Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajarlah dari Sejarah dan "Jas Merah"

4 Maret 2021   07:42 Diperbarui: 4 Maret 2021   07:45 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Indonesia dalam Arus Sejarah 8 jilid (Dokpri)

Soal mata pelajaran Sejarah kembali mencuat setelah media sosial dan media daring memberitakan hal tersebut. Banyak pendapat dilontarkan oleh kalangan guru, akademisi, peneliti, pemerhati, dan pegiat. Semua berpendapat mata pelajaran Sejarah tidak layak dihapus dari kurikulum.

Pada minggu ketiga September 2020 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim angkat bicara. Menurutnya, penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan hingga 2022. Ini juga untuk menegaskan bahwa mata pelajaran Sejarah tak akan dihapus. 

Meskipun Mendikbud sudah mengeluarkan pernyataan, tetap saja masih ada rasa khawatir di kalangan pencinta sejarah. Webinar atau diskusi daring, beberapa kali diadakan oleh institusi berbeda. Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma sempat menulis soal "Urgensi Mata Pelajaran Sejarah" pada Kompas, 2 Oktober 2020.

Buku babon Sejarah Nasional Indonesia 6 jilid, kini sudah ada edisi pemutakhiran (Dokpri)
Buku babon Sejarah Nasional Indonesia 6 jilid, kini sudah ada edisi pemutakhiran (Dokpri)
Hafalan

Dalam berbagai kesempatan sebelum pandemi Covid, penulis pernah berbincang dengan sejumlah guru yang tergabung dalam AGSI dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Sejarah. Di tingkat SMP, mata pelajaran Sejarah diberikan tersendiri. Namun di tingkat SMA mata pelajaran Sejarah digabung bersama Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi dalam mata pelajaran IPS.

Mata pelajaran Sejarah memang mengalami pasang surut sejak lama. Umumnya  tergantung kebijakan menteri. Ganti menteri ganti kebijakan. Dulu sewaktu bersekolah, penulis mendapatkan mata pelajaran Sejarah untuk tingkat SD, SMP, dan SMA, kecuali setelah di jurusan IPA. Namun mata pelajaran Sejarah tetap diberikan pada Jurusan IPS dan Jurusan Bahasa.   

Sekadar mengenang, di bangku SD mata pelajaran Sejarah hanya bersifat hafalan. Ketika itu para siswa diminta menghafal nama-nama pahlawan beserta tahun peristiwa terjadi. Mungkin karena hafalan itu, sampai sekarang penulis masih ingat Perang Diponegoro atau Perang Jawa terjadi pada 1825 sampai 1830.

Di tingkat SMP, mata pelajaran Sejarah bersifat deskriptif. Para siswa diperkenalkan kehadiran manusia purba Pithecanthropus. Uraian guru ibarat dongeng. Kalau guru pandai bercerita, maka menariklah mata pelajaran Sejarah.

Di tingkat SMA, siswa mulai diajak berpikir mengapa peristiwa itu bisa terjadi dan dampak apa yang timbul buat kehidupan bangsa. Para siswa sering kali dijelaskan soal bangkitnya nasionalisme hingga proklamasi kemerdekaan.

Mata pelajaran Sejarah pernah mendapat tempat terhormat ketika Prof. Nugroho Notosusanto menjabat Mendikbud. Maklum, beliau memang berasal dari Jurusan Sejarah Universitas Indonesia dan pernah menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI. PSPB atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, begitulah nama kala itu.

Beberapa koleksi buku sejarah (Dokpri)
Beberapa koleksi buku sejarah (Dokpri)
Salah kaprah

Sebenarnya mata pelajaran Sejarah bermanfaat untuk pendidikan karakter. Artinya untuk membangun generasi unggul, para siswa harus diperkenalkan dengan sejarah bangsa sendiri. Sejarah harus ditulis oleh pakar-pakar Indonesia sendiri sehingga bersifat Indonesia-sentris, meskipun bersumber pada arsip-arsip kolonial (Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, Prancis). Sebelumnya sejarah ditulis berdasarkan kolonial-sentris. Tidak heran kalau mereka menganggap Pangeran Diponegoro adalah 'pemberontak', sementara kita memandangnya sebagai 'pahlawan'.

Salah kaprah memang sering mewarnai sejarah. Kalau para siswa ditanya berapa lama kita dijajah Belanda, bisa dipastikan jawabannya '350 tahun'. Ini bermula dari kedatangan armada Cornelis de Houtman di pelabuhan Banten pada 1596. Selanjutnya muncul kongsi dagang Belanda VOC (1602-1799). VOC bubar pada 1799 karena bangkrut. Dikabarkan banyak pejabat VOC melakukan korupsi. Nah, ini pelajaran yang harus kita petik dan cerna, betapa korupsi tidak baik.

Setelah VOC bubar, Nusantara pernah dikuasai Prancis dan Inggris. Pada 1795, pasukan Prancis menyerbu Belanda. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Prancis yang dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf diangkat Louis Napoleon, saudara Napoleon Bonaparte. Koin Republik Bataaf pernah beredar di Nusantara dengan ciri khas simbol LN atau Louis Napoleon.

Inggris lewat kongsi dagang EIC mulai menguasai Nusantara pada 1811. Selama beberapa tahun EIC berkuasa di sini. Salah satu nama yang paling dikenal adalah  Raffles. Keberadaan EIC bisa dilacak lewat tinggalan numismatik. Dunia numismatik juga mengenal masa Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda) dan masa De Javasche Bank (cikal bakal Bank Indonesia) karena mata uang menjadi bukti kedaulatan.

Mata pelajaran Sejarah boleh saja untuk meningkatkan nasionalisme generasi muda kita. Namun hendaknya ditulis sesuai fakta dan data, jangan dicampur dengan cerita dongeng. Dulu penulis sampai terkagum-kagum mendengar cerita bahwa kita bisa mengusir penjajah hanya dengan bambu runcing. Bertahun-tahun kemudian baru terpikir apakah bambu runcing mampu melawan senjata tajam, senjata, dan meriam.

Soal lain adalah Belanda itu jahat. Apakah benar demikian? Sayang pendapat demikian masih diikuti banyak orang. Akibatnya banyak bangunan dari masa kolonial dibongkar, dengan alasan untuk menghapus kenangan pedih semasa penjajahan. Banyak pendapat mengatakan pendidikan sejarah kita salah kaprah karena memberikan doktrin. Beberapa narasi juga sengaja dibuat untuk kepentingan penguasa.

quora.com
quora.com
Non-tekstual

Sejarah terdiri atas dua bagian, yakni sejarah tekstual dan sejarah non-tekstual. Sejarah tekstual bersumber dari teks, naskah, arsip, dan sumber tertulis lain. Bahkan diperkaya dengan sejarah lisan. Di tingkat perguruan tinggi, sejarah tekstual dipelajari oleh Jurusan Sejarah.

Sementara itu sejarah non-tekstual dipelajari oleh Jurusan Arkeologi atau Ilmu Purbakala. Meskipun demikian, arkeologi mempelajari juga prasasti atau sumber tertulis pada logam dan batu. Kalau dilihat dari masanya, arkeologi mencakup masa prasejarah atau sebelum dikenal sumber tertulis hingga masuknya pengaruh Islam di Nusantara. Bahkan lebih panjang lagi karena arkeologi berkenaan dengan artefak dan bangunan yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun.

Mata pelajaran Sejarah harus juga membawa kita kepada prestasi nenek moyang ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu. Bagaimana ribuan tahun lalu nenek moyang kita sudah mampu membuat lukisan cadas pada gua-gua purba. Bagaimana pula nenek moyang kita mampu mendirikan Candi Bobudur dan Candi Prambanan dengan alat-alat sederhana dan hanya mengandalkan tenaga manusia. 

Sejarah sama pentingnya dengan ilmu-ilmu lain, seperti matematika atau geografi. Sejarah mengajarkan kita untuk mengenal jati diri, misalnya kita berasal dari nenek moyang yang sama lalu bercampur dari sana-sini. Ini menyangkut kebinekaan.

Semoga pembaruan buku-buku sejarah dilakukan secara berkala oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu pula penyusunan buku-buku sejarah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan, seperti SD, SMP, dan SMA.

Belajar dari sejarah atau masa lampau jelas penting. Ambil yang baik dan buang yang jelek, itu kuncinya. Masa kini ada karena masa lampau. Hal-hal yang baik itu kita pelajari dan sempurnakan untuk generasi mendatang. Jangan heran orang-orang tua selalu mengatakan, "Belajarlah dari sejarah". Atau Presiden Sukarno terkenal dengan kalimatnya "Jas Merah" (Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah).***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun