prodi Arkeologi Universitas Udayana)

Untung saja teknologi informasi sudah berkembang di seluruh dunia. Kalau tidak, entah bagaimana jadinya komunikasi di masa pandemi ini. Mungkin kita hanya bisa mengirim berita tanpa melihat wajah.

Di Indonesia pandemi telah memutus rantai pergerakan dan jarak manusia sejak Maret 2020. Di mana-mana diberlakukan protokol kesehatan. Bahkan ada istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya banyak pabrik, perusahaan, kantor, toko, sekolah, dan sebagainya harus tutup sementara. Para karyawan dan pelajar/mahasiswa harus bekerja dan belajar dari rumah.

Dampak secara ekonomi tentu sangat terasa. Banyak pabrik dan perusahaan terpaksa merumahkan karyawan, bahkan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja. Uang THR yang dijanjikan harus dicicil karena perusahaan kesulitan keuangan. Pengangguran muncul di mana-mana, termasuk di pedesaan.

Dampak terkecil mungkin hanya dirasakan para Aparatur Sipil Negara (ASN). Meskipun bekerja dari rumah, mereka tetap mendapat gaji. Bahkan THR untuk golongan tertentu. Maklum, yang namanya belanja pegawai sudah termasuk dalam APBN/APBD.

Ilustrasi webinar arkeologi pada 2020 (Dok. Balai Arkeologi DI Yogyakarta)
Ilustrasi webinar arkeologi pada 2020 (Dok. Balai Arkeologi DI Yogyakarta)
Pekerja budaya

Dampak pandemi juga dirasakan para pekerja terkait seni dan budaya, termasuk arkeologi dan museum, terutama pada awal pandemi. Para pemandu lepas yang tadinya mencari nafkah di museum, sejak pandemi tidak punya  penghasilan lagi karena seluruh museum ditutup. Komunitas ontel di Kota Tua Jakarta, harus berdiam di rumah karena tidak ada wisatawan yang datang untuk menyewa sepeda. Begitu pula para pemusik, penari, dan pekerja seni/budaya lain yang menggantungkan hidup dari imbalan jasa. Meskipun beberapa saat lalu telah dibuka dengan protokol kesehatan, tetap saja penghasilan mereka belum memadai.

Kita harus berterima kasih karena Direktorat Jenderal Kebudayaan menyediakan bantuan untuk pekerja seni dan budaya yang terdampak pandemi. Pada 3-8 April 2020 Direktorat Jenderal Kebudayaan menyebarkan  borang (formulir) untuk pekerja terkait cagar budaya, museum, dan komunitas sejarah. Ada 13.000-an data yang masuk dari seluruh Indonesia.

Mereka yang sudah memverifikasi data, seperti KTP, NPWP, dan buku tabungan diminta mengunggah maksimal tiga karya dalam bentuk MP3, MP4, atau PDF pada laman Kemdikbud. Bantuan tahap kedua dimulai pada 1 Juli 2020 dan akan diinformasikan melalui laman Kemdikbud. Entah apakah pada 2021 ada bantuan serupa.

Ilustrasi kegiatan museum secara daring pada 2020 (Dok. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta)
Ilustrasi kegiatan museum secara daring pada 2020 (Dok. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta)
Kegiatan daring

Salah satu upaya mencegah penularan virus adalah menutup tempat-tempat yang sering dikunjungi publik, termasuk tempat-tempat bersejarah dan budaya. Misalnya saja taman budaya, museum,  dan obyek arkeologi seperti candi.

Penutupan museum dan obyek arkeologi telah membuka mata para pengelola untuk mencari jalan lain agar masyarakat bisa menikmati informasi dan/atau hiburan. Di pihak lain pekerja seni/budaya mendapatkan imbalan jasa atau honorarium dari kegiatan secara daring.  

Mulai April 2020 banyak museum dan instansi arkeologi mengadakan berbagai kegiatan daring seperti pameran virtual, tur virtual, belajar bersama, diskusi, ngobrol santai, atau apa pun namanya. Sebagian besar kegiatan menggunakan aplikasi Zoom. Bahkan disiarkan secara langsung lewat media sosial macam Facebook dan Instagram, serta kanal Youtube. Meskipun bersifat daring, interaksi atau tanya jawab tetap bisa dilakukan.

Kegiatan daring seperti diskusi atau ngobrol santai lewat Zoom dilakukan secara terbatas dengan membuka pendaftaran lewat media sosial. Peserta dari mana pun dibolehkan mendaftar. Bila sudah memenuhi kuota, pendaftaran akan ditutup. Menjelang acara dimulai, para peserta diberikan nomor ID dan password. Lewat ID dan password itulah, para peserta bisa 'join meeting'.

Dalam kegiatan tatap muka, para peserta hanya terbatas dari wilayah tertentu. Maklum perlu waktu dan biaya transportasi kalau datang langsung. Namun dalam kegiatan daring, cukup dari rumah atau kantor, para peserta sudah bisa berkenalan dengan peserta lain dari seluruh Indonesia. Yang penting memiliki komputer dengan internet atau ponsel pintar dengan paket data atau wifi.

Saya sendiri yang tinggal di Jakarta pernah mengikuti kegiatan daring oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur. Bayangkan berapa besar biaya jika harus ke Yogyakarta dan Samarinda. Lewat kegiatan ini saya bisa bertatap muka atau melihat wajah seluruh peserta.

Saya pun pernah mendapat kesempatan mengisi kegiatan daring Belajar Bersama Muskitnas (BBM) lewat Instagram. Muskitnas merupakan singkatan dari Museum Kebangkitan Nasional. Video yang diputar di Instagram itu bisa diputar berulang kali.

Itulah keunggulan kegiatan daring. Keunggulan lain adalah tepat waktu. Menurut pengalaman, dalam kegiatan resmi tatap muka, diawali dengan lagu Indonesia Raya dan berbagai sambutan. Dengan demikian akan memakan waktu. Dalam kegiatan daring, cukup pembaca acara atau moderator berbicara singkat.

Pihak penyelenggara juga tidak perlu menyediakan konsumsi, seperti halnya pada kegiatan tatap muka. Jadi bisa menghemat anggaran. Paling-paling pihak penyelenggara akan mengirimkan buku dan cendera mata buat peserta yang beruntung atau bertanya.

Beberapa museum juga mengadakan berbagai lomba daring, misalnya lomba desain logo dan lomba membuat tata pamer. Lomba-lomba ini cukup banyak diminati para generasi milenial karena merekalah yang saat ini menguasai teknologi digital.

Sayang, kegiatan tersebut boleh dibilang hanya dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah. Masih jarang sekali museum swasta yang melakukan kegiatan secara daring kecuali tur virtual. Maklum, instansi pemerintah didukung oleh dana APBN/APBD. Sudah seharusnya pemerintah mendukung kegiatan museum-museum swasta yang justru kehilangan pemasukan akibat wabah ini.

Wabah Covid-19 telah membawa perubahan pada wajah kegiatan budaya. Semoga setelah Covid-19 hilang, tetap ada kegiatan tatap muka dan kegiatan daring. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal jauh bisa melihat atau mendengarkan kegiatan budaya.*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun